Kala Dubes Rusia Menjenguk Makam Perwira Angkatan Lautnya di Sabang, Aceh

Konten Media Partner
25 Februari 2021 16:15 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Duta Besar (Dubes) Federasi Rusia untuk Indonesia, Lyudmila Vorobieva, saat berada di Sabang, Aceh, Minggu (21/2). Foto: Dok. BPKS
zoom-in-whitePerbesar
Duta Besar (Dubes) Federasi Rusia untuk Indonesia, Lyudmila Vorobieva, saat berada di Sabang, Aceh, Minggu (21/2). Foto: Dok. BPKS
Sepenggal potongan sejarah itu kembali terkuak ketika Duta Besar (Dubes) Federasi Rusia untuk Indonesia, Lyudmila Vorobieva mengunjungi Kota Sabang selama tiga hari, 20-22 Februari 2021. Sang Dubes tidak datang sendirian, melainkan ditemani oleh Atase Militer Sergey Zhevnovatyy dan sejumlah pejabat kedutaan lainnya.
ADVERTISEMENT
Seperti dilaporkan acehkini.id, Minggu (21/2/2021), kunjungi resmi para pejabat kedutaan ini bukan kunjungan silaturahmi biasa. Kunjungan tersebut sekaligus untuk berziarah ke makam perwira angkatan laut mereka di Sabang. “Melakukan kunjungan ke makam salah seorang pelaut asal Rusia yang dikebumikan di kompleks pemakaman Merbabu, Kota Sabang,” kata Humas BPKS, M. Rizal.
acehkini mencoba melakukan penelusuran ke sejumlah literatur dan dokumen, mencari tahu siapakah sebenarnya pelaut Rusia tersebut dan mengapa dia dimakamkan di Sabang. Temuan tersebut kemudian kami rangkum dalam tulisan berikut ini.
Menjelang perang dunia pertama, terjadi persaingan dan perebutan pengaruh di Manchuria, Korea dan konflik Boxer. Kekaisaran Rusia merasa perlu menjaga pengaruhnya di Asia dan melindungi sekutunya dari ancaman Jepang. Pada bulan September 1900, mereka mengirimkan angkatan lautnya yang bermarkas di Kronstadt ke Port Arthur, Vladivostok. Pengiriman kekuatan militer laut tersebut melibatkan Poltava, kapal perang termodern milik Rusia di era Dreadnought. Mereka tiba di Hindia Belanda pada awal tahun 1901.
Duta Besar (Dubes) Federasi Rusia untuk Indonesia, Lyudmila Vorobieva, bersama Atase Militer Angkatan Laut dan Udara Sergey Zhevnovatyy mengunjungi makam pelaut Rusia di Kompleks Pemakaman Eropa di Sabang, Aceh. Foto: Facebook @RusEmbJakarta
Perwira yang bertugas di kapal perang Poltava bernama Letnan Khoklov. Nasib sial menimpa armada mereka. Seusai bertolak dari pangkalan laut Kronstadt di dekat Sankt Peterburg, Poltava mengalami kecelakaan pada September 1901 ketika berada di perairan Sabang, dan Letnan Khoklov gugur dalam kecelakaan tersebut.
ADVERTISEMENT
Poltava berada di Sabang dari tanggal 27 Februari hingga 12 Maret 1901 setelah berlayar melalui Laut Mediterania–terusan Suez–Samudera Hindia. Saat itu, pelabuhan Sabang dikenal sebagai salah satu pelabuhan pengisian batu bara yang sangat strategis di mulut Selat Malaka. Banyak kapal yang berlayar melintasi Selat Malaka sering singgah di Sabang, baik untuk mengisi bahan bakar batu bara maupun menyiapkan perbekalan.
Sial bagi Poltava. Saat hendak melanjutkan pelayaran ke Hong Kong yang ketika itu masih koloni Inggris, Poltava mengalami kecelakaan ketika jangkar kanan diturunkan. Besi penahan terlepas dan menghantam kepala Letnan Sergei Vasilyevich Khoklov, perwira jaga di anjungan sekaligus komandan kompi di kapal perang tersebut. Akibatnya fatal, Letnan Khoklov pun meninggal dunia.
ADVERTISEMENT
Iwan Santosa dalam tulisannya Makam Tentara Rusia di Sabang, Pengikat Hubungan Sejarah RI-Rusia di Kompas.id (24/11/2020) menulis, keesokan harinya bendera di atas kapal Rusia dan kapal Angkatan Laut Belanda di Sabang berkibar setengah tiang pertanda duka cita, yang diikuti ibadah misa yang dipimpin rohaniwan Kristen Ortodoks. Jenazah Khoklov dikebumikan di pemakaman Eropa (Kerkhoff) di Sabang. Seluruh warga Eropa di Sabang menghadiri pemakaman dan memberikan penghormatan terakhir. Salvo tiga kali tembakan dilepaskan ketika jenazah diturunkan dari kapal Poltava.
Seusai prosesi pemakaman, bendera Kekaisaran Rusia dan panji Angkatan Laut kembali dikibarkan penuh. Begitu juga dengan pihak militer Belanda ikut memberikan penghormatan penuh dalam pemakaman tersebut. Sebuah monumen kecil dibangun di sana untuk mengenang Khoklov. Dalam kurun waktu 1904-1905, tidak hanya Poltava, kapal Angkatan Laut Rusia yang lain juga singgah di Hindia Belanda.
ADVERTISEMENT
Hubungan Tak Sampai antara Aceh dan Rusia
Letnan Khoklov gugur tiga tahun sebelum Aceh menyerah secara resmi kepada Belanda pada 1904. Padahal ketika itu, Aceh sebenarnya berpeluang menang melawan Belanda andai Kekaisaran Rusia menerima permintaan Sultan Aceh, Muhammad Daud Syah II.
Pada 1879-1898, Sultan Muhammad Daud Syah II mencari dukungan dari negara lain seperti Turki, Inggris, Amerika dan juga Rusia. Bahkan, Sultan meminta Rusia memberikan status protektorat kepada Kesultanan Aceh dan membantunya melawan pemerintah Hindia Belanda yang berkedudukan di Batavia.
Makam perwira angkaran laut Rusia di Kompleks Pemakaman Eropa (Kerkhoff) di Sabang, Aceh. Foto: Facebook @RusEmbJakarta
Perjuang-pejuang Aceh menghubungi kapten kapal Rusia “Vsadnik” yang sedang berlabuh di Penang. Mereka memohon kepada Imperator Rusia agar diberikan perlindungan. Pada tanggal 15 Februari 1904 melalui Konsul Rusia di Singapura, Rudanovsky, Sultan Aceh memohon kepada Nikolay II untuk menerima Aceh sebagai wilayah di bawah perlindungan Rusia. Namun, setelah pembahasan di tingkat pemerintah Rusia, diputuskan bahwa hal tersebut tidak mungkin dilakukan mengingat akan mengganggu hubungan antara pemerintahan Imperator Rusia dengan Kerajaan Belanda.
ADVERTISEMENT
Mengapa Sultan Aceh menginginkan Aceh menjadi wilayah protektorat Rusia? Dengan status sebagai wilayah protektorat, Aceh akan mendapatkan perlindungan penuh dari Rusia, salah satu negara yang memiliki kekuatan militer paling kuat di Eropa. Perlindungan tersebut akan menjauhkan Aceh dari pendudukan dan direbut Belanda.
Selain itu, Kekaisaran Rusia sedang giat-giatnya mencari daerah protektorat baru untuk menjaga pengaruhnya di kawasan. Apalagi pada tahun 1875, ilmuwan dan penjelajah terkenal berkebangsaan Rusia Nikolay Miklukho-Maklay meminta pemerintah Rusia untuk memberikan status protektorat untuk wilayah timur laut Guinea Baru (Pulau Papua) dan Kepulauan Palau, yang telah ia periksa sejak lama.
Dia ingin Rusia melindungi rakyat Papua dari kolonialisasi Eropa. Miklukho-Maklay secara konsisten mengajukan banding ke penguasa Rusia kala itu, Aleksandr II dan Aleksandr III, untuk mendukung inisiatif ini. Namun, keduanya tidak mendukung gagasan tersebut. Akhirnya, pada tahun 1885, wilayah timur Guinea Baru terbagi antara Kerajaan Inggris dan Jerman.
ADVERTISEMENT
Jadi, cukup beralasan jika Aceh juga meminta menjadi protektorat Rusia, meski akhirnya juga gagal. Sebuah hubungan yang tak sampai antara Aceh dan Rusia. Andai dulu Tsar Rusia bersedia membantu Aceh melawan Belanda, tentu saja haluan sejarah akan ditulis berbeda. Atau minimal seperti ditulis politikus PDIP Budiman Sudjatmiko dalam kicauannya di Twitter.
"Wah kalau saat itu Tsar Rusia menyetujui permintaan Aceh u/ jd protektorat kekaisarannya melawan Belanda, bisa2 nama orang Aceh adalah Irwandi Yusufov, Cut Tariskova, Hasan Tirov dsb," kata Budiman melalui akun Twitternya, Minggu (21/2/2021).
Makam Khoklov di Kerkhof Merbabu
Kedatangan Dubes Rusia untuk Indonesia, Lyudmila Vorobieva ke Sabang sebenarnya sudah lama direncanakan. Kedubes Federasi Rusia bahkan tengah menyiapkan renovasi makam militer Khoklov, lebih-lebih setelah pihaknya mendapatkan data-data dari Markas AL Rusia di Sankt Peterburg.
ADVERTISEMENT
“Kami menunggu kiriman nisan berbentuk salib Ortodoks untuk dipasang di makam tersebut. Sejauh ini, makam itu tercatat sebagai satu-satunya makam militer Rusia di Indonesia yang sekaligus menjadi bukti hubungan strategis Rusia dan Indonesia di masa silam,” kata Duta Besar Rusia untuk Indonesia, Lyudmila Vorobieva, seperti dikutip dari Kompas.id, Selasa (24/11/2020).
Boleh jadi, kedatangan Lyudmila tempo hari untuk melihat kondisi makam dari dekat. Apalagi itu merupakan makam satu-satunya pelaut Rusia yang ada di Kerkhof Merbabu di Sabang.[]