Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Saatnya Profesi Apoteker Berdiri Tegak: Menyambut Usulan Definisi dari FIB
10 Mei 2025 14:12 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Ilham Hidayat tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Ketika Organisasi Profesi Apoteker Farmasis Indonesia Bersatu (FIB) mengajukan usulan definisi baru tentang profesi apoteker kepada Presiden Republik Indonesia belum lama ini, saya langsung merasa ini adalah langkah berani yang sudah lama dinanti. Di tengah krisis identitas profesi yang terus membayangi, FIB menawarkan jawaban yang tidak sekadar administratif, melainkan menyentuh akar filosofis dan sosial dari keberadaan seorang apoteker.
ADVERTISEMENT
Menjawab Kekosongan Makna
Sebagaimana kita tahu, definisi apoteker dalam regulasi saat ini — sejak PP No.41/1990 sampai pada Permenkes No. 17 Tahun 2024 — selama kurang lebih 34 tahun hanya menyebut:
Tidak ada satu pun unsur dalam kalimat itu yang menunjukkan kewenangan, akuntabilitas, atau peran profesional yang melekat pada apoteker. Bandingkan dengan definisi profesi dokter atau advokat, yang secara eksplisit menyatakan kewenangan dan tanggung jawab praktiknya.
Dalam ruang kebijakan kesehatan, ini bukan sekadar soal redaksi. Ini menyangkut posisi hukum dan sosial profesi. Ketika identitas hukum tidak tegas, maka peran apoteker pun mudah terpinggirkan — entah dalam tim medis, sistem pelayanan publik, atau bahkan dalam persepsi masyarakat.
ADVERTISEMENT
Sebuah Definisi yang Bernyawa
Inilah mengapa saya menyambut baik definisi usulan FIB yang menyatakan:
Definisi ini mengembalikan apoteker ke tempat semestinya: sebagai penjaga terapi, bukan sekadar pelengkap prosedur. Kalimat ini menegaskan bahwa apoteker adalah:
• Profesional, bukan teknisi semata;
• Mandiri dan kolaboratif, bukan subordinat;
• Berbasis ilmu dan etika, bukan pelaksana pasif regulasi.
Sebagai praktisi dan pengelola layanan kesehatan, saya melihat bahwa ini adalah bentuk redefinisi ontologis yang sangat penting. Ia tidak hanya menyusun ulang kalimat, tetapi membangun kembali kesadaran kolektif: mengapa profesi ini ada, dan untuk siapa ia berpraktik di bidang – bidang kefarmasian.
ADVERTISEMENT
Relevansi di Tengah Tantangan Sistem Kesehatan
Kita hidup di era di mana tantangan kesehatan semakin kompleks: resistensi antibiotik, self-medication yang berlebihan, hingga maraknya hoaks pengobatan. Dalam konteks ini, kehadiran apoteker yang kompeten dan diakui secara profesional sangat krusial.
Tapi bagaimana bisa apoteker menjalankan peran strategis ini jika bahkan dalam peraturan perundang-undangan, eksistensinya belum didefinisikan secara utuh?
Definisi FIB menjadi fondasi untuk membangun kembali ruang praktik yang berimbang dan adil. Apoteker perlu ditempatkan sebagai mitra sejajar dalam sistem kesehatan — dari pelayanan primer di komunitas hingga peran klinis di rumah sakit. Mereka bukan hanya "menyerahkan obat", tapi memastikan penggunaan obat yang efektif, aman dan efisien.
Membangun Kesadaran Profesi dan Masyarakat
Usulan definisi ini juga membuka ruang baru untuk membentuk narasi publik tentang profesi apoteker. Selama ini, citra apoteker di mata masyarakat cenderung administratif. Dengan narasi baru ini, publik akan semakin memahami bahwa apoteker bukan hanya "yang berdiri di balik meja apotek", melainkan penjaga keselamatan terapi pasien.
ADVERTISEMENT
Dan yang tidak kalah penting: narasi ini menjadi pondasi pendidikan profesi di tingkat akademik. Mahasiswa farmasi perlu dididik tidak hanya untuk tahu obat, tetapi untuk mengasuh pasien dengan ilmu obat — sesuai semangat yang tertuang dalam definisi FIB.
Menegaskan Peran, Meningkatkan Kewenangan
Sudah saatnya profesi apoteker memiliki definisi yang setara dengan tanggung jawabnya. Jika selama ini banyak kebijakan publik ragu melibatkan apoteker secara strategis, salah satu sebabnya adalah lemahnya pijakan normatif atas identitas mereka.
Dengan usulan FIB ini, kita tidak hanya bicara soal harga diri profesi. Kita sedang membangun kerangka hukum dan sosial yang menjamin keberlangsungan profesi apoteker sebagai garda depan kesehatan masyarakat.
Ini bukan soal melebih-lebihkan peran. Ini soal menghormati kenyataan bahwa apoteker adalah satu-satunya tenaga kesehatan yang secara khusus dididik untuk memahami, mengelola, dan bertanggung jawab atas penggunaan sediaan farmasi. Dalam sistem yang sehat, keahlian ini tidak boleh diabaikan.
ADVERTISEMENT
Penutup: Dari Usulan Menuju Perubahan Nyata
Usulan definisi dari FIB bukan sekadar dokumen normatif. Ini adalah gerakan identitas. Gerakan untuk mengembalikan martabat profesi. Gerakan untuk memastikan bahwa apoteker tidak sekadar hadir, tapi juga diakui, dilibatkan, dan diberi ruang untuk berperan secara utuh.
Sebagai apoteker dan pelaku sistem kesehatan, saya percaya: usulan ini layak untuk didukung, disahkan, dan dijadikan landasan dalam setiap kebijakan pengembangan tenaga kesehatan ke depan.
Karena pada akhirnya, sistem kesehatan yang adil dan berfungsi baik, adalah sistem yang mengenal dan menghargai setiap profesi sesuai dengan hakikatnya.
Dan apoteker, dalam hakikatnya, adalah penjaga akal sehat dalam penggunaan obat.
________________________________________
Tulisan ini merupakan bentuk apresiasi terhadap langkah berani FIB dan seruan untuk semua pemangku kebijakan agar mulai membangun sistem kesehatan dari pondasi yang benar: dari identitas profesi yang utuh.
ADVERTISEMENT