Konten dari Pengguna

Naik Kelas atau Tergusur: Otomasi, AI, dan Jalan Sunyi Profesi Apoteker

Ilham Hidayat
Apoteker Praktik - Komisaris Klinik Pratama Monhal Persada - Presidium Nasional Farmasis Indonesia Bersatu - Founder Komunitas AI Farmasi (PharmaGrantha AI)
2 Mei 2025 16:30 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ilham Hidayat tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

Naik Kelas atau Tergusur: Otomasi, AI, dan Jalan Sunyi Profesi Apoteker

Kredit gambar: Ilustrasi buatan AI menggunakan ChatGPT/DALL·E oleh Ilham Hidayat (dokumen pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Kredit gambar: Ilustrasi buatan AI menggunakan ChatGPT/DALL·E oleh Ilham Hidayat (dokumen pribadi)
ADVERTISEMENT
Di sebuah rumah sakit swasta yang baru saja selesai direnovasi, ruang pelayanan farmasi tampak lebih sepi dari biasanya. Bukan karena jumlah pasien berkurang, melainkan karena pekerjaan yang dulu dilakukan oleh lima asisten apoteker kini hanya membutuhkan dua orang—dibantu satu sistem distribusi obat otomatis dan satu layar sentuh.
ADVERTISEMENT
Satu unit mesin pintar dapat menyiapkan resep dalam waktu dua menit. Tanpa lelah, tanpa kesalahan pengetikan etiket, dan tanpa lupa mencatat stok. Praktis, efisien, dan… menyisakan pertanyaan getir: apakah profesi kefarmasian sedang berjalan menuju senja?

Ketika Teknologi Tidak Lagi Netral

Kecerdasan buatan (AI) dan otomasi bukanlah barang baru. Di sektor manufaktur, keduanya telah menggantikan ribuan pekerja. Di dunia kesehatan, mereka mulai menyusup sebagai asisten diagnosis, percakapan otomatis (chatbot) konsultasi, hingga pengelola data pasien. Kini diluar negeri, AI hadir di balik etalase apotek, menyusun dosis dan mengingatkan interaksi obat lebih cepat daripada manusia.
Bagi profesi kefarmasian, ini bukan sekadar inovasi. Ini adalah disrupsi struktural.
Banyak pekerjaan teknis kefarmasian—seperti pelabelan, distribusi obat (dispensing), pencatatan stok, dan pemantauan tanggal kedaluwarsa—mulai diambil alih oleh sistem. Semua itu dahulu merupakan tugas harian asisten apoteker dan bahkan sebagian apoteker yang masih berada dalam zona nyaman layanan teknis.
ADVERTISEMENT
Pertanyaannya: apakah kita siap?

Yang Tergantikan Lebih Dahulu: Level 5

Sistem Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) membagi jenjang kompetensi tenaga kerja berdasarkan kemampuan berpikir, bertindak, dan bertanggung jawab. Asisten apoteker berada di KKNI Level 5, yang secara definisi fokus pada pekerjaan dengan prosedur tetap, bersifat teknis, dan berada di bawah pengawasan.
Sayangnya, justru pada level inilah otomasi paling cepat menembus. Karena teknologi sangat mahir menggantikan pekerjaan yang:
• Berulang (repetitif),
• Mengikuti instruksi tetap,
• Tidak membutuhkan interpretasi etik atau klinis.
Dengan kata lain, KKNI Level 5 adalah kelompok paling rentan tergantikan oleh kecerdasan buatan.
Tanpa perubahan peran atau peningkatan kompetensi, tenaga teknis kefarmasian bisa menjadi kelompok yang pertama kali kehilangan tempat. Dan itu bukan kesalahan siapa pun. Itu adalah akibat dari keterlambatan dalam membaca perubahan zaman.
ADVERTISEMENT

Justru KKNI Level 7 yang Bersinar

Sebaliknya, apoteker ditempatkan pada KKNI Level 7, dengan mandat kompetensi yang jauh lebih kompleks. Apoteker dituntut untuk:
• Mengambil keputusan berbasis bukti dan etika,
• Memimpin sistem pelayanan,
• Mengembangkan inovasi farmasi,
• Melakukan edukasi kepada pasien dan masyarakat,
• Memanfaatkan teknologi sebagai alat bantu, bukan ancaman.
Namun, ironisnya, banyak apoteker masih bertahan di zona teknis. Lebih sibuk pada operasional logistik daripada manajemen terapi pasien. Lebih nyaman mengatur stok daripada menjadi mitra klinis sejajar dengan tenaga medis lainnya.
Padahal, jika apoteker sungguh menjalankan peran KKNI Level 7, maka posisi mereka akan semakin dibutuhkan, bukan tergantikan.
AI tidak dapat menggantikan kepekaan klinis, empati terhadap pasien, pengambilan keputusan dalam kondisi tidak pasti, atau koordinasi antartenaga kesehatan. Di sinilah letak keunikan apoteker masa depan—jika bersedia naik kelas.
ADVERTISEMENT

Profesi Tidak Hilang, Peran yang Bisa Redundan

Kita sering menyalahkan teknologi, padahal yang seharusnya dikaji ulang adalah posisi kita dalam ekosistem pelayanan kesehatan.
Profesi tidak hilang. Namun peran-peran di dalamnya bisa menjadi usang dan tergantikan.

Jangan Salah Membaca Zaman

Ada dua jenis respons terhadap perubahan besar: bertahan pada masa lalu atau menyambut masa depan.
Apoteker yang masih terpaku pada praktik era analog, akan merasa asing di tengah ekosistem pelayanan kesehatan berbasis data, robot, dan keputusan klinis berbantuan AI.
ADVERTISEMENT
Sebaliknya, apoteker yang memanfaatkan momentum ini untuk membekali diri—dengan kemampuan berpikir sistemik, komunikasi antartenaga kesehatan, literasi data, hingga inovasi layanan—akan menjadi tulang punggung sistem kesehatan yang baru.

Saatnya Kita Naik Kelas, Bersama

Transformasi tidak bisa ditunda. Otomasi sudah berjalan. AI sudah masuk ke lini pelayanan yang paling dasar.
Kini, giliran kita merespons.
Jika kamu seorang apoteker:
Naikkan standar kompetensimu. Wujudkan KKNI Level 7 secara utuh. Masuki ranah-ranah yang tidak bisa dijangkau oleh algoritma—ranah etika, klinis, edukasi, dan kepemimpinan.
Jika kamu asisten apoteker:
Buka ruang belajar. Pelajari keterampilan baru. Bangun kolaborasi aktif dengan apoteker yang progresif.
Jika kamu pemangku kebijakan atau pendidik:
Bangun jembatan antara pendidikan dan praktik. Persiapkan lulusan untuk menghadapi kenyataan, bukan hanya sekadar mengisi lembar jawaban.
ADVERTISEMENT
Jika kamu bagian dari organisasi profesi:
Perubahan tidak untuk dilawan, tetapi untuk dikendarai. Jangan tunggu anggotamu berpaling untuk mulai berbenah.

Karena pada akhirnya...

Yang bertahan bukan yang paling kuat, tapi yang
paling adaptif.
Dan di dunia yang dipenuhi kecerdasan buatan dan sistem pintar, hanya manusia yang benar-benar profesional yang akan tetap punya tempat.