Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten Media Partner
Acehkini Jalan-jalan: Makan Siang dalam Pandemi Corona di Pasar Tertua Korea
26 September 2020 17:25 WIB
ADVERTISEMENT
Sabtu akhir Agustus 2020 lalu, acehkini janji bertemu dengan Herin, seorang rekan, di pintu keluar Seoul Metro, di station Jongno 5-ga, Korea Selatan . Siang itu, kami ingin makan siang bersama di tengah suasana pandemi corona yang masih mendera.
ADVERTISEMENT
Bertemu pada pintu keluar kereta bawah tanah, di stasiun yang paling dekat dengan tempat janjian, sering dilakukan wisatawan dan warga. Selain gampang dan tidak merepotkan, cara ini lebih mempersingkat jarak bila berangkat dari lokasi berbeda.
Herin menunggu dengan mengunakan payung tepat di pintu keluar no 7. “Kamu bawa payung, hujan tiba-tiba turun dengan deras,” katanya sambil menuju pintu keluar, hanya berjarak beberapa langkah menuju Pasar Gwangjang.
Pasar Gwangjang di Seoul merupakan salah satu pasar tertua dan terbesar di Korea Selatan, berusia lebih dari 100 tahun. Awalnya tidak ada pasar yang buka sepanjang minggu. Pasar-pasar yang ada hanya buka pada hari hari khusus. Pada masa pemerintahan Raja Gojong, pemerintah menerbitkan peraturan pengelolaan pasar dan menciptakan pasar gudang untuk mempermudahnya. Lokasi ini kemudian diberi nama Changnaejang .
Changnaejang berkembang dan menjadi pasar yang sekarang dikenal sebagai Namdaemun. Pada masa penguasaan Jepang tahun 1905, pasar ini diambil alih. Sebagai reaksi atas penguasaan Jepang atas pasar Namdaemun, para pengusaha swasta dan orang kaya pada masa itu memutuskan membuat pasar baru yang tidak berada di bawah kendali penguasa.
ADVERTISEMENT
Mereka mengumpulkan orang, membeli tanah dan mendirikan Gwangjang Corporation pada 5 Juli 1905. Pasar pagi yang sudah berada di tempat ini, dijadikan lapak-lapak awal untuk pasar baru yang diberi nama Dongdaemun.
Pasar inilah kemudian menjadi tren baru yang buka permanen setiap harinya sepanjang minggu. Pada tahun 1960, pasar ini berganti nama menjadi Gwangjang, dan bagian lain pasar yang terpisah oleh jembatan kecil tetap menjadi pasar Dongdaemun, yang kini sebagai pusat tekstil market dan tren pakaian di Seoul.
Pada awalnya, pasar ini hanya menjual bahan dari produk pertanian dan makanan laut namun karena area pasar yang luas, akhirnya pedagang lain juga mengisi bagian di dalam dengan berbagai kebutuhan lainnya.
Saat ini ada sekitar 2.000-an pedagang yang setiap harinnya menjajalkan beragam hal di sini mulai dari buah, daging, sayur, peralatan dapur, tektil, kerajinan tangan hingga produk tradisional lainnya. Pasar ini terkenal dengan bahan baku pembuatan hanbok atau baju tradisional Korea. Harganya juga tidak begitu mahal.
ADVERTISEMENT
Selain itu juga banyak gerai makanan yang berjualan saling bersebelahan. Di sinilah kami akan makan siang, sama seperti pengunjung lain.
Sepi karena COVID-19
Pasar Gwangjang tampak lebih sepi dari biasanya. Jauh dari suara hiruk pikuk piring, gelas maupun percakapan sesama pengunjung yang makan. Saat pandemi COVID-19 , beberapa lapak makanan juga tidak buka.
Pasar ini makin dikenal oleh banyak turis asing setelah masuk dalam salah satu episode Variety Show Running Man pada tahun 2014 silam. Dimana saat itu para anggota Running man mendatangi berbagai vendor makanan untuk mendapatkan kartu sebagai salah satu dari misi mereka.
Setelah melewati beberapa lapak makanan, kami memilih duduk di tempat langanan. Tempatnya sepi tanpa pengunjung. Ia hanya menjual beberapa makanan yang berbahan sayur. Beberapa potongan sayur segar berjejer di atas meja.
“Singah di sini,” kata ibu penjual. Ia masih terlihat sama dengan rambut pendek bergelombang dan celemek khas. Berdiri sambil tersenyum mengajak pengunjung singgah di gerainya yang kosong. Seperti penjual lain, ia menggunakan masker.
ADVERTISEMENT
Saat kami duduk ia langsung menyodorkan menu. Herin memilih makan bibimbab atau nasi campur sedangkan acehkini memilih sup dumpling. Biasanya agak susah memcari dumpling yang halal di Korea. Dumpling atau mandu dalam istilah bahasa Korea, biasanya ada campuran daging sebagai isiannya. Namun di sini pengunjung bisa menemukan kimchi atau tahu dan sayuran sebagai gantinya.
Lapak tanpa sekat membuat pengunjung juga bisa menikmati suasana sekeliling pasar. “Pasar ini tanpa turis asing rasanya ada yang aneh karena biasanya selalu penuh,” kata Herin sambil menyemprotkan hand sanitizer ke tangannya.
“Biasanya saya sering ke sini buat belanja tapi tidak pernah sesepi ini, agak sedih juga,” sambungnya.
Biasanya Herin menemani teman-temannya dari Hongkong berbelanja di sini. “Kainnya bagus-bagus dan murah dibandingkan tempat lain. Saya juga beli bantal dan selimut di sini,” kata Herin. Kadang-kadang ia juga mencari pesanan kawannya untuk dikirimkan ke Hongkong.
ADVERTISEMENT
Makanan kami terhidang dengan cepat. Asap masih mengepul dimangkuk sup.
“Tidak hanya saya tapi semua orang susah karena corona,” kata ibu penjual saat acehkini menanyakan kesehariannya selama ini.
“Saya rasa ini tidak akan berakhir dengan cepat makanya semua orang harus bekerja sama dan patuh agar semuannya bisa berakhir dengan cepat dan kembali membaik,” tambahnya lagi.
Selesai makan kami memutuskan untuk berkeliling sejenak karena hujan masih turun dengan lebat. Melewati berbagai sudut pasar yang kini agak sepi. Lorong-lorong yang biasanya sesak akan pengunjung kini terasa lapang. Sebelum corona merebak ada banyak orang yang berkunjung ke sini setiap pekannya.
Ada beberapa pengumuman tentang virus corona di Korea Selatan dan orang-orang berlalu lalang mengunakan masker. Di beberapa titik pasar disediakan hand sanitizer gratis. “Semuanya akan segara baik-baik saja,” kata penjual makanan saat kami bergegas meninggalkan lapaknya. []
ADVERTISEMENT
Berikut foto keramaian pasar Gwangjang sebelum COVID-19