Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.1
Konten Media Partner
Foto: Aksi Kenang 21 Tahun Tragedi Idi Cut, Pembantaian Warga Aceh
3 Februari 2020 21:25 WIB
![Polisi berjaga di lokasi aksi, Simpang Lima, Banda Aceh. Foto: Suparta/acehkini](https://blue.kumparan.com/image/upload/fl_progressive,fl_lossy,c_fill,q_auto:best,w_640/v1580739136/j4msbkehhnjjqjfj2r1e.jpg)
ADVERTISEMENT
Puluhan aktivis dan mahasiswa yang tergabung dalam Daulat Rakyat Aceh untuk Arakundo (Darah Arakundo) menggelar aksi mengenang 21 tragedi pembantaian warga Aceh di Idi Cut. Peringatan berlangsung di Simpang Lima, Banda Aceh, Senin (3/2). sore
ADVERTISEMENT
Aksi mereka mendapat pengawalan dari personel kepolisian. Para peserta aksi menyampaikan orasi silih berganti. Di antaranya termasuk Koordinator KontraS Aceh, Hendra Saputra; Direktur Eksekutif Koalisi NGO HAM Aceh, Zulfikar Muhammad; dan Direktur LBH Banda Aceh, Syahrul.
“Tragedi Arakundo adalah satu dari sekian banyak kasus pelanggaran HAM Indonesia khususnya di Aceh yang masih terbengkalai,” kata Mardhatillah, Koordinator Aksi.
ADVERTISEMENT
Mardhatillah menyebutkan, sudah 21 tahun, Tragedi Idi Cut berlalu begitu saja, menjadi sejarah kelam berdarah yang sampai saat ini terus menggenangi sungai Arakundo. Belum ada proses pengungkapan dan pengusutan para pelakunya.
Dalam aksi tersebut, Daulat Rakyat Aceh untuk Arakundo menyampaikan 4 tuntutan sebagai berikut:
1. Menuntut Komnas HAM untuk segera mengusut tuntas kasus pelanggaran HAM Tragedi Arakundo dan seluruh pelanggaran HAM Berat masa lalu yang terjadi di Aceh. Negara harus membuka kotak pandora untuk mengungkapkan siapa pelaku dari serangkaian peristiwa itu.
2. Menuntut Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk melakukan revisi Undang Undang Nomor 26 tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, khususnya yang berkaitan dengan Pengadilan HAM Ad Hoc dalam pasal 43, agar menghilangkan hak usul DPR dalam pembentukan Pengadilan HAM Ad Hoc, karena DPR adalah lembaga politik bukan lembaga hukum!
ADVERTISEMENT
3. Meminta Pemerintah Aceh untuk bertanggungjawab dalam pemenuhan hak-hak korban konflik dan lebih serius memberikan kewenangan kepada Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Aceh agar dapat bekerja maksimal sesuai dengan tupoksinya.
4. Meminta pemerintah Aceh dan pihak-pihak terkait untuk membangun Museum Konflik Aceh sebagai tempat memorialisasi dan ruang ingatan terkait konflik dan kasus pelanggaran HAM masa lalu di Aceh.
Pengungkapan kasus pelanggaran HAM masa lalu bukanlah sarana untuk membangkitkan dendam atas luka lama. Namun, menjadi sebuah masalah yang harus diselesaikan sebagai pelajaran bersama agar tidak terulang lagi di masa yang akan datang.
“Ini merupakan bagian dari upaya untuk mengingatkan dan mendorong penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat agar tidak dilupakan, karena sesungguhnya melupakan pemusnahan adalah bagian dari pemusnahan itu sendiri,” sebut Mardhatillah membacakan pernyataan sikapnya.
ADVERTISEMENT
Selain di Banda Aceh, aksi serupa juga dilakukan di Taman Riyadah (Lhokseumawe), Kantor Komnas HAM Sumatera Barat, dan di Tugu Jogjakarta. []