Hulhumale, "Pulau Harapan" Rakyat di Maladewa

Absal Bachtiar
Pencinta Cerita dan Asal-usul Kata
Konten dari Pengguna
6 Oktober 2020 20:31 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Absal Bachtiar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Hulhumale | Flickr/Ahmed Fayaz
zoom-in-whitePerbesar
Hulhumale | Flickr/Ahmed Fayaz
ADVERTISEMENT
Maladewa kesohor sebagai negara kepulauan yang memiliki keindahan alam memesona. Negara ini pun menjadi salah satu pusat destinasi para turis di seluruh dunia. Akan tetapi, negara yang terletak di antara Laut Arab, barat daya Srilangka, dan India ini, tengah menghadapi masalah yang sangat serius mengenai eksistensinya.
ADVERTISEMENT
Mungkin tidak ada negara lain yang menghadapi ancaman lingkungan seperti yang tengah dihadapi Maladewa. Lebih dari 80 persen resor pantainya yang mewah merupakan 1.200 pulau yang berada kurang dari 1 meter di atas permukaan laut. Tak ayal, kenaikan volume air di samudra mengancam eksistensi negara ini.
"Kami adalah salah satu negara paling rentan di Bumi dan oleh karena itu kami perlu beradaptasi." Ucap Mohammed Waheed Hassan, wakil presiden Maladewa, dalam laporan Bank Dunia 2010. Ia memperingatkan perkiraan tingkat kenaikan permukaan laut saat ini, yang mengcancam semua kepulauan di Maladewa (sekitar 200 pulau) dapat tenggelam pada tahun 2100.
Selain ancaman tenggelam dalam jangka panjang, erosi pantai yang meningkat juga mengancam 70 persen infrastruktur, seperti rumah, bangunan, dan utilitas lain, yang terletak dalam jarak 100 meter dari garis pantai. Ada juga kekhawatiran tentang kadar asin air laut yang mencapai batas wajar, sehingga dapat mencemari sumber air tawar yang berharga, ditambah risiko yang ditimbulkan oleh bencana alam yang tidak dapat diprediksi, seperti tsunami pada tahun 2004 silam yang menewaskan lebih dari 100 jiwa di Maladewa.
ADVERTISEMENT
Namun, penduduk lokal di sana tidak tinggal diam. Warga Maladewa bertekad untuk melawan ancaman alam dengan mencari solusi yang tepat.
Salah satunya dengan Pulau Hulhumale. Tempat ini menjadi solusi yang sedang dikembangkan oleh Maladewa. Sebelum pandemi Covid-19, Pulau yang dijuluki “Pulau Harapan” ini sebetulnya sudah bisa dikunjungi oleh turis. Namun, hanya sedikit orang yang datang ke Maladewa pada waktu itu.
Setelah pandemi mereda, Pulau Hulhumale, yang berjarak sekitar 8 Km dari Ibu Kota Male, diharapkan dapat menarik kembali wisatawan. Pulau ini dapat ditempuh dengan naik bus selama 20 menit, dari bandara melalui jembatan. Penduduk lokal berharap, semoga dengan eksistensi pulau yang relatif aman dalam jangka panjang, nasib mereka bisa turut didasarkan padanya.
Male | Wikimedia Commons
Selain sebagai solusi ekonomi untuk jangka panjang, Pulau Hulhumale juga diharapkan bisa menjadi solusi dalam mengurangi kepadatan yang tengah di Kota Male. Di sini, lebih dari 130.000 orang tinggal berdesakan dalam area 1 mil persegi.
ADVERTISEMENT
“Male adalah salah satu kota terpadat di Bumi" ungkap Kate Philpot, ahli sains di Maladewa dan juga ahli ekologi senior di konsultan yang berbasis di Inggris, Ecology By Design.
Dengan Pulau Hulhumale, harapan rakyat Maladewa pun disandarkan. Demi menyongsong hidup nan baik dalam ancaman alam yang sebetulnya cukup mengerikan.