Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten Media Partner
'Ie Bu Peudah', Bubur Pedas ala Aceh dengan 44 Rempah Dedaunan
27 Mei 2019 5:21 WIB
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:18 WIB

ADVERTISEMENT
Minggu (26/5) selepas salat zuhur, lima pemuda bekerja sama memasak ie bu peudah (bubur nasi pedas). Dengan kompak, mereka menyiapkan kuliner tradisional untuk berbuka puasa warga sekampung.
ADVERTISEMENT
Ya, ie bu peudah adalah takjil istimewa yang hanya ada di bulan Ramadan.
“Kami memasaknya dengan sistem kelompok, bergantian setiap hari selama Ramadan,” ujar Ari kepada acehkini. Selain dia, ada Muzakir, Andi, Firdaus dan Angkasa sebagai rekannya hari itu.
Di tengah kepulan asap perapian, di Meunasah Gampong (desa) Bueng Bak Jok, Kecamatan Kuta Baro, Aceh Besar, mereka bergantian mengaduk, menjaga api, menyiapkan air, sampai membagi kepada warga jelang berbuka.
Ie bu peudah dimasak dalam belanga besar diameter 1,5 meter yang ditanam dalam beton semen. Di bawahnya, ada tungku perapian memakai kayu bakar, dibuat lengkap dengan aliran udara. Memasak ie bu peudah harus ruangan yang terbuka, agar asap tak mengebul dalam satu ruangan.
Ari dan Muzakir mengaku tak paham detail apa saja kandungan dalam ie bu peudah. Bumbu dan segala perlengkapan telah disiapkan para tetua gampong jauh-jauh hari sebelumnya.
ADVERTISEMENT
“Abang bisa tanyakan ke Pak Keuchik (kepala desa), beliau ada di sana,” kata Ari menunjuk.
Keuchik Bueng Bak Jok, Hafidh Maksum, menjelaskan bahwa kuliner itu telah ada sejak zaman Kesultanan Aceh. “Dan di sini telah dimasak turun-temurun oleh orang tua kami,” katanya.
Menurutnya Hafidh, ie bu peudah adalah masakan yang diolah dari 44 macam jenis rempah, dan dedaunan hutan. Termasuk di dalamnya ada campuran lada, kunyit, lengkuas, dan bawang putih.
Adonan rempah itu kemudian dicampur dengan beras dan kepala yang telah diparut. Rempah yang digunakan sebagai bumbu itu memang berasa sedikit pedas. Karena itu, makanan ini disebut ie bu peudah.
Hafidh mengatakan dalam memasak ie bu peudah, harus ada beberapa jenis daun seperti daun peugaga, daun papaya, daun sop, daun jeruk perut, dan lainnya.
ADVERTISEMENT
Sebelum Ramadan, warga telah menyiapkan aneka jenis daun tersebut, bahkan turut mencarinya ke perbukitan sekitar. Setelah itu, daun dikeringkan dan ditumbuk halus sebagai bumbu. “Ini kerja orang sekampung,” tutur Hafidh.
Sebagian jenis daun yang digunakan untuk memasak ie bu peudah sudah tak ditemukan lagi. Tapi, untuk menjaga tradisi, memasak ie bu peudah tetap harus dijaga dengan dedaunan seadanya.
Cara memasak panganan tradisional ini pun tak terlalu ribet. Pemuda Bueng Bak Jok menakar 7 kilogram beras dalam belanga, lalu dicampurkan dengan serbuk daun dan aneka rempah termasuk santan kelapa. Tak lupa garam sesuai takaran, dan air putih ditambahkan secukupnya.
Proses selanjutnya adalah mengaduk sampai matang, butuh waktu lebih tiga jam. Alat pengaduk juga tak sembarang, yakni memakai batang rebung kala.
ADVERTISEMENT
“Usai masak, warga berdatangan dan dibagikan untuk berbuka, sebagian untuk berbuka bersama di Meunasah, kadang ada musafir yang singgah,” jelas Hafidh.
Selepas salat Asar, satu persatu warga termasuk anak-anak datang mengambil takjil ie bu peudah. Mereka membawa wadah timba kecil menampung kuliner itu. Satu belanga besar cukup dibagikan kepada 207 kepala keluarga (KK) yang ada di Gampong Bueng Bak Jok. Kendati sebagian keluarga tak mengambilnya.
Ie bu peudah diyakini mampu membuat warga yang memakannya merasa segar dan bertenaga. Aneka dedaunan seperti ramuan jamu, mampu menjauhkan penyakit mag, sekaligus obat masuk angin.
Tak semua wilayah Aceh mengenal ie bu peudah sebagai tradisi. Makanan ini hanya terjaga di sebagian wilayah Aceh Besar, untuk menu berbuka puasa. Di luar Ramadan, sulit menemukannya. []
Reporter: Adi Warsidi
ADVERTISEMENT