Konten dari Pengguna

Tren Jual Beli Mayat untuk Keperluan Pendidikan pada Abad Ke-19

Absal Bachtiar
Pencinta Cerita dan Asal-usul Kata
15 Oktober 2020 14:42 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Absal Bachtiar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi mayat | Flickr/Gary Todd
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi mayat | Flickr/Gary Todd
ADVERTISEMENT
Baltimore benar-benar pernah menjadi tempat populer bagi mereka yang bergelut dalam bisnis perampasan mayat kuburan. Kota ini dipenuhi dengan sekolah kedokteran bergengsi, yang berarti bahwa untuk melakukan penelitian atau menyelidiki lebih lanjut anatomi manusia, mereka membutuhkan tubuh dan organ di dalamnya. Permintaan jasad senantiasa tinggi, dan iklim pada dasarnya ideal untuk penggali. Kebanyakan area kuburannya terletak di zona beriklim sedang, dengan sedikit atau tanpa tanah beku, terlepas dari musimnya.
ADVERTISEMENT
Pada awal abad ke-19, di Amerika Serikat, tidak ada prosedur standar untuk menerima subjek medis. Sekolah membutuhkan materi pembedahan dan bersedia membayar untuk mendapatkannya. Walhasil, banyak orang bersedia mencari mayat dengan berbagai cara, untuk menjalani profesi yang suram ini demi uang.
Namun, menjarah tanah untuk mengambil mayat yang baru terkubur, bukanlah tugas yang mudah. Para penggali harus susah payah membuka peti mati, membuka tutupnya dengan sekop, dan memasang pengait besar di leher atau ketiak mayat. Lalu mereka menarik mayat itu dengan katrol bertali untuk mengangkat tubuh dari tempat peristirahatannya yang damai.
Selanjutnya, untuk mengirim jenazahnya ke tempat lain, mereka tentu tidak bisa melenggang begitu saja di jalan. Kenyataan ini menjadikan sistem kereta api, yang baru diaplikasian pada tahun 1828, sebagai sahabat baru mereka. Mayat-mayat itu dilipat ke dalam tong dan diisi dengan wiski, untuk menutupi bau tak sedap. Di tempat tujuan akhir, profesional medis akan mengeluarkan mereka dan memulai prosedur.
ADVERTISEMENT
Bengalnya para penjual mayat yang serakah, kesukaan mendapatkan uang ekstra membuat aksi mereka tidak berhenti menjual mayat saja. Wiski "rotgut", sisa dari dalam tong yang berisi mayat, dijual ke publik sebagai minuman keras.

Aksi lebih parah di Eropa

Ilustrasi pencuri mayat | Wikimedia Commons
William Burke dan William Hare adalah dua pria yang terlalu tidak sabar untuk menjadi penggali kuburan dan mencuri mayat. Daripada menunggu orang mati secara alami, mereka memilih opsi yang lebih cepat: membunuh.
Kurang dari setahun, keduanya membunuh 16 orang dan menjual mayat mereka kepada Dr. Robert Knox, dosen anatomi independen di Edinburgh's Surgeon’s Square, Skotlandia.
Dalam menjalankan aksinya, mereka biasanya mulai membujuk korban ke bar, membuat mereka mabuk berat, membawa ke tempat sepi, lalu mencekiknya. Praktik membunuh dan menjual jasad mati ini dikenal sebagai "Burking".
ADVERTISEMENT
Setelah akhirnya ditangkap dan dituntut atas tindakan kriminalnya, Burke dijatuhi hukuman gantung pada Januari 1829.
Namun, itu bukanlah akhir aksi dari para perampok kuburan. Barulah pada tahun 1900, setelah badan-badan anatomi dibentuk untuk mengalokasikan mayat yang tidak diklaim, perdagangan mayat akhirnya menurun drastis.
Referensi: