Kejahatan Seksual Dominasi Kekerasan Pada Perempuan dan Anak di Nagan Raya, Aceh

Konten Media Partner
24 Oktober 2020 20:17 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi pemaksaan seksual. Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pemaksaan seksual. Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kasus kejahatan seksual mendominasi angka kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Nagan Raya, Aceh. Dari 15 perkara yang ditangani Kepolisian Nagan Raya sepanjang Januari-Oktober 2020, sembilan di antaranya terkait kejahatan seksual terhadap anak.
ADVERTISEMENT
Pejabat Unit Pelayanan Perempuan dan Anak Kepolisian Nagan Raya, Briptu Evirosantini, merincikan 15 kekerasan terhadap perempuan dan anak, yaitu pencabulan anak di bawah umur 2 kasus, pelecehan seksual terhadap anak 1 kasus, persetubuhan anak di bawah umur 4 kasus, dan penelantaran anak 1 kasus.
Selanjutnya, tindak pidana poligami 1 kasus, melarikan perempuan dan pencabulan anak di bawah umur 1 kasus, kekerasan terhadap anak di bawah umur 2 kasus, khalwat 1 kasus, percobaan penculikan 1 kasus, serta pencabulan dan persetubuhan anak di bawah umur 1 kasus.
Pejabat Unit Pelayanan Perempuan dan Anak Polres Nagan Raya, Briptu Evirosantini. Foto: Siti Aisyah/acehkini
"Untuk sementara kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak menurun dari tahun 2019 yang tercatat 28 kasus, tapi kami belum dapat memastikan hingga bulan 12 nanti," ujar Evirosantini kepada acehkini, Sabtu (24/10).
ADVERTISEMENT
Menurut Evirosantini, kejahatan seksual terhadap anak sebagian besar pelakunya adalah orang terdekat korban, misalnya ayah tiri. "Tapi ada juga pelaku orang tidak dikenal korban," katanya.
Evirosantini menuturkan, orang tua berperan penting dalam mencegah anak menjadi korban kejahatan seksual. Menurutnya, orang tua harus merawat kedekatan dengan anak, sehingga sang anak akan bersikap terbuka.
"Kalau hubungan anak dan orang tua dekat, sang anak akan menceritakan semua masalahnya ke orang tua, sekecil apapun," katanya.
Evirosantini menyebutkan, kejahatan seksual punya dampak jangka panjang terhadap anak yang menjadi korban. Mereka yang telah menjadi korban cenderung memilih berhenti bersekolah karena merasa malu atas peristiwa kelam yang dialaminya. "Karena malu dengan teman-temannya," sebutnya.