Empat Pulau Aceh Dimiliki Sumut, Anggota DPR RI Rafli: Tak Elok Saling Tuding

Konten Media Partner
24 Mei 2022 14:19 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Rafli (tengah) anggota Komisi VI DPR RI asal Aceh saat tampil menghibur warga lewat syair-syairnya dalam kunjungan kerja (kunker) di Aceh Barat, Sabtu (14/5/2022) malam. Foto: Siti Aisyah/acehkini
zoom-in-whitePerbesar
Rafli (tengah) anggota Komisi VI DPR RI asal Aceh saat tampil menghibur warga lewat syair-syairnya dalam kunjungan kerja (kunker) di Aceh Barat, Sabtu (14/5/2022) malam. Foto: Siti Aisyah/acehkini
ADVERTISEMENT
Empat pulau yang selama ini masuk dalam wilayah administrasi Kabupaten Aceh Singkil, Aceh, telah dimiliki Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara (Sumut). Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Rafli menilai tidak elok ada saling tuding atas polemik tersebut.
ADVERTISEMENT
Peralihan empat pulau secara administratif, kata Rafli, ada proses panjang yang dilalui sejak bertahun-tahun lalu. "Tentu tidak elok jika kemudian kita menyikapinya dengan saling tuding dan mencari-cari pihak yang patut disalahkan, tanpa memahami secara komprehensif semua aspek yang menjadi dasar dimungkinkannya keputusan tersebut lahir," katanya, Selasa (24/5).
Pulau-pulau tersebut adalah; Pulau Mangkir Besar, Pulau Mangkir Kecil, Pulau Lipan, dan Pulau Panjang. Kawasan itu terkenal dengan pesona wisata bahari.
Pulau Panjang di Aceh Singkil. Foto: Abdul Hadi/acehkini
Perpindahan wilayah administrasi pulau-pulau tersebut diketahui setelah beredarnya Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 050-145 Tahun 2022 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode, Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau Tahun 2021, tertanggal 14 Februari 2022.
Kendati Keputusan Mendagri dikeluarkan 3 bulan lalu, kasus ini baru mencuat setelah publik ramai memperbincangkan di media sosial sejak Sabtu (21/5/2022). Gubernur Aceh juga telah melayangkan surat keberatan terhadap Keputusan Mendagri.
ADVERTISEMENT
Rafli mengajak semua pemangku kepentingan Aceh duduk bersama dan menanggalkan semua perbedaan. "Demi Aceh kita, DPRA, Forbes, Pemerintah Aceh, Wali Nanggroe, alim ulama, akademisi, dan pihak terkait lainnya harus duduk bersama. Diskusikan semuanya, lalu ambil sikap bersama," ujarnya.
Menurutnya, kementrian dan pemerintah pusat akan mendengarkan aspirasi yang disuarakan bersama. Tentu tidak sebatas membuat kesepakatan dan pernyataan bersama saja. Mengadvokasi implementasi dari aspirasi bersama itu, kata Rafli, juga hal penting yang harus dilakukan.
Pemimpin di Aceh yang bersatu diharapkan membuat semua kepentingan Aceh teradvokasi termasuk kesejahteraan. "Aceh tidak boleh begini-begini terus. Tidak bisa kemiskinan dibiarkan terus. Kita bisa mengatasinya. Asal para pemimpinnya kompak dan bersatu," kata Rafli.