Gijón 1982, Pertandingan Paling Hina dalam Sejarah Piala Dunia

Absal Bachtiar
Pencinta Cerita dan Asal-usul Kata
Konten dari Pengguna
20 Oktober 2020 9:34 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Absal Bachtiar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Stadion El Molinón, Kota Gijón | Wikimedia Commons
zoom-in-whitePerbesar
Stadion El Molinón, Kota Gijón | Wikimedia Commons
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Untuk pertama kalinya dalam sejarah Piala Dunia yang digelar FIFA, pada edisi 1982 di Spanyol, menampilkan 24 negara yang mengambil bagian (bukan 16 seperti pada edisi sebelumnya). Ada banyak debutan, seperti Aljazair, Kamerun, Honduras, Kuwait, dan Selandia Baru. Beberapa negara yang sering tampil pada edisi-edisi sebelumnya, seperti Belanda, Meksiko dan Swedia, justru gagal lolos. Belgia, Cekoslowakia, El Salvador, Inggris dan Uni Soviet semuanya kembali tampil setelah lebih dari satu dekade absen.
ADVERTISEMENT
Turnamen ini juga merupakan yang pertama kali adu penalti diterapkan, untuk menjadi penentu jika pertandingan berakhir seri dalam 90 menit waktu normal.
Ada beberapa kejutan besar dalam Piala Dunia 1982. Salah satunya, ketika Aljazair mengalahkan Jerman Barat 2-1. Jerman Barat saat itu dinilai sebagai negara yang mendominasi dunia sepakbola. Setelah memenangkan UEFA Euro 1980, mereka lolos ke putaran utama Piala Dunia dengan memenangkan semua pertandingan (dari delapan pertandingan kualifikasi).
Dengan serangkaian kesuksesan mereka, tim Jerman Barat malah meluap dengan terlalu percaya diri. Seakan meremehkan Aljazair yang menjadi debutan. Dilaporkan The Guardian, seorang pemain mereka berkata: "Kami akan mendedikasikan goal ketujuh kami untuk istri kami, dan goal kedelapan untuk anjing kami."
ADVERTISEMENT
Pelatih Jerman Barat, Jupp Derwall, bahkan berjanji jika timnya kalah ia akan: "Naik kereta pertama kembali ke Munich".
Merzekane melanjutkan: "Beberapa dari kami bertanya-tanya apakah ini hanya taktik psikologis, apakah mereka hanya mengatakan hal-hal ini untuk membuat kami berpikir bahwa mereka tidak akan menganggap kami serius ...."

Kesombongan berbalik tekanan

Logo Piala Dunia 1982 | Wikimedia Commons
Sebetulnya Aljazair tidak layak diremehkan oleh Jerman Barat. Pada Piala Afrika 1982 di Libya (yang selesai tiga bulan sebelum dihelatnya Piala Dunia 1982), Aljazair berhasil mencapai semifinal sebelum akhirnya dikalahkan oleh juara bertahan Ghana. Sebelum mencapai semifinal, Aljazair juga sempat mengalahkan Nigeria, yang kala itu dinilai terlalu kuat untuk mereka.
ADVERTISEMENT
Pada pertandingan selanjutnya, Jerman Barat yang ingin mengembalikan harga diri mereka, sukses mengalahkan Chili dengan skor 4-1. Sementara pada pertandingan lain, Aljazair malah kalah dari Austria, namun berhasil mengalahkan Chili pada pertandingan terakhir mereka di fase grup dengan skor 3-2.
Hasil-hasil itu membuat Alzajair bertengger di posisi kedua (4 poin/3 pertandingan), di bawah Austria (4 poin/2 pertandingan) yang berhasil menyapu bersih kemenangan atas Chili dan Aljazair. Sedangkan Jerman Barat ada di posisi ketiga dengan raihan 2 poin dari dua pertandingan.
Austria dan Jerman Barat masih memiliki satu pertandingan sisa. Melawan satu sama lain sebagai laga penutup Grup 2, pertandingan mereka akan menentukan dua tim mana yang akan maju ke babak selanjutnya. Jika Austria mengalahkan Jerman Barat, maka Jerman Barat akan pulang. Jika pertandingan berakhir seri, Jerman barat juga akan pulang. Satu-satunya kesempatan Jerman Barat untuk lolos dari fase grup hanyalah dengan kemenangan.
ADVERTISEMENT
Aljazair dan Austria memiliki peluang besar untuk lolos. Namun, ada kemungkinan lain. Jika Jerman Barat mengalahkan Austria dengan lebih dari tiga gol, maka Austria akan tersingkir. Aljazair (yang menang selisih gol dari Austria) dan Jerman Barat akan lolos dengan skenario ini

Kongkalingkong menjegal Aljzair

Hasil pertandingan Jerman Barat dan Austria merugikan Aljazair | Wikimedia Commons
Pertandingan antara Jerman Barat dan Austria digelar di Stadion El Molinón, Kota Gijón, pada tanggal 25 Juni 1982. Jerman Barat memulai pertandingan menyerang dengan ganas. Mereka sukses menciptakan gol pada menit kesepuluh.
Namun, setelah gol itu, pertandingan seperti berhenti kehilangan gairah. Tidak ada tim yang ngotot mencetak gol berikutnya. Setelah 10 menit pertama yang fantastis, kedua tim bermain statis selama 80 menit kemudian. Mereka hanya mengoper-oper bola, membuang waktu, dan enggan untuk mencetak gol. Seolah-olah telah terjadi kesepakatan: memutuskan untuk menolak Aljazair lolos.
ADVERTISEMENT
Di dalam stadion, penonton bahkan mencemooh para pemain dengan kata-kata: fuera, fuera (keluar, keluar), Argelia, Argelia (Aljazair, Aljazair), dan que se besen, que se besen (biarkan mereka berciuman, biarkan mereka berciuman). Tak ayal para pendukung Jerman Barat sendiri merasa kecewa, dan seorang pendukung dilaporkan membakar bendera negaranya.
Setelah pertandingan berakhir, tim Jerman Barat kembali ke hotel, di mana mereka disambut oleh penonton yang geram. Fan melemparkan bom air dan benda lainnya ke arah pemain. Tetapi para pemain dan staf Jerman Barat sama sekali tidak terlihat menyesal.

Kekecewaan dan kemarahan Massa

Chaabane Merzekane, salah satu pemain Aljazair | Wikimedia Commons
Sejumlah kecil penggemar Aljazair di kerumunan Gijón membakar uang, untuk menunjukkan kecurigaan mereka terhadap korupsi. Keesokan harinya, beberapa surat kabar di Spanyol tak sungkan mengecam aksi Jerman Barat dan Austria. Sementara mantan pemain internasional Jerman Barat, Willi Schulz, mengecap para juniornya sebagai "gangster".
ADVERTISEMENT
Aljazair mengajukan protes ke FIFA. Sial, FIFA tidak menemukan bukti jika pertandingan tersebut melanggar peraturan. Kedua tim tentu saja membantah adanya pengaturan skor.
Hermann Neuberger, presiden Federasi Sepak Bola Jerman Barat, yang juga wakil presiden FIFA kala itu, membela tim nasionalnya dengan mengatakan bahwa mereka memiliki: "Hak untuk bermain perlahan dan bertahan."
Manajer Jupp Derwall juga tanpa malu mendukung timnya, "Kami memiliki hak untuk berhati-hati dalam permainan, ini agar bisa lolos ke babak selanjutnya."
Pembelaan terburuk justru datang dari delegasi Austria, Hans Tschak, yang berkomentar amat tak senonoh: "Secara alami pertandingan hari ini dimainkan secara taktis. Tetapi jika 10.000 'anak gurun' di stadion ini ingin memicu skandal karena (skor) ini, (hal itu) hanya untuk menunjukkan bahwa mereka terlalu jarang bersekolah. Beberapa syekh yang keluar dari oasis, diizinkan untuk menghirup udara Piala Dunia setelah 300 tahun (terkurung); dan mengira bahwa dia berhak untuk membuka mulutnya. "
ADVERTISEMENT
Amat menarik melihat respons dari para pemain Aljazair. Tidak semua dari mereka merasa tersinggung, malah tidak sakit hati seutuhnya.
Meskipun protes resmi Aljazair tidak menghasilkan apa pun untuk dapat meloloskan mereka ke babak berikutnya, hal itu memicu perubahan penting dalam struktur turnamen resmi FIFA. Pada edisi selanjutnya, di semua turnamen FIFA, dua pertandingan terakhir di setiap grup dimainkan secara bersamaan, untuk mencegah manipulasi semacam itu.
"Penampilan kami memaksa FIFA untuk melakukan perubahan itu, dan itu lebih baik daripada kemenangan," kata penyerang Aljazair, Lakhdar Belloumi. "Itu berarti Aljazair meninggalkan jejak yang tak terhapuskan dalam sejarah sepak bola."
Referensi:
ADVERTISEMENT