Konten dari Pengguna

Apotek Jadi Tempat Curhat Kesehatan, Bukan Cuma Ambil Obat Saja

Ilham Hidayat
Apoteker Ber STR Kemenkes RI - Komisaris Klinik Pratama - Founder Komunitas AI Farmasi (PharmaGrantha AI)-Pemerhati Kebijakan Kesehatan
28 Mei 2025 15:32 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-circle
more-vertical
Kiriman Pengguna
Apotek Jadi Tempat Curhat Kesehatan, Bukan Cuma Ambil Obat Saja
Apotek bisa jadi ruang curhat soal kesehatan, bukan sekadar ambil obat. Saatnya apoteker tampil sebagai mitra penyembuhan paling dekat.
Ilham Hidayat
Tulisan dari Ilham Hidayat tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Kredit gambar: Ilustrasi buatan AI menggunakan ChatGPT/DALL·E oleh Ilham Hidayat (dokumen pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Kredit gambar: Ilustrasi buatan AI menggunakan ChatGPT/DALL·E oleh Ilham Hidayat (dokumen pribadi)
ADVERTISEMENT
"Apotek itu kayak warung, cuma isinya obat."
Pernyataan ini terdengar akrab, kan? Kita semua pernah mengalaminya—masuk apotek, menanyakan obat, bayar, dan pulang. Hubungan kita dengan apotek seringkali sekadar transaksi. Cepat, praktis, dan tanpa basa-basi. Apalagi kalau sedang antre obat BPJS di apotek klinik pratama—pengalaman menunggu yang kadang lebih lama dari waktu mendapatkan obatnya.
ADVERTISEMENT
Tapi tunggu dulu, benarkah itu satu-satunya fungsi apotek? Atau sebenarnya kita kehilangan peluang besar di balik etalase penuh obat itu?

Saat Apotek Sekadar Jadi "Toko Obat"

Mari jujur: seberapa sering kita benar-benar berdiskusi dengan apoteker saat mengambil obat? Paling banter kita dengar, “Diminum tiga kali sehari setelah makan, ya.” Lalu selesai. Padahal, bisa jadi obat itu berinteraksi dengan suplemen yang kita minum, atau punya efek samping yang belum kita sadari.
Di sistem BPJS misalnya, apoteker bekerja di bawah tekanan antrean panjang dan target pelayanan. Mereka harus cepat dan efisien. Akibatnya, pasien sering hanya pulang dengan obat—tanpa pemahaman. Edukasi terabaikan, komunikasi minim, dan efeknya? Pasien kadang bingung setelah sampai rumah dan sederhananya hanya mengingat informasi ringkas yang diterima saja.
ADVERTISEMENT
Sungguh sayang. Apoteker punya ilmu, tapi tak diberi ruang.

Bayangkan Jika Apotek Menjadi “Pusat Konsultasi Kesehatan Pribadi”

Sekarang bayangkan skenario yang berbeda. Anda masuk apotek dengan suasana nyaman. Apoteker menyambut hangat, bukan dengan ekspresi lelah, tapi dengan minat untuk mendengar. Anda bisa cerita soal gejala yang Anda rasakan, bingung memilih vitamin, atau ingin tahu apakah obat lama Anda masih cocok.
Lalu apoteker memberi saran yang tepat—berdasarkan pengetahuan farmakologi, interaksi obat, dan riwayat kesehatan Anda. Mereka bukan hanya penjaga etalase, tapi mitra kesehatan. Seperti dokter keluarga, tapi dalam versi farmasi. Inilah konsep “apoteker keluarga” yang kita butuhkan.

Kenapa Transformasi Ini Mendesak?

Minum obat itu bukan perkara sepele. Interaksi antar obat, efek makanan, hingga kondisi tubuh kita bisa memengaruhi hasil terapi. Apoteker adalah benteng terakhir sebelum obat masuk ke tubuh.
ADVERTISEMENT
Untuk keluhan ringan atau pertanyaan tentang penggunaan obat, kadang tak perlu langsung ke dokter. Apoteker bisa memberi jawaban cepat, valid, dan hemat waktu serta biaya.
Penjelasan yang personal dari tenaga kesehatan memberi rasa tenang. Ketika kita paham obat apa yang diminum dan kenapa, kita lebih yakin—dan itu bagian dari proses penyembuhan.

Bukan Mustahil: Begini Caranya

Mengubah peran apotek dari sekadar toko menjadi pusat layanan kesehatan tentu tak bisa instan. Tapi sangat mungkin. Dan ini bukan hanya tugas apoteker semata.
🔹 Apoteker harus naik kelas.
Bukan hanya hafal nama dagang obat, tapi juga komunikatif, empatik, dan selalu update ilmu. Mereka perlu percaya diri tampil di depan, bukan bersembunyi di balik meja kasir.
ADVERTISEMENT
🔹 Apotek harus menyediakan ruang konsultasi.
Tidak harus mewah, yang penting privat dan nyaman. Pasien berhak merasa aman saat berbicara soal kesehatannya, tanpa harus bisik-bisik di depan antrean.
🔹 Pemerintah harus hadir.
Regulasi perlu memberi tempat bagi layanan farmasi berbasis konsultasi. Perlu ada pengakuan atas jasa apoteker dalam edukasi pasien—bukan hanya menghitung berapa obat yang dibungkus.
🔹 Masyarakat juga harus berubah.
Mulailah datang ke apotek untuk bertanya, bukan sekadar membeli. Hargai waktu dan ilmu apoteker, karena konsultasi mereka bukan bonus, tapi bagian penting dari proses penyembuhan.

Penutup: Apotek Masa Depan Ada di Tangan Kita

Di tengah gempuran e-commerce obat dan perang harga yang kejam, apotek punya peluang langka untuk tampil beda: jadi tempat konsultasi kesehatan pribadi yang manusiawi.
ADVERTISEMENT
Apakah kita siap menjadikan apotek sebagai tempat curhat kesehatan pertama, dan apoteker sebagai ahli yang kita cari—bukan hanya saat sakit, tapi juga saat ingin tetap sehat?