Hiperinflasi Hungaria, Terburuk dalam Sejarah

Absal Bachtiar
Pencinta Cerita dan Asal-usul Kata
Konten dari Pengguna
6 September 2018 18:54 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Absal Bachtiar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Foto: 100 juta Bpengo (100 kuadriliun pengo) | Common Wikimedia
ADVERTISEMENT
Melihat krisis ekonomi di Venezuela saat ini memang menyedihkan. Lantaran tingkat inflasi yang tidak terkendali (mencapai 200 persen dalam sebulan), jutaan orang mesti berjuang untuk membeli kebutuhan pokok harian --yang harganya konsisten naik dua lipat setiap bulan.
Tetapi, Venezuela bukanlah yang pertama kali menderita hiperinflasi. Bahkan bukan yang terburuk. Zimbabwe, antara tahun 1990-an dan 2000-an, juga pernah mengalaminya. Saat periode tersebut, pemerintah mencetak uang kertas 100 triliun dolar Zimbabwe yang nilai tukarnya cuma setara dengan 30 dolar Amerika Serikat. Sedangkan yang lebih buruk dari Zimbabwe, yaitu hiperinflasi Hungaria pasca Perang Dunia Kedua.
Mulanya, mata uang Hungaria ialah kronoa, yang mulai diperkenalkan setelah runtuhnya Kekaisaran Austria-Hungaria. Namun, Hungaria dengan pemerintahan yang baru justru tidak punya kestabilan ekonomi yang mendukung nilai mata uang, sehingga kronoa dihapuskan dan diganti oleh pengo pada 1927.
ADVERTISEMENT
Pengo, yang pada awal kemunculannya dipatok dengan standar emas, sempat perkasa dan termasuk salah mata uang paling stabil di dunia. Kala itu, satu dolar AS masih setara 5,26 pengo.
Sayangnya, nilai pengo mulai jatuh ketika Hungaria mengalami depresi ekonomi pada tahun 1930-an dan kian memburuk tatkala memasuki Perang Dunia Kedua. Pada tahun 1944, perekonomian Hungaria hancur akibat perang; begitu pula nilai tukar pengo (menjadi 33 pengo terhadap satu dolar AS).
Setelah perang usai, dan setelah beragam upaya diusahakan pemerintah, nilai tukar mata uang Hungaria semakin rendah terhadap dolar AS. Hungaria, saat masa-masa terkelamnya, bahkan konsisten memperkenalkan beberapa mata uang baru yang merupakan denominasi dari pengo.
Mereka mengganti pengo dengan Mpengo (satu juta pengo), lantas diganti lagi oleh Bpengo (satu miliar pengo). Nahas tak memberikan solusi, 100 juta Bpengo (100 kuadriliun pengo) saat itu cuma setara dua puluh sen Amerika Serikat (di bawah satu dolar).
ADVERTISEMENT
Sebagai gambaran betapa hancurnya perekonomian Hungaria saat hiperinflasi, dapat diamati dalam kronologis harga barang antara 1945-1946. Contohnya, suatu barang (X) yang berharga 379 pengo pada September 1945, akan seharga 72.330 Pengo pada Januari 1946.
Lalu, harga barang X mencapai 453.886 Pengo pada Februari dan 1.872.910 pengo pada Maret 1946. Pada akhir Mei 1946, harga X kian melambung jadi 862 miliar Pengo; mencapai 954 triliun pengo saat Juni 1946.
Akhirnya pada Agustus 1946, pengo ditiadakan. Hungaria memulai kembali perekonomian dari awal, dengan mata uang baru yang disebut forint (satu forint setara dengan 400.00 kuadriliun pengo). Beruntung, perekonomian Hungaria mulai stabil sejak menggunakan forint dan bertahan hingga 1990-an (ketika nilai forint mulai jatuh terhadap dolar). Meski sampai sekarang masih menggunakan forint, Hungaria berencana akan mulai menggunakan Euro pada 2020.
ADVERTISEMENT