Ikigai, Formula Orang Jepang untuk Memenuhi Kepuasan Hidup yang Seimbang

Absal Bachtiar
Pencinta Cerita dan Asal-usul Kata
Konten dari Pengguna
17 Oktober 2020 20:55 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Absal Bachtiar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Kedai malam di Jepang | Pixabay/abdulla binmassam
zoom-in-whitePerbesar
Kedai malam di Jepang | Pixabay/abdulla binmassam
ADVERTISEMENT
Saat larut malam, seorang pegawai kantoran yang menggunakan kemeja tertidur di sebuah bangku kereta dan terkulai di ambang pintu, merupakan suatu pemandangan umum yang dapat ditemukan di Tokyo. Bekerja selama berjam-jam dan malam harinya memiliki godaan untuk pergi minum. Ia pun malah ketinggalan kereta dan pulang dengan berjalan kaki. Ini adalah cerminan dari sebuah bangsa yang terobsesi dengan pekerjaan.
ADVERTISEMENT
Tak jarang saat malam juga ada supir taksi berusia 80 tahun yang masih bekerja, banyak toko serba guna yang masih buka, dan jam sibuk yang selalu berlangsung hingga larut. Dilihat dari situ, etos kerja Jepang memang membuat kita (orang Indonesia) geleng-geleng kepala. Begitu pula dengan faktor ekonomi yang memainkan perannya dengan berat.
Konsep ikigai mungkin menjadi inti dari ketidakseimbangan kehidupan kerja semacam itu di Jepang, juga termasuk kunci untuk memperbaikinya.
Wikimedia Commons
Ikigai adalah gabungan dari dua kata, iki yang berarti “hidup”, dan gai yang berarti “menjadi berharga”. Menurut BBC International, Istilah tersebut merupakan cara singkat untuk menggambarkan apa yang membuat kamu bangun di pagi hari, baik itu untuk pekerjaan, keluarga, atau hobi.
ADVERTISEMENT
Mungkin tampak mudah untuk memahami konsep yang mengacu pada salah satu interpretasi yang lebih tradisional itu. Keberhasilan pada ekonomi Jepang dan kembalinya minat yang sesuai dengan ikigai pribadi masing-masing pun berkembang secara bersamaan, sehingga membentuk keseimbangan kehidupan kerja selama beberapa dekade.
Dalam beberapa tahun terakhir, ada kesadaran baru dari nilai sebuah individu di Jepang, yakni berani untuk "melompat" dari pekerjaan yang dijalani saat ini. Sikap ini bukanlah menjadi hal yang tabu lagi. Menurut The Japan Times, kini pekerja dapat dengan bebas mencari ikigai mereka dalam peran yang baru, termasuk menggabungkan keterampilan; dan memperluas fokus.
Ayuko Kokado, misalnya, sorang guru bahasa Inggris yang selama 20 tahun bekerja selama enam atau tujuh hari dalam seminggu. Ia mengatakan: “Ikigai seharusnya tidak diperbaiki. Jika Anda memperbaikinya, Anda dapat memaksakan diri dan hasilnya akan kehilangan gairah. Jika Anda memiliki berbagai keterampilan, Anda bisa fleksibel dan tentunya dapat bertahan dengan lebih lama. Itulah gaya ikigai saya.”
ADVERTISEMENT