Hidden Mother Photography: Unik atau Seram?

Absal Bachtiar
Pencinta Cerita dan Asal-usul Kata
Konten dari Pengguna
16 September 2019 19:53 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Absal Bachtiar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto: commons.wikimedia.org
zoom-in-whitePerbesar
Foto: commons.wikimedia.org
ADVERTISEMENT
Potret foto orang atau sebuah keluarga abad ke-19 terkadang memberikan kesan seram. Objek dalam jepretan selalu tampak serius, datar, tanpa senyum, dan tentunya masih belum berwarna. Bagaimanapun, ada yang lebih angker lagi pada masa ini, yaitu genre foto hidden mother photography (fotografi ibu yang tersembunyi).
ADVERTISEMENT
Dalam genre foto tersebut, seorang anak kecil difoto berbarengan dengan ibunya. Namun, ada yang aneh, kepala sang ibu disembunyikan; walhasil membuat foto dipenuhi nunsa misterius.
Hidden mother photography terkenal pada era Ratu Victoria (1830-an). Hasil jepretan foto biasanya menampilkan seorang atau beberapa anak kecil dengan ibunya. Sang ibu memang ada bersama mereka, tetapi tidak menampakkan wajahnya. Biasanya sang ibu membungkus kepalanya dengan tirai atau kain menjadi seolah-olah tidak ada di dalam bagian foto tersebut. Lantas mengapa hal itu dilakukan?
Linda Fregni Nagler (seorang seniman Italia-Swedia yang menerbitkan buku 'The Hidden Mother' pada 2013) percaya tren foto dengan sang ibu yang bersembunyi dapat memberi ikatan perasaan antara anak di dalam foto dengan orang yang melihat hasil fotonya.
ADVERTISEMENT
Sementara itu ada teori lainnya, yakni pada era Victoria, memotret seorang yang dicintai adalah suatu yang langka. Orang tua ingin anak-anaknya mempunyai fotonya sendiri agar bisa dikirim ke anggota keluarga yang lain. Akan tetapi memotret anak-anak --terutama batita atau balita-- adalah hal yang sulit karena bisa saja mereka menangis karena jauh dari sang ibunda atau tidak bisa menahan pose karena gemar bergerak.
Demi menghindari hasil foto yang blur atau kabur, si ibu pun berperan di sini. Sang ibu akan menemani anaknya agar tenang saat difoto. Selain itu, menurut para ahli kamera, pada masa itu membutuhkan lama untuk menjempret, sehingga pose yang kaku dan kokoh akan menghasilkan gambar lebih baik (ini juga alasan mengapa objek dalam foto-foto abad ke-19 tidak tersenyum).
ADVERTISEMENT
Hanya saja, sialnya, si ibu harus memakai penutup kepala agar buah hatinya tampak seperti berfoto sendirian. Jika wujud dari si ibu masih terlihat, sang fotografer akan memangkas bagian tersebut.
Sumber: vox.com | ripleys