Konten dari Pengguna

Resensi Novel "Pulang" Karya Toha Mohtar

Abu Bakar Sabirin
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
16 November 2022 13:36 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Abu Bakar Sabirin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto cover novel "Pulang" Karya Toha Mohtar, cetakan kesembilan. Sumber: Abu Bakar Sabirin
zoom-in-whitePerbesar
Foto cover novel "Pulang" Karya Toha Mohtar, cetakan kesembilan. Sumber: Abu Bakar Sabirin
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Judul : Pulang
Penulis : Toha Mohtar
ADVERTISEMENT
Penerbit : Pustaka Jaya
ISBN : 979-419-131-0
Cetakan : kesembilan (2001)
Sinopsis
Novel pulang mengisahkan seorang pemuda yang memutuskan untuk pulang ke kampung halamannya setelah tujuh tahun menjadi Heiho, pemuda tersebut bernama Tamin, saat pemuda tersebut pulang ke kampungnya yang terletak di sekitar gunung willis, Tamin masih tak menyangka karena selama tujuh tahun ditinggal pergi untuk melakukan perjalanan panjang ke Burma, keadaan kampung halamannya tidak ada yang berubah.
Saat Tamin tiba di kampung halamannya, ibunya sangat terkejut karena melihat sosok Tamin yang tinggi, tegap, dan berkulit hitam. Ayahnya juga masih tak percaya, sedangkan adiknya yang bernama Sumi masih tidak asing dengan sosok Tamin.
Pada malam hari, Ibunya menceritakan tentang sahabat-sahabat Tamin. Ibunya bercerita tentang sahabat Tamin yang bernama Pardan dan Gamik yang telah gugur melawan Belanda.
ADVERTISEMENT
Setelah bercerita tentang sahabat-sahabatnya, Tamin teringat tentang sepetak sawah milik orang tuanya, namun sawah tersebut dijual untuk menyambung hidup keluarganya. Setelah mengetahui itu Tamin menjadi sedih, karena baginya tanah tersebut sangatlah berharga.
Semenjak Tamin mengetahui sawahnya dijual, Tamin menghabiskan waktunya untuk bertani. Selain itu Tamin juga mahir menembang. Kemudian dia diberi pinjaman sepasang sapi dari lurah Kabul. Saat dia sedang mencangkul datanglah Pak Banji mengundang Tamin untuk menghadiri acara yang diadakan di pendapa nanti malam. Untuk membicarakan rencana memperbaiki makam kedua sahabatnya yang telah gugur di medan perang.
Ketika pendapa telah ramai, Tamin merasa senang karena bisa berkumpul bersama warga kampung. Pada malam itu menghasilkan keputusan untuk memperbaiki makam Pardan dan Gamik sebagai bentuk penghargaan atas jasa-jasa mereka. Dan pada saat itu cerita Gamik menjadi perbincangan karena aksi heroiknya saat melawan penjajah.
ADVERTISEMENT
Saat sedang hangat-hangatnya bercerita, tibalah permintaan dari warga untuk menceritakan pengalaman Tamin tentang pengembaraannya selama tujuh tahun. Saat diminta bercerita Tamin merasa gugup dan bingung, dia merasa cerita pertempuran melawan serdadu Inggris dan Ghurka tidak pantas untuk disandingkan dengan cerita kedua sahabatnya yang gugur.
Karena tidak ingin mengecewakan warga, Tamin terpaksa berbohong dengan menceritakan bagaimana dia bergerilya melawan penjajah di lereng gunung Cupu, Pasundan, Jawa Barat. Cerita tersebut menjadi awal mula kebohongan, lalu kebohongan demi kebohongan dia lakukan untuk menutupi kebohongan yang lain. Batin Tamin menjadi gelisah karena terus memikirkan seandainya warga setempat tahu kalau dia berbohong. Bahkan adiknya pernah ditampar karena terus bertanya tentang kisah bohongnya.
Karena khawatir dengan kebohongannya akan terbongkar Tamin melakukan pengembaraann lagi, dia meninggalkan kampungnya selama empat bulan. Saat melakukan pengembaraan Tamin bertemu Pak Banji, dalam pertemuan tersebut Tamin masih memiliki prasangka buruk kalau kebohongannya sudah terbongkar, namun prasangka tersebut tidaklah tepat Pak Banji mengabarkan bahwa ayahnya Tamin telah meninggal dunia. Mendengar kabar tersebut Tamin sangat menyesal.
ADVERTISEMENT
Keinginan untuk pulang ke kampung halamannya masih belum kuat, karena ia masih berprasangka kalau warga kampung akan marah dengannya atas kebohongan yang dia lakukan. Kemudian Pak Banji menceritakan bahwa selama Tamin mengembara warga-warga membantu keluarganya untuk memotong padi dan mereka melakukannya tulus tanpa diberi upah. Setelah mendengar cerita itu Tamin merasa kebohongannya belum terbongkar, barulah dia berani untuk pulang.
Saat sampai di kampung halamannya, Tamin langsung mengunjungi makam ayahnya dan dia mencium nisan sambil menangis. Seketika Sumi datang dengan tidak kepercayaannya lalu memeluk kakaknya, sekarang Tamin hanya memiliki Ibu, Sumi, dan sawah.
Sesampainya dirumah, Tamin meminta maaf kepada Sumi dan ibunya karena telah meninggalkan mereka. Sumi memaafkannya dan kembali tersenyum serta keceriaan kembali hadir di dalam rumah yang bersejarah itu. Tamin berpesan kepada Sumi yang akan memberi kabar tentang kepulangan Tamin kepada Isah. Pesan Tamin adalah bahwa malam ini dia akan menembangkan lagu Asmaradhana untuk Sumi dan Isah.
ADVERTISEMENT
Resensi
Novel "Pulang" karya Toha Mohtar telah berhasil membuat pembaca menikmati setiap konflik yang disuguhkan, lalu pengenalan tokoh pada novel ini disajikan sesuai porsi dan mengalir. Sajian konflik yang begitu rumit hingga pada puncak berjalan secara perlahan, selain itu penulis menggambarkan peristiwa dan emosi yang terdapat pada cerita secara rinci sehingga pembaca dapat menggambarkan dalam imajinasi dan isinya sangat berbobot akan nilai-nilai moral. Namun untuk susunan kata dan bahasa sulit untuk dipahami.
Abu Bakar Sabirin, mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.