news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Film 'Article 15', Mengulas Kisah Rasisme dan Diskriminasi di India

Konten Media Partner
2 Oktober 2019 9:38 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ayan (Ayushmann Khurrana) dalam film Article 15. Dok. IMDB
zoom-in-whitePerbesar
Ayan (Ayushmann Khurrana) dalam film Article 15. Dok. IMDB
ADVERTISEMENT
Ayan Ranjana baru saja tamat akademi kepolisan, saat ditempatkan di sebuah wilayah sebagai Kepala Kepolisian Distrik. Saat perjalanan menuju pos barunya, Ia meminta perwira yang menjemputnya membeli air. Perwira tersebut menolak karena di desa yang mereka lewati tinggal penduduk dengan kasta rendah sehingga tidak boleh membeli sesuatu yang sudah disentuh tangan mereka.
ADVERTISEMENT
Ayan yang tumbuh besar di luar negeri menganggap itu tak masuk akal. Namun hal sama terjadi saat pesta penyambutannya. Saat ia hendak mengambil makanan dari piring bawahannya, ia dilarang dan disediakan piring baru. Hal ini kemudian diceritakan kepada istrinya, Aditi lewat telepon. "Itu hal biasa di sini. Bahkan ibu tidak mengizinkan kita makan dari piring yang dipakai pembantu,” kata istrinya.
Hari pertama bertugas ia harus bangun pagi benar. Ada dua gadis remaja dari kasta Dalit yang ditemukan tewas tergantung di pohon. Beberapa hari sebelumnya para orang tua mereka sudah melaporkan kasus menghilangnya gadis ini kepada polisi. Mereka disindir dan tak ada laporan yang dicatat. Mereka datang dari desa sebelah yang berkasta rendah dan dinilai sering membual. Kasta ini dianggap sangat rendah bahkan orang-orang tidak boleh menyentuh barang yang sudah terkena tangan mereka.
Sekuel gadis yang mati digantung dalam film Article 15. Dok. IMDB
Perwira senior di kantor itu membuat alasan supaya kasus ini cepat ditutup, ia mengatakan kepada Ayan bahwa kasus ini sering terjadi karena rumor buruk, dan orang tua menggantung anaknya karena menyelamatkan kehormatan keluarga. Diam-diam, para perwira di kantornya juga memalsukan laporan pemeriksaan mayat.
ADVERTISEMENT
Ayan tidak percaya, mulailah melakukan penyelidikan sendiri. Terlalu banyak kejadian aneh di kantornya. Lagi pula masih ada gadis yang menghilang, belum ditemukan. Namun Ayan tambah geram ketika petugas pencatat bahkan tidak punya foto anak hilang tersebut.
Pelakunya adalah orang kaya di kampung yang punya kasta yang lebih tinggi. Tapi polisi memanipulasi kasus ini dan memenjarakan kedua orang tua anak yang meninggal. "Anda akan segera dipindahkan tapi kami akan terus tinggal di sini bertahun-tahun, tutup saja kasus ini," pinta Brahmadutt, seorang polisi.
Ayan tidak bisa melakukan permintaan itu, karena dari hasil investigasinya, para gadis ini terbukti disiksa, diperkosa kemudian digantung hidup-hidup di atas pohon. Pelaku mengatakan, itu hukuman mereka agar mereka tetap ingat pada kedudukan kasta mereka.
ADVERTISEMENT
Sebelum dibunuh para gadis ini hanya meminta kenaikan upah 3 rupee menjadi 28 rupee dari hasil pekerjaan harian mereka. Ayan tak habis pikir apa yang dilakukan dengan 3 rupee, sehingga mereka harus diperlakukan seperti itu. Ia melakukan apapun agar kasus ini terungkap, bahkan diskor dari posnya.
Bukan hanya kasus itu saja yang dihadapi Ayan. Ada pemogokan massal yang menghambat pekerjaan. Kekerasan di jalanan dengan alasan tidak masuk akal, soal kasta. Ayan terpaksa datang ke kantor polisi dan menempel artikel 15 dari undang-undang konsitusi India.
"Hak dasar dalam konstitusi India melarang diskriminasi oleh negara terhadap warga negara hanya atas dasar kasta, agama, jenis kelamin, ras dan tempat lahir. Hak-hak ini memberi hak individu untuk menjalani kehidupan dengan bermartabat," begitu isi artikel tersebut, yang kemudian menjadi judul film ini.
ADVERTISEMENT
Film 'Article 15', merupakan Film Bollywood pertama yang berbicara terbuka tentang diskriminasi ras. Film ini tentu saja menerima banyak sekali penolakan. Bahkan beberapa negara bagian di India melarang penayangannya di bioskop. Namun Sutradara, Anubhav Sinha, mengatakan bahwa apa yang terjadi dalam film merupakan realita sosial politik yang terjadi sekarang. Ia sudah melakukan penelitian lama untuk film ini.
Menurut Anubhav Sinha ia menyajikan drama investigasi di mana penontonnya juga merupakan pihak yang dituduh. Hal ini juga dilakukan sebelumnya dalam Film Mulk yang bercerita tentang Islampobia. Sutradara dan penulis naskah membangun beragam argumen melawan stereotip yang sudah ada.
Walaupun diangkat dari beragam kasus yang ada, namun ada dua kejadian besar yang menjadi cerita film ini. Kisah pembunuhan terinspirasi dari kejadian di tahun 2014, kasus Badaun Gang Rape, sementara untuk bahasan sosial politiknya diambil dari kasus Una Flogging Incident, tahun 2016.
Dok. IMDB
Aktor Ayushmann Khurrana memainkan peran Ayan dengan apik. Ayushmann dikenal sebagai aktor dengan karakter yang bagus. Tahun lalu dua filmnya, Andhadhun dan Badhaai Ho masuk dalam film dengan penjualan tiket tertinggi di India. Ia juga menyumbangkan suaranya untuk salah satu musik soundtrack.
ADVERTISEMENT
Beberapa aktor lainnya antara lain Isha Talwar, Sayani Gupta, Kumud Mishra, Manoj Pahwa, Veen Harsh, dan Sumbul Touqeer. Naskahnya ditulis oleh Gaurav Solanki dan Anubhav Sinha, lewat rumah produksi Zee Studios dan Benaras Media Works. Soundtrack berjudul Interzari yang dinyanyikan oleh Arman Malik juga wara-wiri di radio-radio India. Film 'Article 15' telah tayang serentak di India pada 28 Juni 2019.
Sutradara Anubhav, mengatakan target pembelajaran dalam film ini, bukanlah masyarakat pedesaan yang terbelah kasta namun generasi muda berpendidikan yang tidak menyadari masalah seperti ini masih terjadi. Anubhav ingin mengingatkan generasi muda bahwa perbedaan dan kekejaman kasta kerap terjadi di India sampai ini.
'Article 15' dinilai berani mengangkat kisah tentang diskriminasi. Film ini mendapat respons positif dan sukses di pasaran. Menontonnya, membuat tidak begitu nyaman dan menimbulkan kemarahan. Tapi begitulah yang terjadi saat penonton dihadapkan dengan prasangka.
ADVERTISEMENT
Bagi anda yang ingin menontonnya, film ini bagus sebagai pelajaran, tentang rasisme dan diskriminasi yang mungkin juga berlangsung di negeri ini. []
Reporter: Khiththati