Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Sejarah Warna Ungu, Menjijikkan dan Menyombongkan
10 Agustus 2018 21:11 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:07 WIB
Tulisan dari Absal Bachtiar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Foto: Kain warna ungu | Flickr/Scott Robinson
Menurut ahli tata bahasa Yunani abad ke-2, Julius Pollux, warna ungu ditemukan secara kebetulan oleh anjing milik Hercules. Mitos penemuan warna ungu juga diceritakan lewat lukisan "Hercules’ Dog Discovers Purple Dye", ketika sang anjing digambarkan sedang menggigit siput laut.
ADVERTISEMENT
Dahulu kala, menghasilkan warna ungu memang tidak mudah. Demi mendapatkannya, pada abad ke-16 sebelum Masehi, orang-orang dari Phoenicia mesti mengeringkan siput laut dan mengambil kelenjar berbau busuk yang terletak tepat di belakang rektumnya.
Begitu selembar kain diwarnai ungu, baunya masih tetap busuk. Tetapi, harganya justru mahal. Bagi orang-orang Yunani Kuno dan Romawi, ungu menegaskan kewibawaan, kemewahan, serta menegaskan tatanan sosial yang lebih tinggi.
Di Yunani Kuno, hak untuk berbusana dalam warna ungu bahkan dikontrol ketat oleh undang-undang. Hanya orang-orang dengan pengaruh politik yang kuat saja yang boleh memakainya. Semakin tinggi kelas sosial seseorang, kian banyak kelenjar ungu dari siput laut yang boleh dia tuangkan pada kainnya.
Meski begitu, warna ungu juga pernah berbuah kematian. Suatu ketika, Raja Ptolemeus dari Mauretania memilih berbusana dengan warna ungu untuk melakukan kunjungan ke tempat Kaisar Caligula. Alhasil, Raja Ptolemeus malah dihukum mati lantaran Caligula menafsirkan warna ungu sebagai tindakan agresi imperial.
ADVERTISEMENT