Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten Media Partner
Bila tak Serius, MoU Helsinki akan Memicu Konflik Baru di Aceh
19 Agustus 2019 18:04 WIB
ADVERTISEMENT

Muhammad Yunus, baru delapan bulan menjabat Ketua Badan Reintegrasi Aceh (BRA). Tetapi, ia mengeluh banyak program reintegrasi untuk eks-kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM), tahanan politik dan narapidana politik (tapol/napol), dan korban konflik, terhambat.
ADVERTISEMENT
Konflik Aceh antara GAM dengan Republik Indonesia selama hampir tiga dekade (1976-2005) berakhir di meja perundingan di Helsinki, Finlandia, pada 15 Agustus 2005.
Selepas itu, BRA lahir sebagai lembaga penguatan damai Aceh dan melaksanakan beragam butir-butir kesepakatan yang tertulis dalam MoU Helsinki. Misalnya, soal dana jaminan sosial, tanah pertanian untuk eks-GAM, dan bantuan lain selama proses reintegrasi korban konflik Aceh.
Tetapi, sudah 14 tahun damai Aceh, BRA nyaris seperti dapur tanpa peralatan. Asap dapur tak lagi mengepul, kendati banyak tamu menunggu santapan makanan. Yunus, beranggapan pemerintah pusat dan Aceh tak serius lagi melihat proses reintegrasi korban konflik Aceh.
Habil Razali dari acehkini menemui Yunus sehari menjelang peringatan 14 tahun Hari Damai Aceh pada Rabu (14/8/2019) di Sekretariat BRA, Seutui, Banda Aceh, Aceh. Selama 30 menit wawancara, Yunus menyela dengan kedatangan pegawainya, melapor persiapan peringatan seremonial Hari Damai Aceh di Taman Sultanah Safiatuddin.
Berikut petikan wawancara acehkini dengan Ketua BRA, Muhammad Yunus:
ADVERTISEMENT
14 tahun Damai Aceh, sejauhmana peran BRA dalam prosos reintegrasi?
BRA lahir atas kebijakan dua belah pihak antara RI dan GAM. Tidak ada dinas lain yang khusus menangani masalah konflik Aceh. Jadi lahirlah BRA untuk menangani persoalan itu. Cuma kita lihat sudah 14 tahun, saya baru 8 bulan menjabat, saya lihat masalah BRA dalam pengurusannya terlalu rancu.
Dulu belum jadi qanun, maka semua kegiatan BRA ini dieksekusi melalui Dinas Sosial. Baru tahun 2017 BRA ini diqanunkan. Jadi setelah ada qanun, BRA ini berdiri sendiri dan ada sekretariat. Maka sekarang semua kegiatan BRA sudah bisa dilaksanakan sendiri, tidak perlu dinas lain.
Tapi dinas lain sepertinya wajib membantu atau melayani persoalan BRA, karena ini terlalu luas. Persoalan kombatan, korban konflik, tapol/napol. Begitu setelah damai, kombatan kembali ke masyarakat. Artinya begitu turun dari gunung mereka dalam keadaan miskin dan buta huruf. Kombatan itu tidak sempat mencari rezeki.
ADVERTISEMENT
Jadi begitu turun dari gunung, itu semua dalam keadaan lemah. Makanya persoalan kombatan dan korban konflik perkara yang paling bermasalah di Aceh. Oleh karenanya, Pemerintah Aceh harus memperhatikan dengan serius. Apalagi mereka tanpa rumah, tanpa tanah, dan kehidupan yang layak. Karena 30 tahun konflik, banyak kerugian yang terjadi.
Saat ini masih ada penyintas konflik yang cacat, namun belum mendapat apa-apa, bagaimana seharusnya?
Jadi ini yang perlu diperhatikan serius. Artinya pihak pemerintah pusat dan daerah wajib menempati janji yang telah disepakati dalam MoU Helsinki. Antara lain janji lahan, jaminan sosial, dan diyat (dana sebagai ganti korban meninggal). Karena jika tidak dianggarkan dana kepada BRA, BRA tidak bisa berbuat dan memberikan apa-apa.
ADVERTISEMENT
Karena BRA ini tugasnya sebagai badan pelaksana saja dan mencari data. Tapi untuk memenuhi kebutuhan itu adalah kewajiban pemerintah pusat dan daerah. Bukan kewajiban BRA. Perjanjian antara RI dan GAM adalah perjanjian politik, maka tidak ada istilah pihak pemerintah harus menggunakan aturan apa untuk membantu. Bagi kami, apapun alasannya, janji tersebut wajib ditunaikan. Di mana mereka ambil, itu urusan mereka.
Berapa banyak korban konflik yang telah didata oleh BRA?
Meskipun kita belum memverifikasi dengan sepenuhnya, tetapi kita sudah mengambil data keseluruhan dari Aceh mencapai 150 ribu lebih. Kombatan, tapol/napol, dan korban konflik.
Kalau korban konflik saja berapa?
Lebih kurang 70 ribu orang.
Yang sudah mendapatkan bantuan, berapa?
Banyak juga yang sudah mendapatkan bantuan, tapi detail bantuan seperti apa, saya juga tidak terlalu paham.
ADVERTISEMENT
Kalau dari BRA bantuan seperti apa?
Bantuan rumah dan pemberdayaan ekonomi. Tapi selama ini dilakukan oleh Dinas Sosial. Jadi siapa yang sudah dibantu dan siapa yang belum dibantu, kami tidak mendapatkan data yang pasti.
Bagaimana alur korban konflik untuk memperoleh bantuan dari BRA?
BRA menginput data, setelahnya baru dipisahkan data kombatan, tapol/napol, dan korban konflik. Termasuk masing-masing persoalan. Misalnya korban konflik yang mengalami cacat. Di BRA ada bidang kesehatan, tapi kami tidak bisa mengeksekusi kegiatan tersebut karena bertabrakan dengan BPJS.
Ketika kami bawa korban ke rumah sakit, pihak rumah sakit mengklaim biaya pengobatan tersebut dengan BPJS. Pernah di BRA ada uang Rp 2 miliar untuk bidang kesehatan tidak bisa digunakan. Ini persoalan. Ketika ada kombatan, korban konflik datang ke BRA mengadu masalah kesehatan, kami bawa ke rumah sakit. Tetapi di sana ternyata diklaim menggunakan BPJS. Jadi tidak ada record dari BRA.
ADVERTISEMENT
Padahal kami yang data ke lapangan. Kalau akhirnya diklaim BPJS, kami kan tidak bisa mempertanggung-jawabkan penggunaan anggaran, termasuk biaya ke lapangan. Saya sedang mengupayakan agar ada MoU yang jelas dengan BPJS. Penyakit apa yang ditanggung BPJS dan apa yang khusus untuk korban konflik.
KKR Aceh mengeluarkan rekomendasi mendesak untuk 77 korban pelanggaran HAM dan telah diberikan ke BRA. Sejauh mana pelaksanaannya?
Itu tadi. BRA tidak punya uang. Karena masalah BRA hari ini, jangankan uang buat kegiatan atau membantu korban konflik, uang rutin saja tidak jelas. Artinya honor kami dan biaya kantor saja harus meminta sama Bappeda atau Tim TAPA. Makanya pihak pemerintah daerah harus melihat bahwa BRA ini masih sangat penting untuk menyelesaikan masalah kombatan.
ADVERTISEMENT
Semua program BRA terhambat karena tidak ada anggaran. Misalnya ada data yang dikirim dari lapangan, kalau BRA tidak mengirim tim ke lokasi untuk memverifikasi, artinya data ini belum sah. Tapi kalau kita tidak ada anggaran, bagaimana kita suruh tim verifikasi ke lapangan? Saya melihat pemerintah saat ini tidak terlalu peduli dan tidak merespons ketika melihat permasalahan di BRA.
Mungkin sudah dianggap selesai?
Itulah. Apakah memang dianggap sudah selesai. Bukan sebagai pembenaran, tapi pemerintah sendiri kan orang masyarakat juga, orang kampung juga, bisa melihat sendiri apakah orang GAM yang turun dari gunung sudah sejahtera? Jadi kita tidak perlu jelaskan. Karena mereka yang kini di pemerintahan juga orang kampung.
Mungkin ada saudara mereka yang belum tersentuh bantuan. Mereka kan bukan orang dari Jakarta yang datang ke sini tanpa tahu apa-apa. Sebetulnya, pemerintah jangan seperti main-main dengan reintegrasi. Karena apa yang telah dijanjikan itu wajib dipenuhi. Kalau tidak, orang Aceh menganggap perjanjian ini sudah dikhianati lagi. Jadi apabila kelak terjadi konflik baru, jangan disalahkan BRA karena tidak memperdulikan.
ADVERTISEMENT
Apa saja janji Reintegrasi yang belum terealisasi?
Pertama soal lahan, sudah 14 tahun belum tersentuh. Sudah dijanjikan lahan pertanian yang pantas dan dana yang mencukupi. Itu yang ditulis dalam MoU Helsinki. Itu kewajiban pemerintah pusat dan daerah.
Selepas itu, dana jaminan sosial bagi orang yang tidak mampu bekerja akibat konflik --kita sudah mendata 25 ribu orang--, dana diyat, dan pemberdayaan ekonomi. Itu kewajiban pemerintah pusat dan daerah untuk menyelesaikan, kami BRA cuma pelaksana. Ibaratnya kami dapur, jika diberikan bahan masakan, maka kami masak dan kami hidangkan untuk tamu. Tapi kalau tidak ada bahan untuk dimasak, apa yang kita hidangkan untuk tamu?
BRA tidak punya kewajiban untuk memenuhi janji tersebut?
ADVERTISEMENT
Tidak. Kami cuma pelaksana. Yang wajib menempati janji ialah pemerintah pusat dan daerah. Kami cuma kaki tangan mereka dalam menempati janji.
Bantuan yang telah diberikan selama ini oleh BRA, apakah bagian dari menempati janji tersebut?
Termasuk. Tapi itu hanya beberapa persen saja. Menurut World Bank, kerugian konflik Aceh mencapai Rp 107 triliun. Yang baru direalisasikan melalui BRA cuma Rp 3 triliun. Ini kan tidak seberapa persen.
Berarti belum sepenuhnya direalisasikan?
Tidak. Saya melihat yang diberikan selama ini baru bantuan sementara untuk mendiamkan. Bantuan yang sebenarnya belum dilakukan. Contohnya memberikan lahan, jaminan sosial seperti pensiun, diyat --orang yang sudah meninggal jumlahnya sekitar 50 ribu lebih, selain mensejahterakan kombatan. Itu semua janji pemerintah.
ADVERTISEMENT
Oke. Komposisi pekerja di BRA siapa saja?
Umumnya mantan kombatan GAM. Cuma sedikit saja yang dari akademisi.
Menurut Anda, nasib mantan kombatan hari ini seperti apa?
Sampai hari ini mereka masih berharap. Kalau kita lihat sekarang hampir kecewa dalam menunggu. Ada yang datang ke saya menanyakan, bagaimana janji tersebut.
Kira-kira, sampai kapan BRA ini dibutuhkan?
Selagi permasalahan pasca-damai belum selesai, kita berharap BRA ini terus ada. Karena BRA ini tumpuan dari kombatan, tapol/napol, dan korban konflik. Mereka tidak mungkin ke dinas-dinas untuk mengadu tentang permasalahan konflik.
Menurut Anda, kapan permasalahan pasca-konflik ini selesai?
Sampai kombatan, tapol/napol, dan korban konflik sejahtera.
Targetnya kapan selesai?
Kalau pemerintah serius, jangka sepuluh tahun ke depan akan selesai. Tapi kalau pemerintah tidak serius, salah-salah ini bisa memunculkan konflik baru. []
ADVERTISEMENT