Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.98.1
Konten dari Pengguna
ECT, Terapi yang Tampak Mengerikan karena Film Hollywood dan Nazi
20 Mei 2018 23:46 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:08 WIB
Tulisan dari Absal Bachtiar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT

Foto: adegan penyiksaan dengan ECT dalam film 'Stranger Things' (credit: 21 Laps Entertainment)
ADVERTISEMENT
Pada tahun 2004, sebuah studi dari Consortium for Research in ECT (CORE), program yang didanai oleh National Institute of Mental Health, menemukan dari 253 pasien dengan depresi berat dan psikotik 238 di antaranya mengalami penurunan gejala signifikan setelah terapi listrik.
Itu adalah tingkat kebehasilan mencapai 94 persen, setelah mereka rata-rata menerima sesi Electroconvulsive Therapy (ECT) selama tiga minggu. Secara total, hanya 10 orang (empat persen) yang dianggap gagal, keluar karena masalah memori atau kebingungan.
Bandingkan dengan obat antidepresan, yang hanya manjur pada dua dari tiga pasien (66 persen) penderita depresi. Jadi mengapa ECT masih saja berkesan buruk di masyarakat?
Sejak awal kemunculannya, ECT memang tidak pernah diberitakan dengan baik dan sering disalahgunakan dalam prakteknya. Pada tahun 1944, Emil Gelny, memodifikasi mesin ECT untuk digunakan dalam program Euthanasia T4. Psikiater dan anggota Partai Nazi ini menambahkan empat elektroda ke mesin ECT; membunuh 149 pasien yang hidupnya dianggap 'tidak layak'.
ADVERTISEMENT
Stigma ECT kian memburuk akibat adegan-adegan dalam film Hollywood. Kerap dipertontonkan kisah penyiksaan terhadap manusia dengan alat ini. Sebutlah film One Flew Over the Cuckoo’s Nest sebagai contohnya, yang justru mendapatkan Academy Award karena ceritanya. Sedangkan Jack Nicholson juga meraih Piala Oscar sebab perannya di film ini.
Bahkan bagi mereka yang belum menonton One Flew Over the Cuckoo’s Nest atau membaca biografi Sylvia Plath sekalipun, ECT lebih identik dengan alat pembunuhan ketimbang pengobatan. Padahal, ECT kini telah dimodifikasi dalam bentuk terapi elektrik yang lebih selektif seperti Deep Brain Stimulation (DBS) dan Transcranial Magnetic Stimulation (TMS).
Metode-metode baru dari penggunaan ECT ini sangat efektif dalam pengobatan depresi, penyakit parkinson, dan gangguan mental lainnya. Terutama ketika antidepresan tidak memberikan hasil lebih baik, ECT lebih dapat diandalkan.
ADVERTISEMENT
Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara atau BPI Danantara diresmikan Senin (24/2). Danantara dibentuk sebagai superholding BUMN dengan tujuan mengoptimalkan kekayaan negara melalui investasi strategis. Aset yang dikelola Rp 14.659 triliun.