Film ‘Hamid’: Tentang Anak yang Usil Menelepon ‘Tuhan’

Konten Media Partner
5 Oktober 2019 13:00 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Cover Film Hamid. Dok. IMDB
zoom-in-whitePerbesar
Cover Film Hamid. Dok. IMDB
ADVERTISEMENT
Hamid sangat dekat dengan ayahnya, usianya 7 tahun. Sang ayah, hanya pembuat perahu yang sering menulis puisi di waktu senggangnya. Sementara ibunya, tukang jahit. Hamid anak laki-laki satu-satunya dalam keluarga kecil itu, lebih suka menonton televisi daripada belajar.
ADVERTISEMENT
Keluarga kecil hidup tak berkecukupan, di lembah Kashmir, India. Daerah yang tidak pernah sepi konflik. Hamid menjadi tokoh penting dalam film 'Hamid', berlatar tentang kehidupan warga di Kashmir.
Suatu hari sebagai imbalan telah belajar, Hamid meminta ayahnya untuk membawakan sebuah mainan. Saat perjalanan pulang kerja, ayahnya lupa membawanya karena terburu-buru. Ia bahkan sempat mendapat interogasi tentara di jalan. Pulang ke rumah ia mendapati Hamid yang terus merengek.
Sang ayah bergegas kembali ke tempat kerjanya kendati istri melarangnya karena hampir larut malam. Namun demi anak, ayahnya pergi. Dan tak pernah kembali setelahnya. Keluarga kecil itu berubah, menjadi awal alur menarik dalam film ini.
Lama menanti tak ada kabar dari sang ayah, ibunya menjadi semakin acuh kepada Hamid. Anak itu merasa terasing dan kesepian. Di sekolah, temannya Bilal mengatakan Ayah Hamid sekarang bersama Tuhan, dan tidak akan kembali. Hamid memutuskan mencari cara, untuk berbicara kepada Tuhan, dan meminta ayahnya pulang.
ADVERTISEMENT
Di masjid, sesorang memperkenalkan sebuah nomor, 786. Bingung, ia bertanya kepada seorang guru yang mengatakan ini adalah nomor Allah. Menggunakan ponsel tua ayahnya, Hamid mencoba menghubungi nomor itu. Setelah mencoba dengan berbagai kombinasi, ia berhasil mendengar suara di ujung telepon. Hamid yakin ia sedang berbicara dengan Tuhan.
Di tempat lain, Abhay mengangkat telepon dari Hamid. Dia adalah seorang tentara yang sedang bertugas di Kashmir. Tipenya keras, pemarah dan selalu ketus. Kerap tidak sabaran menghadapi masyarakat yang marah kepada mereka. Abhay hanya ingin cepat pulang untuk melihat putrinya, yang tak pernah digendong sampai sekarang. Lelah dengan perang.
Awalnya telepon dari Hamid dianggapnya pangilan iseng. Namun Hamid tidak pernah menyerah, Hamid terus menelpon Abhay, bertanya kapan ayahnya bisa dibebaskan. Percakapan demi percakapan ini mengubah hari-hari keduanya. Abhay bahkan sering meminta Hamid membacakan salah satu puisi ayahnya.
Dok. IMDB
Sutradara Aijaz Khan, berhasil mengambarkan tokoh Hamid dengan polos dan ingin tahu. Babak demi babak dalam film berhasil mengejutkan penonton dengan ending tak dapat ditebak. Perubahan karakter masing-masing tokoh dimainkan memikat.
ADVERTISEMENT
Pembicaraan Hamid dan Abhay membawa panggung Film ‘Hamid’ mejadi lebih seimbang antara sosial politik, karakter, dan situasi yang ada. Film yang apik, tanpa membuatnya harus lompat ke panggung politk atau patriotik yang terjadi di hampir semua film bertema konflik.
Hamid diperankan oleh Talha Arshad Reshi, berlakon keren mengimbangi Vikash Kumar yang memerankan Abhay dan Rasika Dugal yang berperan sebagai Ishrat, ibunya Hamid. Mereka dengan baik mewakili kegalauan para orang dewasa. Sutradara Aijaz Khan berusaha memasukan semua warna dan emosi yang beragam.
Kisah Hamid menelepon Tuhan terispirasi dari tulisan “Play Phone No 786” karya Mohd Amin Bhat. Nomor 786 merupakan penjumlahan numerik berdasarkan matematika dari kalimat Bismillah hi Rahman nir Rahim. Dalam beberapa kebudayaan, mempercayai kedekatan nomor ini dengan sang pencipta.
ADVERTISEMENT
Film ini rilis pada 15 Maret 2018. Film ini tampil spesial di Smile International Film Festival for Children & Youth. Hamid juga memperoleh beberapa penghargaan termasuk National Film Award 2019 pada kategori Best Urdu, perhargaan prestisius di India.
Pada akhirnya Hamid memberikan senyum, tawa dan air mata pada penonton. Kisah anak lugu dengan permintaan sederhananya. “Dapatkan Tuhan mengembalikan ayahnya yang telah pergi.” Dan Cerita ini, tidak hanya terjadi di Kashmir tapi pada anak di seluruh wilayah konflik di dunia. []
Penulis: Khiththati