Gereja Akbar dan Jejak Toleransi Beragama di India

Absal Bachtiar
Pencinta Cerita dan Asal-usul Kata
Konten dari Pengguna
11 April 2019 21:06 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Absal Bachtiar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto: commons.wikimedia.org
zoom-in-whitePerbesar
Foto: commons.wikimedia.org
ADVERTISEMENT
Kota Agra yang bersejarah dipenuhi dengan monumen peninggalan masa kejayaan Mughal di India. Tempat ini ialah sisa sentuhan Jalaludin Muhammad Akbar, yang merupakan raja paling mashyur pada masanya.
ADVERTISEMENT
Raja Akbar memimpin pemerintahan dari tahun 1556 hingga 1605, sebagai pewaris tahta generasi ketiga Kerajaan Mughal. Saat menerima tahta Akbar masih berusia 14 tahun, dengan menggantikan ayahnya, Hamayun. Walaupun umurnya yang masih belia, Akbar dengan cepat belajar banyak hal tentang kerjaan karena arahan dari komandan militer kerajaan Mughal.
Ketika menginjak umur 15 tahun, Akbar telah memimpin peperangan dengan kerajaan-kerajaan tetangga dan keberhasilannya adalah kembali menguasai Delhi, Agra dan Punjab yang pada saat masa pimpinan ayahnya dikuasai oleh lawan.
Belum genap 18 tahun, Akbar telah berhasil menaklukan banyak tempat, seperti Lahore di Pakistan saat ini, kerajaan Rajasthan dengan mengalahkan rajanya yang terkenal kuat bernama Rajput. Karena banyak keberhasilannya, Akbar dijuluki sebagai raja Mughal terhebat.
ADVERTISEMENT
Walau begitu perkasa dan bengis di medan perang, Akbar terkenal begitu lembut dan sangat toleran terhadap rakyatnya yang berbeda keyakinan. Akbar juga memiliki perhatian dan ketertarikan yang tinggi pada seni dan budaya.
Akbar sering menggunang pendeta dan para cedikiawan dari agama lain ke istana, untuk berdiskusi dan bertukar pandangan tentang agama dan nilai filosifis yang terkandung dalam ajaran agama masing-masing. Sebagai pengaruhnya, Akbar pun membangun sebuah tempat bernama Ibadat Khāna, atau “Rumah Ibadah”, yang dikhususkan untuk pertemuan dengan para pendeta dan cendikiawan lintas agama.
Bukan hanya itu, pada masa kepemimpinan Akbar, ia membebaskan rakyatnya yang non-Islam dari kewajibannya membayar pajak. Akbar juga membebaskan tiap rakyatnya yang beragama Hindu untuk membangun tempat ibadah mereka. Selain itu, Akbar juga banyak menerjemahkan karya sastra dan kitab-kitab dari agama Katolik, Hindu dan Budha ke dalam bahasa resmi Kerajaan Mughal.
ADVERTISEMENT
Pada tahun 1580, Akbar menerima para delegasi dari kota Goa, yang saat itu berada dibawah kekuasaan Portugis. Akbar mengirim pesan kepada gubernur Portugis yang bertugas di Goa dan memintanya mengirimkan pendeta untuk berdiskusi dengan Akbar.
Gubernur Goa tersebut melihat ini sebagai sebuah kesempatan, untuk membuat Akbar berpindah keyakinan agar mempermudah urusan politik bagi kepentingan Portugis. Gubernur Goa segera mengirim tiga pendeta kepada Akbar.
Para pendeta itu kerasan, nyaman dan akbrab setelah bertemu dan tinggal bersama Akbar hanya dalam selama tiga tahun. Akbar begitu mengagumi wawasan dan filosofi dari agama Katolik dan tidak pernah berpindah agama dan tetap kuat memeluk Islam sebagai agamanya.
Karena kedekatannya itu, Akbar kemudian memutuskan untuk memberikan beberapa luas tanah yang dia miliki di daerah dipinggir kota Agra, dan membantu mendirikan gereja pertama yang dibangun pada masa Kerajaan Mughal. Gereja itu diberinama Gereja Akbar.
ADVERTISEMENT
Akbar menjalin komunikasi dengan rakyatnya dengan pendekatan yang lembut, terutuma sikap toleransinya yang tinggi antar umat beragama. Apa yang telah dimulai oleh Akbar dilanjutkan oleh putranya bernama Jahangir, Jahangir bahkan terus memberikan sumbangan kepada Gereja dan membantu Gereja Akbar memperluas bangunannya.
Hingga beberapa sepupu Jahangir ada yang memeluk agama katolik, namun belakangan menurut sejarawan Harbans Mukha, sepupu Jahangir berpidah keyakinan hanya muslihat untuk membantu Jahangir agar mendapatkan istri seorang Portugis. Namun rencannya itu gagal dan para sepupunya itu kemudian kembali memeluk Islam.
Hubungan Mughal dan Portugis memburuk pada masa kepemimpinan Jahangir. Pada tahun 1613, kabar bahwa Portugis menangkap salah satu kapal milik kerajaan Mughal yang sedang dalam perjalanan menuju Mekkah sampai pada telinga Jahangir. Hal itu membuatnya naik pitam, dan menyerang kota Daman yang berada dibawah kekuasaan Portugis dan menahan para pendetanya.
ADVERTISEMENT
Para pendeta ditahan selama lebih dari dua dekade, dan kemudian dibebaskan oleh Shah Jahan, anak dari Jahangir – yang kelak membangun sebuah monumen indah, sebuah masjid megah beranama Taj Mahal.
Pada tahun 1635 Gereja Akbar diruntuhkan dan dibangun kembali setahun kemudian. Motif peruntuhan Gereja Akbar masih belum jelas dan masih ditelusuri hingga saat ini. Namun Gereja Akbar yang saat ini dapat dikunjungi merupakan bangunan gereja yang dibangun kembali pada tahun 1768 oleh Walter Reinhardt, seorang tentara bayaran dari Eropa setelah saat itu berhasil menaklukan raja Ahmad Shah Abdali.
Gereja Akbar dipertahankan hingga saat ini, selain sebagai saksi bagaimana seorang raja Mughal bernama Akbar memiliki nilai toleransi beragama tinggi pada masa itu. Juga sekaligus sebagai bahan untuk merefleksikan diri bagi setiap umat beragama yang ada di dunia, tentang bagaimana toleransi tidak sulit dilakukan dan begitu menyejukan.
ADVERTISEMENT
Sumber: thecatholicthing.org | amusingplanet.com | biography.com