Bermimpi Miliki Bioskop di Aceh

Konten Media Partner
24 Juni 2019 16:41 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Bekas gedung Gajah Teater di Banda Aceh. Foto: Suparta/acehkini
zoom-in-whitePerbesar
Bekas gedung Gajah Teater di Banda Aceh. Foto: Suparta/acehkini
ADVERTISEMENT
Willawati, pemilik perusahaan film Kaninga Pictures yang berbasis di Jakarta, sudah 3 tahun memendam keinginannya untuk mendirikan bioskop di Kota Banda Aceh, Aceh. Namun sayangnya hal itu terbentur dengan aturan syariat Islam yang diterapkan di Tanah Rencong.
ADVERTISEMENT
Padahal Willawati tidak menganggap penerapan syariat Islam sebagai penghalang. Perempuan yang sehari-hari mengenakan hijab ini mengaku akan mengikuti semua ketentuan dari pemerintah--termasuk menjalankan syariat Islam--jika diberikan izin membina bioskop di Aceh.
"Seperti tidak boleh campur perempuan dengan laki-laki ya tidak apa-apa, terus kemudian jam tayang tidak boleh nabrak jam salat juga tidak apa-apa. Sensor juga boleh, enggak apa-apa bagi kami," tutur dia, kepada acehkini, akhir Februari 2019 lalu.
Willawati sering bolak-balik mengunjungi Aceh. Terakhir dia ke Serambi Makkah pada pemutaran film 'The Man from The Sea', di Gedung Sultan Selim II ACC, Banda Aceh, 23 Februari 2019.
Willawati, pemilik Kaninga Pictures. Foto: Husaini/acehkini
Film yang diproduksi oleh Kaninga Pictures ini mengambil lokasi syuting di Aceh. Misalnya di Aceh Besar, Kota Banda Aceh, dan Sabang. Selain itu, film tersebut menampilkan dialog dalam bahasa Aceh di beberapa bagian. Kendati demikian, keinginan Willawati seperti tak pernah didengar.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, Kepala Dinas Pariwisata Aceh, Iskandar, menyebut saat ini belum ada yang memohon izin dan meminta pemerintah untuk membangun bioskop. Oleh karenanya, rencana pendirian bioskop hingga kini belum dimusyawarahkan. "Sejauh ini belum ada pembahasan sama sekali mengenai bioskop di Banda Aceh. Kalau memang ada keinginan dari elemen masyarakat, pendirian bioskop ini tentu akan dibahas nantinya," kata Iskandar kepada acehkini, Senin (24/6).
Menurut Iskandar, Pemerintah Kota Banda Aceh akan membangun sesuatu sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Untuk bioskop, sebut dia, Pemkot Banda Aceh belum melihat hal ini sebagai kebutuhan masyarakat, sehingga belum mendiskusikannya dengan berbagai elemen masyarakat.
Selama ini, kata Iskandar, pendirian bioskop di Kota Banda Aceh tidak ada kendala. Kecuali pro dan kontra mengenai seberapa mendesak bioskop dibutuhkan masyarakat dan pelanggaran syariat Islam andai bioskop telah berjalan.
ADVERTISEMENT
"Bicara bioskop bukan hanya masalah hiburan, tetapi juga bagaimana bicara pelaksanaan syariat Islam. Tentu kita harus mendengar berbagai macam pendapat," tuturnya.
Mengenai bioskop yang tidak sesuai dengan nilai syariat Islam, dibantah oleh Fauzan Santa. Seniman Aceh ini bilang, bioskop mengajarkan hal-hal yang paling sederhana dan kompromistis dengan nilai kebudayaan Islam di Aceh. Misalnya tidak boleh ribut, tidak boleh berbuat macam-macam, dan tidak boleh merekam.
Pria yang pernah menjadi Presiden Aceh Film Festival (AFF) 2017, mengemukakan pendirian bioskop di Aceh masih bisa didialogkan. Ia bahkan mengusulkan kehadiran bioskop islami di Aceh. Misalnya tempat penonton laki-laki dan perempuan dipisah, film disensor, serta memutarkan film-film yang islami.
"Kalau bioskop islami tidak ada alasan untuk berbuat maksiat. Saya kira cukup lumayan untuk kita buatkan bioskop islami di Aceh," ujar Fauzan, Sabtu (22/6).
ADVERTISEMENT
Ucapan Fauzan ini dibantah Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh, Teungku H. Faisal Ali. Ulama yang akrab disapa Lem Faisal itu meragukan kehadiran bioskop berkonsep islami. Menurutnya, di tengah perjalanannya nanti, pengawasan, dan penerapan yang islami tidak dijalankan sebagaimana mestinya.
"Kalau dibilang akan dibuat penonton pisah antara pria dan perempuan, di tingkat konser Sabyan Gambus kemarin saja bisa terjadi hal yang tidak diinginkan, walaupun itu di lapangan terbuka. Apalagi bioskop yang ruang tertutup," kata Lem Faisal, dihubungi acehkini, Senin (24/6).
Konser Sabyan Gambus digelar pada malam puncak peringatan HUT Kota Banda Aceh ke-814 pada Selasa (18/6) malam. Konser digelar berkonsep syariah dengan memisahkan penonton perempuan dan laki-laki. Tetapi, jumlah penonton yang membludak membuat penonton tetap berbaur di beberapa titik kumpul.
Pemisahan penonton dalam konser Nissa Sabyan di Blang Padang, Banda Aceh. Foto: Humas Banda Aceh
Menurut Lem Faisal, saat ini belum ada maslahat untuk membangun bioskop di Aceh. Seandainya pemerintah meminta rekomendasi MPU Aceh mengenai izin pendirian bioskop, organisasi perkumpulan ulama Aceh itu tidak akan mengeluarkan rekomendasi untuk pembangunan bioskop.
ADVERTISEMENT
"Bioskop itu belum dibutuhkan. Pun tiada bioskop, masyarakat Aceh tidak akan stres. Tsunami 2004 saja musibah yang begitu besar dirasakan oleh masyarakat Aceh, Alhamdulilah tidak ada yang stres masyarakat Aceh. Apalagi soal bioskop ini," tutupnya.
Sampai saat ini, bioskop masih menjadi mimpi di Aceh. Para penggemar film yang ingin menonton di bioskop masih harus menempuh perjalanan ke Medan, Sumatera Utara. []
Reporter: Habil Razali