news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Sadaka Taşı, Tradisi Lampau untuk Bersedekah Tanpa Ria dengan Perantara Batu

Absal Bachtiar
Pencinta Cerita dan Asal-usul Kata
Konten dari Pengguna
17 Oktober 2020 9:26 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Absal Bachtiar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Flickr/Q8overseas
zoom-in-whitePerbesar
Flickr/Q8overseas
ADVERTISEMENT
Ketika Turki menutup masjid pada pertengahan Maret, untuk mencoba menghentikan penyebaran pandemi COVID-19, rak-rak sepatu, yang biasanya terisi penuh oleh sepatu jema’ah yang hendak melakukan ibadah, di masjid menjadi kosong. Salah satu imam muda masjid, Abdulsamet Çakır, tahu bahwa isi dompet beberapa anggota komunitasnya oun mungkin akan segera kosong, karena kegiatan ekonomi di kota banyak yang terpaksa berhenti akibat pandemi.
ADVERTISEMENT
“Pada hari masjid ditutup untuk sholat berjamaah, saya menyeret rak sepatu ke taman untuk membersihkannya dan kemudian mengisinya dengan beberapa bahan makanan yang saya beli,” kata Çakır. “Kemudian saya memanggil beberapa orang di lingkungan yang saya pikir mungkin membutuhkan dan mengundang mereka untuk datang mengambil apa yang mereka butuhkan.”
Inisatif yang dilakukan Çakır ternyata menyebar dan diketahui banyak orang dengan cepat. Segera, hal itu menarik donatur dari seluruh Istanbul, dan menarik perhatian media dari seluruh Turki, bahkan luar negeri.
Wikimedia Commons
Tetapi, apa yang terlihat seperti ide baru untuk masa pandemi itu sebenarnya terinspirasi oleh tradisi lokal, yang sudah sangat lama ada, yakni tradisi sadaka taşı atau batu amal.
“Orang yang mempunyai uang lebih akan meninggalkan sebagian di atas batu, dan mereka yang akan mengambilnya, akan mengambil sesuai dengan kebutuhan mereka,” jelas Çakir.
ADVERTISEMENT
Meskipun asal-usul pastinya tidak jelas, tradisi sadaka taşı diyakini berasal dari Zaman Ottoman, Dinasti Turki yang muncul di Anatolia (Turki modern) sekitar tahun 1300. Dinasti ini tumbuh menjadi sebuah kerajaan yang kuat; dan runtuh setelah Perang Dunia I. Selain di sana, batu amal juga telah ditemukan di Yerusalem, Tunis, Ohrid, dan tempat-tempat lain yang pernah menjadi bagian dari Kekaisaran Ottoman.
Setidaknya terdapat 160 batu amal diperkirakan berada di Istanbul saat ini, tetapi menemukannya bukanlah tugas yang mudah. Tidak sedikit batu yang tersisa adalah tunggul lapuk yang tertanam di trotoar. Ada yang telah dicat, dipindahkan ke sudut jalan, digunakan sebagai asbak, terkubur dalam konstruksi baru, atau mungkin dihancurkan seluruhnya.
Peneliti sejarah budaya, Nidayi Sevim, belum pernah mendengar tentang sadaka taşı sebelum pertengahan tahun 2000-an. Saat itu ia menemukan salah satunya di antara beberapa batu nisan yang dihias dengan rumit, yang sedang ia pelajari di distrik Eyüp di Istanbul. “Ini menarik perhatian saya karena berbeda —ada lekukan dan cekungan di bagian atas.” katanya.
ADVERTISEMENT
Dari beberapa sumber yang mengulas perihal masalah-masalah ini, diketahui bahwa batu-batu ini biasanya adalah pilar tanpa hiasan setinggi 1 sampai 1,8 meter. Itu dipasang di beberapa lokasi dengan latar belakang yang sama: di halaman masjid, pintu masuk makam, kaki jembatan, dan di sebelah air mancur umum.
"Logika dari sadaka taşı yang (berukuran cukup) tinggi adalah bahwa Anda harus menjangkau dari atas batu jika ingin tahu apa yang ada di atasnya, sehingga tidak ada yang bisa melihat apakah Anda menaruh uang di atasnya,” kata Ali Çarkoğlu, seorang profesor di Koç University di Istanbul, yang mempelajari tentang filantropi di Turki.
Anonimitas ini mencerminkan ajaran Islam bahwa amal diberikan dengan cara menjaga martabat orang yang membutuhkan; dan menjaga orang kaya agar tidak terlalu sombong.
ADVERTISEMENT
Referensi: