Konten dari Pengguna

Terciptanya Vampir dalam Kajian Ilmiah, Bermula dari Penyakit

Absal Bachtiar
Pencinta Cerita dan Asal-usul Kata
4 Desember 2020 15:54 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Absal Bachtiar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Dari sudut pandang ilmiah, kemunculan vampir tidak berkaitan sama sekali dengan kutukan, sihir hitam, atau perjanjian dengan iblis. Kemalangan yang membawa ketakutan ini justru berasal dari sebuah penyakit.
Ilustrasi vampir | Flickr/ outcast104
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi vampir | Flickr/ outcast104
Catatan tertua tentang kepercayaan akan vampir diyakini sudah dimulai pada tahun 1047. Pada tahun itu, orang-orang di Slavia Timur menyebut mahluk pengisap darah sebagai upire; dan kata inilah yang diturunkan dan diserap menjadi vampire.
ADVERTISEMENT
Bagaimanapun, kepercayaan akan mahluk semacam itu, yang hanya keluar pada malam hari dan mengisap darah manusia, konon juga sudah ada sejak zaman Yunani kuno. Sudah sejak lama pula, banyak asumsi mengenai "bagaimana mereka tercipta".
Mereka yang percaya hal mistis tentu akan mengaitkan penciptaannya dengan sihir hitam atau perjanjian dengan iblis. Tetapi, dari sudut pandang ilmiah, kemunculan vampir mungkin saja tidak berasal dari kutukan, melainkan dari sebuah penyakit yang sering dikaitkan dengan hal supranatural.

Porfiria

Banyak peneliti telah menunjuk porfiria sebagai penyakit yang, kemungkinan sejak dahulu, telah dikaitkan dengan legenda vampir. Penyakit ini ialah kelainan kondisi darah, dengan akumulasi porfirin yang berlebihan mengganggu kinerja hemoglobin (protein sel darah merah yang mengangkut oksigen).
ADVERTISEMENT
Dalam sebagian kasus, selain menderita kerusakan sistem metabolisme, penderita porfiria merasakan gatal-gatal, ruam, lecet, dan lepuh, setiap kali kulit terkena sinar Matahari. Air seni mereka pun sering berwarna ungu.
Salah satu tokoh terkemuka yang diketahui pernah mengidap penyakit ini ialah Raja George III, penguasa Britania Raya. Porfiria telah mengakibatkan kerusakan pada sistem sarafnya. Hampir sepanjang hidupnya ia dikenal sebagai sosok tempramen, agresif, dan suka meracau; dan ia pun tersiksa oleh halusinasi, insomnia, kegelisahan, bahkan paranoia. Malang nabisnya, dahulu ahli medis masih belum tahu bahwa Raja George III menderita akibat porfiria.
Untuk perawatannya, terkadang penderita porfiria mesti menerima transfusi darah secara rutin, demi meningkatkan kualitas hemoglobin. Kondisi yang senantiasa butuh akan darah inilah yang menggiring publik untuk mengaitkan porfiria dengan kemunculan vampirisme.
ADVERTISEMENT

Katalepsi

Di Eropa Timur pada masa lampau, khususnya di area terpencil seperti Transilvania, Rumania, bencana dan tragedi kerap dikaitkan dengan eksistensi mahluk mistis. Biasanya setelah prahara melanda, orang-orang akan membongkar banyak kuburan, demi memastikan tidak ada mahluk mistis yang bersembunyi.
Cara seperti itu kadang kala tidaklah sia-sia, sebab dalam beberapa kasus mereka berhasil menemukan mayat yang mulutnya berlumuran darah segar. Seakan-akan mayat ini telah gentayangan mencari korban saat malam hari dan kembali beristirahat setelahnya. Mereka pun segera membakarnya, tanpa berpikir panjang, demi menghilangkan kesialan.
Akan tetapi, yang belum diketahui pada masa lalu, kondisi mayat seperti itu terjadi karena katalepsi. Sama sekali bukan vampirisme.
Gejala penyakit katalepsi membuat seseorang berada dalam keadaan katatonia (amat kaku dan sama sekali tidak bergerak), sehingga denyut nadi mereka pun sulit dideteksi. Walhasil, orang yang mengalami katalepsi kerap dinyatakan telah meninggal dunia, namun beberapa waktu kemudian hidup kembali.
ADVERTISEMENT
Sering kali, mereka yang mengalami katalepsi pun dikubur hidup-hidup. Ketika terbangun, mereka cenderung menggila karena begitu ketakutan. Mereka pun lazimnya akan merasa sangat kelaparan, sehingga cenderung menggigit dirinya sendiri sampai berdarah-darah.

Rabies

Ada kemungkinan bahwa, bersama dengan mitos kemunculan manusia serigala, cerita vampir juga berasal dari rabies.
Dokter Juan Gómez-Alonso, penulis buku Los vampiros a la luz de la medicina, telah menunjukkan keterkaitan dua hal tersebut, melalui gejala-gejala rabies, seperti suara yang terdistorsi, wajah yang memucat, gelisah, terkadang berperilaku liar, dan agresif, yang semua ini membuat penderitanya tampak lebih mengerikan daripada manusia biasa. Terkadang, mereka bahkan menggigit.
Dalam beberapa kasus, pengidap rabies juga enggan terkena cahaya dan air. Mereka pun amat peka terhadap rangsangan, sehingga bisa mengalami efek halusinasi yang aneh.
ADVERTISEMENT
Selain itu, dalam tradisi cerita rakyat Eropa Timur, vampir tidak dianggap mengubah diri menjadi kelelawar, tetapi menjadi serigala atau anjing. Dua binatang ini jelas merupakan vektor (pembawa dan penyebar) utama rabies.
Bagi kita yang hidup semasa ilmu medis telah berkembang pesat, penyakit-penyakit itu perlu ditangani dengan obat, perawatan, atau vaksin. Tetapi, masyarakat terdahulu belum serasional ini, sehingga diagnosis akan sebuah penyakit pun sering bercampur dengan takhayul.
Rujukan: