Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Moretta, Topeng Hitam Penutup Identitas dari Abad Ke-17
2 Januari 2020 8:15 WIB
Tulisan dari Absal Bachtiar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Jika Anda diundang datang ke pesta topeng dan ingin mengenakan sesuatu yang "sederhana namun seram", pertimbangkan untuk menggunakan topeng Moretta. Topeng yang populer di Paris dan Venesia selama abad pertengahan hingga akhir abad ke-17 ini merupakan topeng hitam berbentuk polos tanpa lubang hidung ataupun mulut. Kebanyakan digunakan oleh kaum wanita untuk menutupi identitas dan status sosial mereka.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan lukisan dari abad ke-17, topeng Moretta terlihat sangat menakutkan, seolah-olah orang yang digambarkan (yang sedang memamakai topeng itu) telah dipotong wajahnya. Salah satu lukisan itu The Rhinoceros dan The Meeting of The Procuratore and His Wife karya pelukis Venesia bernama Pietro Longhi. Mereka yang menggunakannya tidak akan bisa berbicara dengan leluasa sehingga terkesan bisu. Tidak heran jika Moretto dijuluki "Servetta Muta" atau "Pelayan Bisu". Topeng polos dan hitam ini menonjolkan mimik wajah pucat dan dingin.
Dahulu bahan pembuat topeng Moretta sangat sederhana terdiri dari bahan kartu atau kardus yang diberi campuran bahan lilin agar sedikit mengkilap lalu di cat atau dilapisi kain hitam untuk memberikan efek kosong. Moretta biasa dikenakan dalam kunjungan ke biara untuk menampilkan kesederhanaan dan, tentu saja, keheningan yang diciptakan oleh penampakan topeng itu sendiri.
Kepopuleran Moretta di Paris berkaitan dengan tradisi menutup wajah di depan umum yang dialami kaum wanita pada akhir tahun 1600 hingga 1700-an. Tradisi ini menuntut wanita menggunakan topeng sebagai "perlindungan dari tuduhan tidak sopan," kata Johnson, Profesor Sejarah di Boston University dan penulis Venice Incognito: Masker di Republik Seren.
ADVERTISEMENT
Kala itu, wanita kelas atas di Paris tidak diperbolehkan berjalan di depan umum sendirian. Apalagi ada anggapan jika wanita berani menampakkan wajahnya di depan umum akan dicap sebagai wanita kelas rendah, murahan, atau pelacur. Namun, dengan menggunakan topeng, para wanita itu dianggap telah memenuhi unsur kesopanan masyarakat Paris. Mereka dapat bebas berjalan sendirian di depan umum, dihormati dan aman. Secara harfiah membuatnya "tidak terlihat" di depan umun dari ketidaknyamanan.
Sementara di Venesia pada 1660 hingga 1670 memiliki hierarki sosial yang kaku, di mana 2 atau 3% dari populasi bangsawan tidak suka bergaul erat atau berbicara dengan rakyat jelata. Keadaan ini membuat sempit pergaulan diantara kelas sosial yang ada di masyarakat Venesia. Hadirnya topeng Moretta menjadi langkah busana unik yang mampu memecahkan ruang sosial tertutup masyarakat Venesia. Orang-orang mulai mengenakan topeng di depan umum sebagai cara memfasilitasi diri agar bisa dekat dengan status sosial berbeda. Aristokrat dapat minum dan berjudi bersama bangsawan absolut dan tidak ada yang akan tahu.
ADVERTISEMENT
Kendati begitu, penggunaan topen di masa lalu memiliki manfaat lain yaitu membantu menciptakan jarak yang mirip dengan kebiasaan modern (seperti mengenakan kaca mata hitam). Menurut Johnson, "Topeng bisa melindungi ruang psikis ketika Anda tidak memiliki ruang fisik." Dalam artian, menciptakan jarak yang membuat pemakai tidak perlu mengakui orang lain yang mereka kenal, jika mereka tidak mau. Sedangkan bagi wanita, topeng mampu membuat kulit wajah terhindar dari sinar matahari. "Wanita tidak selalu memakai topi, jadi mereka menggunakan topeng, termasuk Moretta sebagian untuk menjaga kulit pucat mereka dari sinar matahari," kata Johnson.
Sumber: venetoinside.com |britanica.com | ripleys.com
Sumber foto: commons.wikimedia.org