Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten Media Partner
Dugaan Program ‘Siluman’ Pada Anggaran Desa di Subulussalam, Aceh
8 Mei 2021 18:45 WIB
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Salah seorang perangkat desa di Subulussalam, berisial MM, mengatakan pengadaan pupuk tersebut menjadi ironi di tengah pendemi COVID-19. Pupuk yang dimaksud adalah Eco Farming yang diproduksi sebuah perusahaan, masuk ke APBDes tanpa melalui Musyawarah Desa (Musdes) dan dinilai cacat aturan. Seharusnya seluruh program dilaksanakan secara partisipatif dan transparan dengan melibatkan seluruh unsur masyarakat desa.
MM menuturkan, saat Musdes dilaksanakan pada Januari 2021 lalu, dalam pembahasan tidak ada sedikit pun membahas tentang pupuk. Namun, setelah pengesahan APBDes tanpa ada sosialisasi, pupuk jenis Eco Farming muncul dengan jumlah pengadaan Rp 50 juta.
“Entah di mana program ini dimasukkan saya juga tidak tahu. Dan pupuk ini tidak dibutuhkan di desa kami, yang mayoritas penduduknya pedagang dan pekerja,” ungkapnya Jumat (7/5/2021).
ADVERTISEMENT
Hal senada disampaikan oleh seorang kepala desa di Subulussalam, berinisial AW. Dia enggan nama aslinya ditulis dengan alasan takut. “Sering kali setiap pengesahaan APBDes, program-program titipan tidak mampu dielakkan untuk kepentingan kelompok tertentu. Tidak sekadar menitip, ada juga intervensi yang mengancam otonomi desa,” jelasnya.
Bahkan menurut AW, sampai angka minimal ditentukan oleh kelompok tertentu. “Kalau tidak kita masukkan, ada aja dosa (salah) kita yang didapat sama orang itu,” sebutnya.
Data yang dihimpun acehkini, anggaran yang diposkan untuk pupuk cairan tersebut dalam APBDes, mempunyai nominal beragam, dari Rp 5 juta sampai Rp 150 juta per desa.
Polemik pengadaan salah satu item pupuk dalam anggaran desa yang disinyalir cacat aturan ini, dibantah oleh salah satu camat dari lima kecamatan di Kota Subulussalam.
Camat Rundeng, Ihsan David, mengatakan pengadaan pupuk ini sudah sesuai dengan mekanisme yang berlaku. Pihak kecamatan yang memiliki wewenang dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan pengelolaan dana desa, tidak pernah mengarahkan masyarakat dan kepala desa untuk menggunakan salah satu produk.
ADVERTISEMENT
“Kalau untuk pupuk ada diminta oleh masyarakat, namun tidak disebut nama pupuknya. Kami tidak ada hak untuk intervensi dan mengarahkan kepala desa untuk memilih salah satu produk misalnya. Itu semua hasil musyawarah desa,” jelasnya.
Menurut Ihsan, 23 desa yang berada di wilayahnya turut menganggarkan dana untuk pengadaan pupuk jenis Eco Farming. Dia menyebut, jenis pupuk ini bisa digunakan bukan hanya untuk tanaman tua saja, namun juga bisa digunakan untuk tanaman muda seperti yang banyak terdapat di wilayahnya. “Selain sawit, masyarakat di wilayah saya menanam tanaman muda seperti jagung,” tutupnya.
Wali Kota Subulussalam, Affan Alfian Bintang menolak memberikan keterangan lebih jauh terkait hal ini. “Konfirmasi ke dinas terkait, teknis(nya) mereka yang tahu,” katanya.
ADVERTISEMENT
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Kampong (DPMK) Kota Subulussalam, Saman Sinaga menyebutkan, hingga saat ini pihaknya belum menerima laporan dari pihak desa dan kecamatan tentang adanya program yang masuk dalam APBDes tanpa melalui Musyawarah Kampong.
“Belum ada laporan dari pihak desa dan kecamatan tentang hal dimaksud, baik dari perwakilan masyarakat, Badan Permusyawaratan Kampong (BPK), maupun Kades sendiri. Pengelolaan dana desa sepenuhnya menjadi kewenangan desa sesuai dengan tahapan dan regulasi yang ada,” jelasnya.
MaTA: Ada Dugaan Politisasi Dana Desa
Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) sebuah lembaga antikorupsi, menilai perlu dicurigai adanya dugaan politisasi dana desa dalam kasus di Subulussalam tersebut, dan ini merupakan ancaman bagi otonomi desa.
“Dana desa seharusnya menjadi peluang bagi desa untuk menyelenggarakan pelaksanaan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa secara mandiri dan otonom,” kata Alfian, Koordinator MaTA.
ADVERTISEMENT
Menurutnya tidak ada aturan negara yang membenarkan adanya program titipan atau program keinginan para kelompok. Pihaknya ikut menyorot adanya program yang muncul di APBDes, tanpa melalui Musyawarah Desa.
“Program seperti ini dapat mengancam otonomi desa, apalagi dalam perjalanannya ada upaya kriminalisasi jika keinginan para pihak tidak diamini. Kami meminta Kepolisian Daerah (Polda) Aceh perlu menyelidiki dan secara tegas memperhatikan adanya upaya politisasi dana desa untuk kepentingan pribadi,” harap Alfian. [] Yudiansyah