'Justinian', Wabah yang Menewaskan Setengah Populasi Manusia di Bumi

Absal Bachtiar
Pencinta Cerita dan Asal-usul Kata
Konten dari Pengguna
7 April 2020 9:13 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Absal Bachtiar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Gejala nekrosis pada tangan penderita Wabah Justinian | commons.wikimedia.org
zoom-in-whitePerbesar
Gejala nekrosis pada tangan penderita Wabah Justinian | commons.wikimedia.org
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Yersinia pestis, sebelumnya bernama Pasteurella pestis, adalah bakteri tunggal yang bertanggung jawab terhadap Wabah Justinian. Gejalanya terlihat melalui kondisi yang menakutkan, dengan tangan penderita yang mengalami nekrosis.
ADVERTISEMENT
Tangan yang jaringannya dirusak oleh bakteri itu terlihat menghitam; dan darah yang mengalir ke organ tersebut mulai berkurang.
Infeksi fatal ini tiba di Konstantinopel, ibu kota Kekaisaran Bizantium, pada tahun 541 Masehi. Diangkut melalui Laut Mediterania dari Mesir, wilayah yang baru saja ditaklukkan Bizantium untuk membayar upeti kepada Kaisar Justinian.
"Kutukan", begitu orang-orang kala dahulu menyebutnya. Sementara bagi kita yang hidup pada masa modern, akan menyebutnya pandemi mematikan. Yersinia pestis berasal dari kutu yang menempel pada tikus hitam. Hewan pengunyah biji-bijian dari upeti yang diberikan Mesir kepada Bizantium.
Wabah Justinian menghancurkan Konstantinopel dan menyebar seperti api ke seluruh Eropa, Asia, Afrika Utara, dan Arab. Menewaskan sekitar 30 hingga 50 juta orang, sekitar setengah dari populasi dunia pada saat itu.
ADVERTISEMENT
"Orang-orang tidak memiliki pemahaman yang nyata tentang bagaimana cara melawannya selain mencoba menghindari orang sakit (yang terinfeksi)," tutur Thomas Mockaitis, seorang profesor sejarah di Universitas DePaul, Amerika Serikat.
Sampai sekitar tahun 750 Masehi, penyakit ini terus kembali kepada setiap generasi di Mediterania. Karena sifatnya yang konsisten berulang, banyak ahli kemudian lebih cenderung menyebutnya "wabah" walau menyebar secara "pandemik". Gelombang penyakitnya memengaruhi segala aspek; mengubah berbagai arus sejarah.
"Mengenai bagaimana wabah itu berakhir, tebakan terbaiknya adalah bahwa sebagian besar orang dalam pandemi entah bagaimana bisa bertahan hidup, dan mereka yang selamat memiliki kekebalan," ungkap Mockaitis.
Satu dari sedikit manusia yang berhasil bertahan hidup itu adalah Justinian, Sang Kaisar Bizantium.
ADVERTISEMENT