Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Tarab, Kunci Kebahagiaan Masyarakat Suriah di Tengah Perang
15 Januari 2021 15:06 WIB
Tulisan dari Absal Bachtiar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Orang-orang Amerika Serikat yang hidup di New Orleans memiliki jaz; dan orang Eropa di Wina memiliki musik klasik. Selera bermusik ini ialah identitas yang berkaitan dengan kenyamanan massa. Sama halnya dengan orang-orang Suriah di Aleppo, mereka memiliki tarab sebagai selera masyarakatnya.
ADVERTISEMENT
Tarab merupakan musik tradisonal asal Aleppo yang biasa dimainkan dengan alat musik mirip sitar, yang disebut qanun. Beriringan dengan sebuah kecapi Arab berbentuk buah pir, yang disebut oud; seruling panjang yang disebut ney; dan kadang-kadang dengan rebab, alat musik membungkuk tertua di dunia.
Tarab juga adalah musik rakyat Arab klasik, dengan para vokalis yang menyanyikan syair. Mereka mengulangi puisi muwashahshat selama berjam-jam, sehingga memicu keadaan setengah sadar.
Mengapa dapat bersenandung sampai menjadi setengah sadar? Hal ini karena tarab sebetulnya bukan hanya jenis musik, tetapi sebuah wujud atau setidaknya manifestasi. Dalam bahasa Arab, "tarab" merupakan kata kerja yang berarti "perasaan emosi" atau "kegembiraan yang meningkat".
Bila genre musik, seperti blues Amerika, tango Argentina, dan fado Portugis, meneteskan rasa sakit dan kerinduan, tarab telah terkenal sejak abad pertengahan karena kekuatan pemicu ekstasi untuk para pendengarnya, baik melalui lirik suka atau duka.
ADVERTISEMENT
Secara budaya, peran Aleppo sebagai tempat lahir seni Arab abad pertengahan telah didukung oleh berbagai faktor. Posisinya di ujung barat Jalur Sutra telah membantunya berkembang sebagai pusat musik yang hidup, dengan pengaruh Aram (Suriah kuno), Kurdi, Irak, Turki, dan Asia Tengah. Kota yang terkurung daratan ini juga telah menghasilkan beberapa vokalis tarab paling terkenal di dunia, seperti Sabah Fakhri, Bakri al-Kurdi, dan Sabri Moudallal.
Orang-orang Aleppo pun mempertahankan reputasi dan kecintaannya pada seni tradisional. Mereka sangat bangga sebagai penjaga budaya. Penduduk kota terbesar di Suriah ini telah sejak lama menjaga puisi muwashahshat, yang diperkenalkan Moor sejak lebih dari 1.000 tahun lalu.
Terkhusus untuk tarab, pertunjukan publik biasanya dimulai dengan puisi tentang Aleppo, yang sering memuji perannya dalam melestarikan musik tradisional. Sebelum para musisi memasuki keadaan pengangkatan transformatif (baca: keadaan setengah sadar) dan menyanyikan muwashshahat atau puisi qudud sehari-hari dalam dialek Aleppine.
ADVERTISEMENT
Lalu, saat oud dan qanun menenun masuk dan keluar, dari tangga nada dan harmoni yang dipetik, sang vokalis bersandar pada nyanyian melodi bernada tinggi yang hampir menghipnotis. Ia mengikat dirinya sendiri kepada penonton dan mengajak mereka untuk berinteraksi.
Bagaimanapun spesialnya, di Aleppo, tarab sebenarnya bukan hanya sesuatu yang dipraktikkan oleh penyanyi terlatih. Ini adalah bagian integral dari kehidupan sehari-hari dan musik latar kota.
Meskipun PBB memperkirakan bahwa lebih dari 12 juta warga Suriah telah mengungsi secara internal dan luar negeri, warisan musik yang kaya di negara itu terus bertahan. Pada 2017, otoritas Suriah meluncurkan inisiatif agar Aleppo dinominasikan sebagai Kota Musik Unesco. Pada tahun yang sama, amfiteater di benteng abad pertengahan kota itu menyelenggarakan konser tarab pertamanya, sejak pecahnya perang Suriah pada 2011.
ADVERTISEMENT