Berawal dari GWA, Dosen di Aceh Jadi Tersangka Pencemaran Nama Baik

Konten Media Partner
31 Agustus 2019 19:49 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Saiful Mahdi (kiri) dosen Unsyiah Banda Aceh saat menerima kunjungan Professor Paul Komoseoff dari Monash University ke ICAIOS, Banda Aceh. Foto: Dok. ICAIOS
zoom-in-whitePerbesar
Saiful Mahdi (kiri) dosen Unsyiah Banda Aceh saat menerima kunjungan Professor Paul Komoseoff dari Monash University ke ICAIOS, Banda Aceh. Foto: Dok. ICAIOS
ADVERTISEMENT
Saiful Mahdi, seorang dosen Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) Universitas Syiah Kuala (Unsyiah), Banda Aceh, Aceh, ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pencemaran nama baik.
ADVERTISEMENT
Penetapan tersangka Saiful Mahdi setelah dilaporkan oleh Dekan Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala ke polisi, karena mengkritisi hasil tes calon pegawai negeri sipil (CPNS) untuk Dosen Fakultas Teknik pada akhir 2018 di Unsyiah, Banda Aceh.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh, Syahrul, menuturkan kritikan itu disampaikan Saiful Mahdi melalui Grup WhatsApp (GWA) yang beranggotakan akademisi di Unsyiah pada Maret 2019.
Menurutnya, Saiful Mahdi hanya ingin menyampaikan pendapatnya terhadap hasil Tes CPNS Dosen Unsyiah tahun 2019 terutama di Fakultas Teknik yang dinilai janggal, menurut hasil analisa berdasarkan ilmu statistik yang dia geluti.
Syahrul, Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh.
"Saiful Mahdi tidak berniat untuk mencemarkan nama baik seseorang, namun untuk kepentingan umum semata. Namun, Dekan Fakultas Teknik malah melaporkan Saiful Mahdi dengan tuduhan pencemaran nama baik," kata Syahrul kepada acehkini, Sabtu (31/8).
ADVERTISEMENT
Usai pelaporan tersebut, Saiful Mahdi telah diperiksa oleh kepolisian di Polresta Banda Aceh menggunakan Pasal 27 Ayat (3) Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan ditetapkan sebagai tersangka.
Syahrul menambahkan, LBH Banda Aceh akan mendampingi seluruh proses hukum yang sedang dihadapi Saiful Mahdi sebagai bentuk perjuangan penegakan dan pemenuhan Hak Asasi Manusia (HAM), salah satunya kebebasan dalam berpendapat baik masyarakat umum maupun terhadap insan akademik.
"Perilaku seperti ini adalah bentuk pembungkaman insan-insan kritis dalam dunia akademik. Kami mengajak seluruh elemen masyarakat sipil Aceh untuk berjuang bersama-sama dalam masalah ini sebagai bentuk dukungan kita bersama terhadap kebebasan mimbar akademik," tutur dia.
Sebagai rakyat Aceh, lanjut Syahrul, dirinya ingin melihat Universitas Syiah Kuala menjadi kampus yang kritis dan peduli kepada rakyat Aceh.
ADVERTISEMENT
Reporter: Habil