Berburu Ikan Kesukaan Sultan di Krueng Teunom, Aceh

Konten Media Partner
17 Maret 2019 12:15 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kuddi memperlihatkan ikan kerling tangkapannya. Foto: Suparta/acehkini
zoom-in-whitePerbesar
Kuddi memperlihatkan ikan kerling tangkapannya. Foto: Suparta/acehkini
ADVERTISEMENT
Kabut pagi masih menyelimuti lembah dan sungai kala Kuddi dengan robinnya telah menyusuri sungai untuk mengangkat kail yang dipasang sehari sebelumnya. Robin merupakan sebutan untuk perahu sampan yang ditempeli mesin dan hanya dinyalakan pada waktu tertentu seperti saat melawan arus, selebihnya mereka mendayung.
ADVERTISEMENT
“Itu petanda rezeki,” tunjuk kakek satu cucu itu pada benang kailnya yang ditambat pada pohon jambu air, Minggu (10/3).
Dia mengarahkan moncong robin ke 'petanda rezeki itu', lalu dengan cepat benang itu ditariknya. Benar saja, pada kail pertama mereka sudah mendapat ikan sebesar telapak tangan orang dewasa. Inilah pesona lain di destinasi wisata Krueng Teunom.
Ikan kerling menjadi menu makan siang dan malam kami, saat berwisata ke Krueng Teunom. Foto: Suparta/acehkini
Kuddi dan temannya merupakan warga Gampong Sarah Raya, Kecamatan Pasi Raya, Kabupaten Aceh Jaya. Selain bertani, mereka juga bekerja mencari ikan di aliran Sungai Krueng Teunom, sebuah sungai yang membelah belantara Hutan Ulu Masen dan alirannya berasal dari sungai-sungai berhulu ke Tangse dan Geumpang, Kabupaten Pidie.
Lokasi Kuddi mencari ikan itu disebut Ceuracue Eumbon. Tempat itu dia tempuh hampir dua jam perjalanan dari kampungnya dengan menggunakan tenaga mesin sampan. Ikan target Kuddi adalah kerling atau ikan jurung. Habitat ikan itu di sungai yang dalam dan berarus deras.
Lokasi di Krueng Teunom, kaya ikan kerling. Foto: Suparta/acehkini
Pagi itu Kuddi dan temannya memperoleh 7 ekor ikan dari 12 kail yang dipasangnya. Setelah ikan diambil, kail-kail itu kembali dipasangi umpan, lalu ditinggalkan di tempat semula. Kuddi akan melihat hasilnya pada sore hari.
ADVERTISEMENT
Menurut Kuddi, semakin jauh mereka menyusuri sungai ke arah hulu, maka semakin mudah dan besar ukuran ikan yang didapatnya. Cara menangkapnya juga beragam: dari menjala, menjaring, memancing, hingga memasang perangkap bubu. Tapi yang paling lazim dilakukannya ialah dengan memancing dan menjala.
Tangkapan ikan kerling di Krueng Teunom. Foto: Suparta/acehkini
Ikan-ikan hasil tangkapan Kuddi itu dihargai sebesar Rp 100 ribu per kilogram di kampungnya.
“Biasanya kalau menginap semalam saja, kami bisa bawa pulang sejuta (Rp 1 juta--red), kadang bisa di atas Rp 3 jutaan pas musim kemarau,” jelas Kuddi.
Namun pagi itu Kuddi mencari ikan tidak untuk dijual, melainkan untuk wisatawan yang sedang melakukan kegiatan outbound di pinggiran sungai kampungnya, Sarah Raya. Acehkini mengikuti rombongan itu ke lokasi yang berjarak 30 kilometer dari Ibu Kota Kecamatan Teunom.
ADVERTISEMENT
Tidak sulit memasak ikan kerling dengan rasa yang istimewa. Cukup dimasak dengan bumbu berupa cabai rawit, kunyit, asam sunti, serta garam. Bumbu-bumbu tersebut digiling sampai halus, kemudian dicampur dan dimasak bersamaan dengan ikan.
Ikan kerling sedang dibersihkan untuk dimasak. Foto: Suparta/acehkini
Memasak ikan kerling saat berwisata di Krueng Teunom. Foto: Suparta/acehkini
Memasak ikan kerling di tengah lembah Krueng Teunom. Pesona dan sensasi istimewa. Foto: Suparta/acehkini
Bagi sebagian masyarakat Aceh, terutama yang tinggal di pedesaan yang tak jauh dari sungai-sungai besar, ikan yang yang dalam bahasa latin disebut piscium species electri ini merupakan menu istimewa. Di Aceh terdapat istilah 'Peunajoh Raja' atau 'Makanan Raja' untuk menu ikan kerling. Konon ikan tersebut selalu menjadi hidangan di meja makan Sultan Aceh pada masa Kesultanan Aceh. []
Reporter: Suparta