Konten dari Pengguna

Mengapa Pythagoras Menganggap Kacang sebagai Simbol Kematian?

Absal Bachtiar
Pencinta Cerita dan Asal-usul Kata
16 Juni 2020 7:26 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Absal Bachtiar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Kacang Fava | Foto oleh Amber Engle di Unsplash
zoom-in-whitePerbesar
Kacang Fava | Foto oleh Amber Engle di Unsplash
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Tidak banyak dijelaskan dalam buku, matematikawan dan filsuf Yunani, Pythagoras, ternyata adalah seorang vegetarian. Ia pun tergolong vegetarian yang unik, karena sangat menghindari kacang, terutama kacang fava (kara). Ia bahkan melarang pengikutnya untuk tidak mengonsumsi kacang.
ADVERTISEMENT
Bukan tanpa alasan ia melakukannya, namun di Yunani kuno, kacang menjadi tumbuhan yang memiliki simbol kematian. Mesir kuno juga menjadi salah satu kawasan yang enggan menanam kacang, sebagai dijelaskan oleh sejarawan Yunani, Herodotus, atas alasan yang sama. Oleh sebab itulah, baik di Mesir ataupun Yunani kuno, kacang sering digunakan dalam acara pengorbanan.
Saking keramatnya, di Yunani, para pemuka agama bahkan tidak berani menyebut kata “kacang” dari mulut mereka.
Bunga kacang fava | oleh Neva Swensen di Flickr
Bagaimanapun, penolakan Pythagoras terhadap kacang mendapat banyak perhatian, terutama dari para penulis kuno. Mereka menyebutkan bahwa Pythagoras percaya kacang fava mengandung jiwa-jiwa yang telah mati, karena bentuknya seperti daging. Bunganya juga berbintik hitam dengan batang yang berongga, sehingga membuat banyak orang yakin tanaman ini telah menghubungkan Bumi dengan Hades.
ADVERTISEMENT
Sebuah teori menyatakan bahwa kacang termasuk makanan yang sulit untuk dicerna, sehingga dapat mengganggu konsentrasi. Pythagoras tidak mau menerima risiko ini. Padahal, berdasarkan penelitian modern, kacang termasuk makanan yang dapat menjaga fungsi otak. Kacang juga memungkinkan orang untuk selalu buang angin.
Gambar dari Wikimedia Commons
Teori lainnya memaparkan bahwa ilmuwan kuno tersebut memang menerapkan gaya hidup semacam asketisme, laiknya sikap yang selalu disokong oleh rahmat. Berkat gaya hidup ini, Pythagoras selalu berupaya menjauhi kenikmatan fisik, agar dapat menjalani ritual untuk pemurnian jiwa.
Rujukan: