Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten Media Partner
ARD Gelar Diskusi Mendorong KPK Tuntaskan Pengungkapan Kasus Korupsi di Aceh
28 Februari 2023 19:30 WIB
·
waktu baca 3 menit
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Sejumlah narasumber dihadirkan; Alfian (Koordinator MaTA), Mawardi Ismail (Pakar Hukum USK), M Gaussyah (Dekan Fakultas Hukum USK), dan Syakya Meirizal (Koordinator MPO Aceh). Diskusi dihadiri oleh kalangan akademisi, LSM, media dan mahasiswa.
Syakya Meirizal mengatakan, beberapa kalangan berasumsi penangkapan Izil Azhar alias Ayah Merin dalam kasus korupsi dermaga BPKS Sabang yang dilakukan KPK pada 24 Januari, bersifat politis karena telah menjadi buron selama lima tahun. “Beberapa masyarakat sering melihat Ayah Merin di warung kopi di Banda Aceh selama menjadi DPO (daftar pencarian orang),” ujar Syakya.
Ia menyebutkan, indikasi tersebut membuat masyarakat bertanya apakah KPK tidak memiliki jangkauan jaringan hingga ke Aceh? Menurutnya, masyarakat meragukan hal tersebut, lalu menganggap jika penangkapan ini bersifat politis, sebab walaupun DPO, Ayah Merin tetap dapat berkeliaran.
ADVERTISEMENT
Koordinator MaTA, Alfian menjelaskan pola penyelidikan dan penyidikan di KPK berbeda dengan di kepolisian dan kejaksaan. Di polisi dan jaksa jarang ada pengembangan kasus. Di mana pada Polda dan Kejaksaan Tinggi, jarang kasus yang penyelesaiannya utuh, apalagi terkait dengan orang yang memiliki kekuasaan dan uang.
Oleh karena itu, lanjut Alfian, kasus Izil Azhar harus didorong cepat penyelesaiannya, agar tidak ada kesan tersandera. “Dalam kasus ini, semua orang tahu tidak berdiri sendiri hanya pada Izil Azhar. Sebab dalam Tipikor, tidak berdiri pada satu orang atau dua orang, apalagi anggaran yang dikorupsi Rp 32 miliar,” katanya.
Korupsi Buat Negara Tak Sejahtera
Pakar hukum dari Universitas Syiah Kuala (USK), Mawardi Ismail menyebutkan, korupsi merupakan suatu hal yang berbahaya bagi negara. Sebuah negara yang korupsinya merajalela akan collapse, dan tidak akan pernah sejahtera.
ADVERTISEMENT
Mawardi mengatakan, pemberantasan korupsi harus dilihat dari konteks kesejahteraan, dalam masyarakat yang sejahtera akan muncul sebuah kondisi damai. “Jika dilakukan pemberantasan pada tindakan korupsi maka akan dapat mewujudkan kesejahteraan dan dapat mempertahankan perdamaian Aceh,” ujar Mawardi.
Ia melihat, saat ini memang ada perubahan dalam pemberantasan korupsi. Perubahannya itu terjadi yakni ada pelemahan dalam hal upaya pemberantasan korupsi. “Pemberantasan kasus korupsi harus dimulai dari hilir hingga ke hulu. Jangan sampai prosesnya berhenti dari hilir sehingga hulunya tidak terjamah. Padahal pangkal korupsi utamanya ada di hulu,” tuturnya.
Dekan Fakultas Hukum USK, M Gaussyah, menyampaikan bahwa seringkali ketika penyidik KPK sudah ke Aceh, tapi tidak ada hasil yang memuaskan harusnya proses terang benderang hingga akhir, agar kita tidak bertanya-tanya status hukumnya.
ADVERTISEMENT
“Ada anomali Otsus dan kemiskinan di mana 2008-2022 ada senilai Rp 96 triliun, sudah mengalir ke provinsi Aceh tapi rekor kita masih termiskin se Sumatra,” kata Gaussyah. []