Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten Media Partner
Gilingan 100 Tahun dan Pengolah Kopi Tradisional di Lhokseumawe, Aceh
17 Januari 2020 11:27 WIB

ADVERTISEMENT
Asap mengepul dari sebuah bangunan di Meunasah Manyang, Kandang, Kota Lhokseumawe, Kamis pagi (16/1/2020). Bangunan kecil dari kayu terletak persis di samping rumah, menjadi dapur pengolahan kopi tradisional milik Hasanuddin (54 tahun) alias Pak Din.
ADVERTISEMENT
Dia ditemani dua kerabatnya, Azhar (59 tahun) dan Marhaban (42 tahun), sedang berjibaku dengan panasnya tungku api. Mereka sedang mengolah biji kopi menjadi bubuk, bermerek Muara Kopi, sebagai pemasok bubuk kopi robusta bagi warung-warung di Lhokseumawe dan sekitarnya.
acehkini berkesempatan melihat proses pembuatan kopi secara tradisional. Semula biji kopi robusta disangrai di atas tungku panas selama 20 menit, kulit hijau, berubah menjadi hitam pertanda proses sangrai telah cukup.
Biji kopi yang telah matang itu disebar ke sebuah plat alumunium untuk didinginkan sebelum dicampur dengan gula pasir, gula merah, dan mentega yang kemudian dicampur air. Saat bumbu tambahan ini sudah matang, bersama biji dimasukkan kembali ke dalam tungku, lalu diaduk hingga merata.
Proses selanjutnya, bakal bubuk itu dikeringkan kembali, kemudian ditumbuk dan digiling. Alat gilingnya, kata Pak Din telah berusia lebih 100 tahun. “Saya dapat dari nenek dulunya,” katanya.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, Sang Nenek membeli alat tersebut dari warga Tionghoa, pernah dipakai sebagai alat penggilingan tepung. Selanjutnya baru dipakai untuk mengolah kopi.
Saban hari, usaha keluarga ini bisa menghasilkan rata-rata 30 kilogram bubuk kopi. Langganannya adalah warung kopi di seputaran Kota Lhokseumawe. Satu kilogramnya dijual dengan harga Rp 50 ribu. [] Reza Juanda