Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten Media Partner
Hikayat Malahayati: Pintu Dagang Luar Negeri, Harapan Baru dari Krueng Raya
20 September 2022 22:51 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
Dermaga sepanjang 384 meter itu terbangun kokoh di bibir pantai Gampong Lamreh, Kecamatan Krueng Raya, Kabupaten Aceh Besar, Aceh . Terpacak persis di ujung barat Pulau Sumatra, wajahnya menghadap Selat Malaka–salah satu perairan dengan arus lalu lintas kapal terpadat di dunia.
ADVERTISEMENT
Dermaga dengan kawasan ombak yang kerap tenang ini adalah bagian penting dari Pelabuhan Malahayati. Sejak dulu daerah ini adalah tempat berlabuh kapal-kapal asing untuk urusan dagang masa Kesultanan Aceh Darussalam.
Sejarah ini, misalnya, tercatat dalam laman resmi PT Pelabuhan Indonesia atau Pelindo. Pelabuhan Malahayati disebut berdiri sejak masa Sultan Iskandar Muda (1607-1636 Masehi). Kala itu aktivitas pelabuhan sibuk dengan kapal Cina dan negara lain yang berbisnis dengan orang Aceh.
"Pelabuhan Malahayati disebut juga Pelabuhan Lamwuli, sesuai dengan nama Kerajaan Aceh saat itu, Kerajaan Lamuri," tulis Pelindo.
Nama sekarang ini diambil dari perempuan pahlawan asal Aceh: Laksamana Keumalahayati atau Malahayati . Sejak tahun 1970-an, pemerintah membangun ulang pelabuhan ini. Tsunami Aceh 2004 silam sempat membuat aktivitas di sana berhenti. Tiga tahun kemudian aktif lagi sampai sekarang.
ADVERTISEMENT
Pelabuhan Malahayati sebelumnya berada di bawah PT Pelindo I. Tapi sejak 1 Oktober 2021, pelabuhan berada dalam naungan PT Pelindo setelah empat Badan Usaha Milik Negara terkait pelabuhan itu merger.
Sekarang, dari kawasan Krueng Raya ini komoditas Aceh berlayar menuju tanah Eropa dan Timur Tengah. Di sisi lain, Malahayati juga jadi gerbang masuk barang luar, seperti minyak dan gas PT Pertamina atau produk seperti semen dan aspal curah dibongkar di sini untuk didistribusikan ke seluruh Aceh.
Direktur Kenavigasian Kementerian Perhubungan, Hengki Angkasawan, mengatakan letak geografis Pelabuhan Malahayati lebih dekat dengan Eropa dan Timur Tengah memungkin untuk direct call atau pelayaran langsung.
"Sehingga produk ekspor asal Aceh bisa diangkut langsung dari Malahayati tanpa lewat Pelabuhan Belawan atau Tanjung Priok,” ujarnya saat membuka diskusi terfokus tentang Penetapan Alur Pelayaran Pelabuhan Malahayati dan Pelabuhan Calang di Bogor, September tahun lalu.
Menurut Hengki, alur pelayaran di Pelabuhan Malahayati ditetapkan setelah Kementerian Perhubungan mengevaluasi dan menjamin keamanannya. Harapannya, kapal-kapal yang masuk atau keluar pelabuhan terjamin keselamatan demi kelancaran aktivitas di pelabuhan.
ADVERTISEMENT
Data Badan Pusat Statistik (BPS) yang tercantum di Aceh dalam Angka 2022, menyebutkan volume ekspor dari pelabuhan Malahayati pada 2020 mencapai 98 ton senilai 696.730 dolar Amerika Serikat. Angka ini kemudian meningkat pada 2021 yaitu 133 ton senilai 892.451 dolar Amerika Serikat.
Adapun volume impor di pelabuhan itu selama 2020 sebesar 12.654 ton senilai 4,9 juta dolar Amerika Serikat. Jumlah ini turun pada 2021 yaitu 7.905 ton senilai 3,3 juta dolar Amerika Serikat.
Harapan Baru Gerbang Ekspor CPO
Medio Agustus lalu, Achmad Marzuki menemui Direktur Utama PT Pelindo Arif Suhartono di Jakarta. Penjabat Gubernur Aceh itu mendorong Pelindo memanfaatkan Pelabuhan Malahayati untuk ekspor minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO).
ADVERTISEMENT
Ia berharap Pelindo menyediakan fasilitas tangki penampungan di kawasan Pelabuhan Malahayati sebelum CPO diekspor. Imbas tak ada tangki itu, selama ini, CPO dari Aceh kerap diekspor melalui pelabuhan di provinsi tetangga, Sumatra Utara.
"Kita kewalahan pelabuhan Malahayati belum punya tangkinya," kata Achmad Marzuki. "Maka kami minta dukungan dari Pelindo."
Direktur Utama Pelindo Arif Suhartono menanggapi baik permintaan itu. Ia akan mendorong perusahaan pengangkut agar mengirim CPO melalui Pelabuhan Malahayati. Karena itu juga akan berdampak positif.
“Pertama akan lebih murah pengangkutan CPO ke luar dari Indonesia. Kedua lalu lintas di darat tidak akan terlalu padat sehingga jalan juga tidak sering rusak," kata Arif.
Hal ini juga disambut baik Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Aceh Mohd Tanwier. Menurutnya, langkah itu akan menambah lowongan kerja baru sekaligus harapan baru untuk pembangunan Aceh.
ADVERTISEMENT
“Sebagaimana kita tahu kalau saat ini angka inflasi di Aceh tinggi. Semoga dengan pertemuan (dengan pihak Pelindo) ini nanti dapat menurunkan tingkat inflasi dan menjadikan pelabuhan-pelabuhan di Aceh bergairah kembali," ujar Tanwier.