Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten Media Partner
Diari Ayah: Tradisi Tak Bertuan, Potong Rambut Anak Jelang Lebaran di Aceh
19 Mei 2020 16:55 WIB
ADVERTISEMENT
Potong rambut anak jelang lebaran di Aceh, aku ragu menyebut ini tradisi yang diwariskan sejak zaman para sultan memerintah Aceh. Tak ada literatur dan pandangan ahli sejarah yang dapat memastikannya. Tapi, ini telah menjadi tradisi kekinian.
Jumat (15/5) pagi lalu, anakku, Arkan protes lagi tentang rambutnya yang sudah mulai tak nyaman. Bagian depan hampir menyentuh matanya. Dia memang telah lama tak kubawa ke tukang pangkas, maklum sekolah sedang diliburkan karena virus corona. Biasanya segala kerapian, termasuk rambut selalu diingatkan para guru di sekolah.
ADVERTISEMENT
“Ini kan mau lebaran, potong rambut lah,” katanya merengek. Aku memastikan akan membawa ke tempat pangkas, usai salat Jumat.
Sudah semenjak TK atau 4 tahun silam, aku rajin membawanya merapikan/memotong rambut, jelang lebaran Idul Fitri maupun Idul Adha. Ini dingatnya seperti kebiasaan, yang lama-lama menjadi harus alias wajib.
Kebiasan ini juga terpatri dalam benakku, puluhan tahun silam. Saat masih anak-anak, aku dibawa ayah ke tukang pangkas, tak peduli rambut masih belum layak potong alias masih pendek. "Harus pangkas, mau lebaran," tergiang kata ayah, saban lebaran yang kemudian kuwariskan ke anak-anak ku.
Kebiasaan itu terus menerus kujalani sampai kini. Hanya dua waktu saat kuliah dan beberapa tahun sebelum menikah, aku membiarkan rambut ku panjang, tapi saat lebaran tetap saja merapikan bagian-bagian ujungnya yang rusak.
Kebiasaan itu berlaku untuk anak-anak, bahkan sebagian pemuda dan orang tua umumnya di gampong-gampong seluruh Aceh. Sampai kini, aku tak menemukan alasan pasti kenapa orang-orang di Aceh umumnya memotong rambut jelang lebaran.
ADVERTISEMENT
Beberapa pemerhati budaya sempat kutanya dan menggeleng. Kuyakini tradisi itu muncul belakangan, bukan warisan masa lalu. Karena tak kutemukan satu pun referensi tentangnya, bahkan pria Aceh dulu lebih senang membiarkan rambutnya tergerai sebahu, terkecuali yang berambut keriting.
Ketua Majelis Adat Aceh, Badruzzaman pernah menyampaikan kepadaku tentang kebiasaan warga Aceh untuk berbenah menyambut lebaran. Misalnya merapikan rumah-rumah untuk menyambut tamu, membersikan fasilitas umum dengan bergotong royong. Juga merapikan diri termasuk membeli baju baru untuk keluarga. Mungkin memangkas rambut termasuk bagian merapikan diri.
***
Sampai waktunya tiba, aku bergegas mengajak Arkan ke Rama Pangkas, kawasan Ulee Kareng, Banda Aceh. Dia naik ke kursi, tukang pangkas langsung bertanya modelnya. Aku menjawab seperti gaya ‘Ronaldo’ sang pemain bola itu, lengkap dengan pola garis di bagian atas samping. “Lagi gak sekolah, jadi bebas aja,” kataku.
ADVERTISEMENT
Mulailah tukang pangkas bekerja. Arkan menolak memakai masker saat rambutnya akan dipangkas, “sulit bernapas,” katanya sambil membuka masker. Dia sudah mengerti untuk tak banyak bergerak, beda dengan tahun-tahun sebelumnya, selalu merasa gatal saat rambut berjatuhan ke mukanya.
Lebih lima belas menit, proses pangkas selesai, jadilah rambutnya persis seperti yang disukainya. "Gimana Ayah, ada nampak keren,” katanya tersenyum. “Handsome,” jawabku singkat.
Begitulah kisah memangkas rambut jelang lebaran di Aceh. Setiap generasi dapat menciptakan sejarahnya sendiri. []
Note: tulisan ini diupdate kembali dari materi lama yang saya tulis di media sosial, 2 tahun lalu.