Konten dari Pengguna

Fakta di Balik Tragedi Kebakaran Hutan Amazon

Absal Bachtiar
Pencinta Cerita dan Asal-usul Kata
5 September 2019 19:38 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Absal Bachtiar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto: Ilustrasi kebakaran Hutan Amazon (commons.wikimedia.org)
zoom-in-whitePerbesar
Foto: Ilustrasi kebakaran Hutan Amazon (commons.wikimedia.org)
ADVERTISEMENT
Tragedi kebakaran Hutan Amazon baru-baru ini bukan hanya menjadi perhatian Brasil, namun juga dunia. Hal itu bisa dipahami mengingat Amazon merupakan hutan yang dianggap sebagai paru-paru dunia.
ADVERTISEMENT
Salah satu dampak dari kebakaran Amazon adalah dihasilkannya banyak gas karbon monoksida atau CO yang berbahaya. Karbon monoksida adalah gas yang beracun, tidak berwarna, tidak berbau, dan mudah terbakar. Gas ini biasa muncul sebagai gas buang dari mesin pembakaran.
Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) melalui perangkat Atmospheric Infrared Sounder (AIRS) mengumpulkan data mengenai kadar karbon monoksida di ketinggian 5500 meter saat Amazon terbakar. Pengumpulan data itu dilakukan pada 8 hingga 22 Agustus.
AIRS bekerja dengan mengukur suhu dan kelembaban atmosfer, jumlah dan ketinggian awan, konsentrasi rumah kaca, dan berbagai fenomena atmosfer lain. Hasil pengumpulan data pun dirilis NASA melalui akun Twitter resminya.
Dalam gambar bergerak yang diunggah NASA, gas digambarkan dengan warnna hijau, kuning, dan merah yang masing-masing menunjukkan konsentrasi gas yang terkandung per miliar volume (ppvb). Warna hijau menunjukkan sekitar 100 ppbv, kuning 120, dan merah 160.
ADVERTISEMENT
Kandungan gas karbon monoksida di atmosfer punya dampak besar bagi perubahan iklim. Polutan udara itu bisa terbang ke belahan dunia lain dan menghinggapi atmosfer selama sekitar satu bulan. Jika turun ke tempat yang lebih rendah, karbon monoksida bisa memengaruhi kualitas udara yang dihirup manusia.
Terhirupnya udara yang terkontaminasi karbon monoksida oleh manusia dapat berefek pada sel darah merah di mana transportasi oksigen dari paru-paru ke jaringan mengalami gangguan. Hal ini bisa menyebabkan keracunan yang ditandai sakit kepala, pusing, mual, hingga pingsan.
Sumber: britannica.com | sciencealert.com