Kaji Pancasila Hingga Saran Perubahan UUD 1945, Wiratmadinata Raih Gelar Doktor

Konten Media Partner
2 Agustus 2021 20:03 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Garuda Pancasila. Foto: pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Garuda Pancasila. Foto: pixabay
ADVERTISEMENT
Dekan Fakultas Hukum Universitas Abulyatama, Aceh, Wiratmadinata berhasil meraih gelar doktor setelah berhasil mempertahankan disertasinya berjudul: "Paradigma Negara Hukum Pancasila dan Implikasinya terhadap Sistim Hukum Indonesia".
ADVERTISEMENT
Sidang disertasinya digelar via online oleh Program Studi Doktor Ilmu Hukum (DIH), Universitas Syiah Kuala, Senin (2/8/2021). Dr. Wiratmadinata,S.H., M.H tercatat sebagai doktor ke-18 dalam Bidang Hukum Tata Negara di universtitas tersebut.
Sebelum menjalani Sidang Promosi, Wira -sapaan akrabnya- berhasil lulus Ujian Tertutup pada 10 April 2021 lalu. Adapun promotor yang membimbing disertasinya antara lain: Prof. Faisal Rani (Promotor), Prof. Husni Djalil (co-promotor) dan Prof. Eddy Purnama (Co-Promotor).
Sidang Promosi diketuai oleh Rektor USK, yang diwakili Wakil Rektor-I, Prof. Marwan, sebagai Ketua dan Dr. M. Gaussyah, sebagai Sekretaris Sidang. Sementara tim penguji terdiri dari Prof. Syahrizal Abbas (Penguji Luar Institusi), Prof. Ilyas Ismail, (Penguji Bidang Konsentrasi), Prof. Adwani (Penguji Senat USK), dan Dr. Mahdi Syahbandir (Penguji Bidang Konsentrasi).
ADVERTISEMENT
Dalam pemaparannya, Wira berhasil membuktikan ada problem hermenetik bahwa terminologi Pancasila, tidak terdapat secara eksplisit, normatif tekstual di dalam UUD 1945. Yang ada hanyalah Nilai-nilai Dasar pembentukan negara RI pada Alinea keempat Pembukaan UUD 1945. "Ada krisis konseptual dalam UD 1945,” kata Wiratmadinata.
Dia menggunakan kerangka berpikir Paradigma Thomas Kuhn di dalam kajiannya, termasuk kategori Filsafat Hukum dan Krtitik Konstitusi tersebut.
Kajian yang dibuat dalam Disertasi sepanjang hampir 500 halaman, Wiratamadinata membut analisis sangat kompleks, sehingga sampai pada kesimpulan dan saran, di antaranya usulan perubahan beberapa pasal di dalam UUD 1945. Lihat ringkasan disertasinya di bawah.
Wiratmadinata. Dok. pribadi
Prof. Syahrizal Abbas, selaku penguji menyampaikan apresiasi bahwa, hasil penelitian Wira sangat penting karena terkait dengan masalah mandasar dalam konstitusi Indonesia, khususnya terkait "konsep hukum" dalam UUD 1945, yang dikaitkan dengan Paradigma Pancasila.
ADVERTISEMENT
Meskipun proses Sidang Promosi itu padat dengan saran, masukan, kritikan untuk penyempurnaan disertasi, semua tim penguji sepakat bahwa hasil penelitian Promovendus (mahasiswa program doktor), berhasil mengangkat problem fundamental di dalam UD 1945, yang selama ini tidak disentuh, yaitu; tentang peran, kedudukan dan status Pancasila di dalam Konstitusi.
Saat menutup sidang, Prof. Marwan mengharapkan hasil penelitian ini dapat segera dipromosikan kepada para pengambil kebijakan, terutama kepada para pembuat undang-undang dan konstitusi. Sementara Dekan Fakultas Hukum USK, berharap agar hasil penelitian ini segera dibukukan hingga dapat dibaca oleh lebih banyak orang.
Wiratmadinata, selama ini dikenal sebagai dosen, wartawan, aktivis dan seniman. Namun, akhirnya ia lebih menekuni profesi dosen dan peneliti, hingga dipercaya sebagai Dekan pada Fakultas Hukum Universitas Abulyatama Aceh. Dia aktif di dalam dan di luar kampus, banyak dipercaya sebagai narasumber dan pembicara dalam bidang politik dan ketatanegaraan, terutama politik hukum serta dan konflik.
ADVERTISEMENT
Sebelum meraih gelar doktor di bidang hukum, Wiratmadinata menamatkan pascasarjananya di Universitas Syiah Kuala. Dia juga ikut memperdalam keahilannya dalam Bidang Politik Pemerintah di University of Maryland, Amerika Serikat serta Bidang Hukum HAM di Fakultas Hukum, University of New South Wales Australia. []
Paparan disertasi Wiratmadinata. Dok. youtube USK

Berikut ringkasan disertasinya:

Promovendus menulis disertasi yang berjudul; Paradigma Negara Hukum Pancasila dan Implikasinya Terhadap Sistim Hukum Indonesia. Penelitian ini mengkaji akar masalah terjadinya kontradiksi nilai-nilai Pancasila sebagai filsafat dan dasar negara (Das Sollen), dengan praktik kehidupan hukum (Das Sein) di Indonesia.
Ada ketimpangan antara nilai-nilai ideal cita negara hukum (Rechtsidee) sebagaimana diamanahkan dalam Pembukaan (preambule) UUD-1945 dengan kehidupan berbangsa dan bernegara. Ketimpangan itu misalnya dalam hal pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) baik Pemilu Legislatif, maupun Pemilihan Presiden, Gubernur, bupati/Walikota yang menerapkan sitim “one man one vote” yang jelas bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila, khususnya sila keempat yang berbunyi; “kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan”.
ADVERTISEMENT
Promovendus membangun asumsi, bahwa masih terjadi krisis paradigma terkait konsep negara hukum Indonesia yang dibuktikan dengan terjadinya beberapa kali revisi dalam hal isi dan muatan (amandemen) Konstitusi. Pergantian konstitusi ini dimulai dari UUD-1945 yang diganti dengan UUD-Republik Indonesia Serikat (RIS)-1949, penetapan UUD Sementara-1950, lalu kembali ke UUD-1945 (Dekrit 5 Juli 1959), hingga amandemen UUD-1945 tahun 2002 dalam empat tahap. Perdebatan konstitusi ini masih belum selesai karena masih besar tuntutan untuk melakukan amandemen kelima.
Atas dasar itu, promovendus mengajukan tiga pertanyaan penelitian, antara lain; apakah rumusan negara hukum Indonesia yang sering disebut sebagai Negara Hukum Pancasila (NHP), apakah ciri dan karakter yang membedakannya dengan konsep negara hukum lainnya di dunia, lalu apa implikasinya terhadap sistem hukum Indonesia?
ADVERTISEMENT
Ketiga pertanyaan tersebut dianalisis guna menjelaskan Konsep Negara Hukum Pancasila melalui kerangka berfikir Paradigma dari Thomas Kuhn mengenai revolusi kebenaran ilmiah. Dalam kerangka paradigma berfikir Thomas Kuhn, setiap permasalahan yang terjadi pada tingkat sistim operasional, sangat ditentukan oleh paradigma yang digunakan, jika paradigma berubah maka berubah pula sistim berfikirnya.
Adapun kerangka teori yang digunakan dalam proses analisis terhadap permasalahan yang diajukan dalam disertasi ini adalah; Teori Negara Hukum (Grand Theory), Teori Volkgeist (Middle Theory) dan Teori Sistim (applied theory). Ketiga teori ini digunakan sebagai pisau analisis dalam rangka menelaah masing-masing variabel penelitian. Dalam menguraikan topik yang dibahas, penelitian ini menggunakan pendekatan konsep, pendekatan hermenetika hukum, pendekatan filsafat, pendekatan sejarah, pendekatan perundang-undangan serta pendekatan hermeneutika hukum. Sedangkan teori paradigma dari Thomas Kuhn digunakan sebagai kerangka berfikir dalam menarasikan seluruh deskripsi.
ADVERTISEMENT
Metode penelitian sebagai operasi kerja ilmiah dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif, yang didukung data empirik interdisipliner, sebagai sampel kualitatif, yang dijelaskan secara normatif yuridis. Tahapan telaah normatif dimulai dengan kajian terhadap doktrin-doktrin mengenai konsep negara hukum, kajian filsafat Pancasila, pandangan para sarjana yang relevan, kajian terhadap teks konstitusi, dan berbagai teks hukum terkait. Seluruh proses kajian dikaitkan dengan kerangka teori yang telah dipilih melalui pendekatan yang komprehensif pada masing-masing variable.
Pada variabel pertama tentang konsep negara hukum digunakan pendekatan konsep dan hermenetik; pada variable kedua tentang pancasila digunakan pendekatan filsafat dan historis Pancasila; pada variabel ketiga tentang sistim hukum Indonesia digunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan sistem.
Hasil atau kesimpulan disertasi:
ADVERTISEMENT
1). Konsep Negara Hukum Pancasila (NHP) tidak ditemukan eksplisit-tekstual di dalam batang tubuh UUD-1945. Beberapa kali pergantian dan amandemen tidak berhasil memperkuat kedudukan Pancasila sebagai paradigma negara hukum Indonesia, malah semakin jauh dari paradigma Pancasila. Bahkan posisi dan kedudukan Pancasila tidak mendapat proteksi normatif dalam Konstitusi.
2). Negara hukum Indonesia adalah Negara Hukum Pancasila (NHP) dengan ciri dan karakter yang berbeda dibanding dengan negara hukum lainnya di dunia. Adapun ciri dan karakter utama NHP adalah keselarasan antara prinsip ketuhanan dan kerakyatan, kekeluargaan dan gotong royong, rasa malu dan tenggang rasa.
3). Terkait Sistim Hukum; secara struktural lembaga-lembaga hukum harus memprioritaskan mekanisme mediasi serta cara penyelesaian alternatif (alternative dispute resolution) termasuk hukum adat. Secara substantif NHP harus berbasis pada nilai ketuhanan sekaligus kerakyatan, dan diorientasikan sesuai ciri dan karakter NHP yang merupakan jiwa bangsa. Secara budaya hukum, NHP memerlukan upaya pembudayaan pancasila melalui pendidikan hukum dan indoktrinasi nilai-nilai pancasila yang sistematis.
ADVERTISEMENT
Atas dasar temuan di atas, berikut saran dari disertasi ini;
1). Rumusan Negara Hukum Pancasila perlu ditegaskan di dalam Batang Tubuh Konstitusi UUD-1945, agar Pancasila dalam konteks “staatsfundamentalnorm” tidak lagi dapat ditafsirkan berdasarkan paham atau ideologi lain di luar Pancasila, karena telah diproteksi secara eksplisit di dalam Konstitusi UUD-1945. Pasal 1 (3) UUD-1945; idealnya disempurnakan kalimatnya, dengan menambah satu kata; Pancasila, menjadi; “Negara Indonesia adalah negara hukum Pancasila”. Pada pasal ini juga ditambahkan satu ayat; menjadi Pasal 1 (4); dengan bunyi; ”Pancasila adalah sumber dari segala sumber hukum”, Karena sifat “sumber dari segala sumber” harus diletakkan pada hirarki hukum tertinggi, yaitu Konstitusi, bukan UU yang merupakan derivasi dari Konstitusi.
2). Ciri dan karakter Negara Hukum Pancasila yang merupakan refleksi kebatinan (volkgeist) dari jiwa hukum bangsa Indonesia perlu dijadikan model dan rujukan dalam pembentukan hukum serta perundang-undangan di Indonesia, yang selanjutnya dalam proses perubahan perilaku (law as tools of social engineering) dilaksanakan melalui proses pembudayaan di dalam pendidikan hukum maupun pendidikan umum.
ADVERTISEMENT
3). Dalam pengembangan Sistim Hukum; Komponen Substansi Hukum wajib dirumuskan berdasarkan ciri dan karakter Negara Hukum Pancasila, untuk menegaskan perbedaan Sistim Hukum Pancasila dengan faham-faham hukum lainnya di luar Pancasila. Pada komponen budaya hukum; wajib berbasis dan berorientasi pada ciri dan karakter negara hukum Pancasila, yaitu: Ketuhanan & kerakyatan, kekeluargaan dan gotong royong, rasa malu & tenggang rasa. Sedangkan pada komponen struktur hukum, baik struktur peradilan maupun struktur perundang-undangan secara sistemik disusun berbasis pada konsep, nilai, norma, asas, hingga sistim dan teknis peradilan yang berparadigma Pancasila.