Hari HAM Sedunia: Mengenang Nasib Tiga Kasus Pelanggaran HAM Berat di Aceh

Konten Media Partner
10 Desember 2021 17:04 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pameran foto tentang konflik Aceh yang dipajang pada acara Lorong Ingatan di Kantor KontraS Aceh, Desember 2019.. Foto: Suparta/acehkini
zoom-in-whitePerbesar
Pameran foto tentang konflik Aceh yang dipajang pada acara Lorong Ingatan di Kantor KontraS Aceh, Desember 2019.. Foto: Suparta/acehkini
ADVERTISEMENT
Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Sedunia diperingati setiap 10 Desember. Komisi Nasional HAM Indonesia mencatat ada tiga kasus pelanggaran HAM berat di Aceh yang belum tuntas dengan adil dan bermartabat.
ADVERTISEMENT
Dalam Laporan Tahunan 2020, Komisi Nasional menulis tiga kasus pelanggaran HAM berat di Aceh, yaitu Jambo Keupok di Aceh Selatan pada 2003, Simpang KKA di Aceh Utara pada 1999, dan Rumoh Geudong dan Pos Sattis lainnya di Pidie pada 1989-1998.
Ketiga kasus ini terjadi pada masa konflik antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Republik Indonesia meletus di Aceh sejak 1976 hingga berakhir damai pada 15 Agustus 2005.
Penetapan tiga kasus itu sebagai peristiwa pelanggaran HAM berat setelah Komnas HAM membentuk Tim Pemantauan dan Penyelidikan Pelanggaran Hak Asasi Manusia pada masa Daerah Operasi Militer (1989-1998) hingga periode transisional (1998-2003) di Aceh. Hasil pemantauan itu, Komnas HAM lalu membentuk Tim Adhoc Penyelidikan Pelanggaran HAM yang Berat Peristiwa di Aceh pada Oktober 2013.
Tugu Rumoh Geudong. Foto: Khairul/KontraS Aceh
Tim tersebut menyelidiki lima kasus dugaan pelanggaran HAM berat. Selain tiga peristiwa tadi, Komnas HAM juga mengusut peristiwa penghilangan orang secara paksa dan kuburan massal di Timang Gajah, Bener Meriah, pada 2001; dan pembunuhan di Bumi Flora, Aceh Timur, pada 2001.
ADVERTISEMENT
Selama penyelidikan, Komnas HAM menemukan bukti permulaan bahwa terjadi pelanggaran HAM berat dalam tiga kasus tadi. Sementara dua kasus di Timang Gajah, Bener Meriah, dan Bumi Flora, Aceh Timur, hingga saat ini masih diselidiki lebih lanjut.
Bagaimana bentuk pelanggaran HAM berat tiga kasus tersebut?
1. Pembantaian Jambo Keupok
Peristiwa ini terjadi di Desa Jambo Keupok, Kecamatan Bakongan, Kabupaten Aceh Selatan, Aceh, pada 17 Mei 2003. Komnas HAM mencatat 16 laki-laki meninggal dalam peristiwa ini, rinciannya 12 orang dibakar hidup-hidup dan 4 orang ditembak mati.
Menurut Komnas HAM, dalam peristiwa itu juga ada penyiksaan, seperti dipukul dengan popor senjata dan ditendang. Empat rumah dibakar beserta isinya.
Peringatan tragedi Simpang KKA di lokasi tragedi tersebut, 3 Mei 2018. Foto: Dok. KKR Aceh
2. Pembunuhan Massal di Simpang KKA
ADVERTISEMENT
Peristiwa Simpang KKA terjadi pada 3 Mei 1999 di Kecamatan Dewantara, Kabupaten Aceh Utara. Tragedi ini berawal dari isu seorang TNI berpangkat Sersan dari Kesatuan Den Rudal 001/Pulo Rungkom, Aceh Utara, diculik orang yang tidak teridentifikasi.
Serdadu itu diduga menyusup dalam ceramah memperingati 1 Muharram di Desa Cot Murong, Kecamatan Dewantara, Aceh Utara, Jumat malam, 30 April 1999. TNI mensinyalir acara itu kampanye Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Kemudian pasukan TNI dari Den Rudal menyisir pemukiman di sana dan ikut menganiaya warga.
Warga kemudian protes dengan turun ke jalan di Simpang PT. KKA, Krueng Geukueh, Aceh Utara. Senin siang yang kelabu, 3 Mei 1999. Saat aksi massa berlangsung dan memanas, tragedi berdarah ini terjadi. Tentara menyerbu mereka dengan rentetan tembakan berjarak 5-6 meter. Komnas HAM mencatat sedikitnya 21 orang meninggal dunia akibat luka tembak.
ADVERTISEMENT
3. Rumoh Geudong dan Pos Sattis lainnya di Aceh
Tragedi Rumoh Geudong di Aceh dikenal sebagai tragedi memilukan sepanjang tahun 1998-1998. Nama Rumoh Geudong merujuk pada sebuah rumah panggung tradisional Aceh, peninggalan Uleebalang (bangsawan) di Desa Bilie Aron, Kecamatan Glumpang Tiga, Kabupaten Pidie.
Saat konflik Aceh, rumah itu menjadi markas TNI sejak April 1989 sampai status Daerah Operasi Militer (DOM) dicabut di Aceh pada 7 Agustus 1998, di era reformasi. Selama menjadi kamp militer, seribuan warga diduga pernah disiksa, meninggal dan hilang setelah dibawa ke Rumoh Geudong.
Beberapa pihak seperti Komnas HAM (dipimpin oleh Baharuddin Lopa pada Agustus 1998, yaitu sesaat setelah DOM dicabut), DPR RI, dan juga Pemda Pidie telah melakukan investigasi atas peristiwa rumoh geudong. Pemda Pidie bahkan membentuk Tim Pencari Fakta (TPF) dan menemukan data bahwa di Pidie terjadi 3.504 kasus korban operasi militer Jaring Merah.
ADVERTISEMENT
Dari sejumlah tersebut tercatat jumlah orang hilang sebanyak 168 kasus, meninggal 378 kasus, perkosaan 14 kasus, cacat berat 193 kasus, cacat sedang 210 kasus, cacat ringan 359 kasus, janda 1.298 kasus, stres/trauma 178 kasus, rumah dibakar 223 kasus, dan rumah dirusak 47 kasus.
Hingga kini, tiga kasus pelanggaran HAM berat ini belum tuntas.