Kenangan Perunding GAM pada Sosok Faisal Ridha, Tokoh Referendum Aceh

Konten Media Partner
26 Maret 2022 11:25 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Faisal Ridha bersama pimpinan tertinggi GAM, Tgk Hasan Tiro di Swedia. Foto: dok. facebook/Faisal Ridha
zoom-in-whitePerbesar
Faisal Ridha bersama pimpinan tertinggi GAM, Tgk Hasan Tiro di Swedia. Foto: dok. facebook/Faisal Ridha
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Tokoh pejuang referendum Aceh, Faisal Ridha telah meninggal dunia pada Rabu siang (23/3/2022). Sosoknya meninggalkan kenangan bagi para sahabat, termasuk para juru runding Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang terlibat dalam perdamaian Aceh.
ADVERTISEMENT
Juru runding GAM di Helsinki dan juga Wali Kota Sabang periode 2007-2012, Munawar Liza, membagikan kenangannya kepada acehkini, Sabtu (26/3).
Berikut tulisannya:
Selama beberapa ronde perundingan damai antara perwakilan Pemerintah Indonesia dan GAM di Helsinki, Finlandia, pimpinan dan perunding GAM selalu mengadakan rapat sebelum maupun sesudah ronde berjalan. Selain memberikan update tentang perundingan, juga menyiapkan bahan untuk pertemuan selanjutnya.
Pada 9-10 Juli 2005, sebelum berangkat untuk jadwal berunding kembali, GAM melakukan pertemuan dengan perwakilan dari seluruh dunia dan Civil Society juga perwakilan mahasiswa Aceh dari beberapa kota besar Indonesia dan luar negeri. Pertemuan ini berlangsung di sebuah pulau kecil bernama Lidingö, wilayah metropolitan Stockholm, Swedia.
Dalam pertemuan itu banyak hal yang dibahas tentang dukungan masyarakat sipil dan mahasiswa Aceh terhadap perundingan yang sedang berlangsung. Civil Society diajak untuk berperan aktif dalam membangun perdamaian di Aceh.
ADVERTISEMENT
Salah satu yang hadir dan aktif dalam pertemuan adalah Faisal Ridha, aktivis muda, mewakili Presidium Sentral Informasi Referendum Aceh (SIRA) yang mengusung ide referendum dengan salah satu opsinya kemerdekaan berdaulat untuk Aceh.
Faisal Ridha (berdiri) dalam pertemuan di Lidingö, Stockholm, Swedia. Foto: dok. Munawar Liza
Faisal Ridha seorang organisatoris yang baik, selalu didapuk menjadi leader dalam setiap kegiatan yang diikutinya. Selain itu, ide-ide yang dikeluarkan selalu tajam, terbenam di dalam dada kami setelah mendengarnya. Semangatnya tinggi, suaranya lantang dan terang.
Setiap bicara di forum, dia tidak pernah ragu atas apa yang dipercayainya. Semua disampaikan dengan jelas. Faisal Ridha juga santun, nada bicaranya tidak pernah kasar kepada orang lain, apalagi yang umur di atasnya.
Banyak pimpinan dan panglima GAM lapangan yang dekat dengannya. Misalnya; Gubernur GAM Batee Iliek, Abu Yahya, dan Panglima GAM Batee Iliek, Husaini alias Tengku Batee sangat akrab dengannya.
ADVERTISEMENT
Bahkan sewaktu keadaan terjepit oleh operasi militer, Faisal Ridha menjadi salah seorang penghubung utama dengan pimpinan di lapangan seumpama juru bicara militer GAM, Sofyan Dawood,.
Faisal Ridha juga pernah mengusulkan agar perunding GAM yang bermukim di Australia, Tengku Nurdin Abdurrahman, diajak pulang ke Aceh, untuk diusung menjadi calon kepala daerah di Bireuen. Usulan ini tentunya dilakukan saat perdamaian Aceh telah diraih pada 15 Agustus 2005.
Faisal Ridha (kanan) jelang penandatanganan kesepakatan damai di Helsinki, Finlandia. Foto: dok. Munawar Liza
Di masa-masa sulit setelah berakhirnya konflik, dia tidak pernah terlihat takut. Mahir dalam mengelola berbagai masalah, sehingga dijadikan rujukan oleh kawan-kawan SIRA lainnya. Di periode pertama pemerintahan Irwandi, dia juga memegang peranan strategis.
Dalam beberapa pertemuan dengannya beberapa tahun terakhir, Faisal tidak cukup puas dengan perdamaian. Dia prihatin dengan kondisi Aceh, sempat menyebutkan harapannya, “pakon geutanyoe hana meusaboh lagee jameun (kenapa kita tidak bisa bersatu seperti dulu) untuk memajukan Aceh.”
ADVERTISEMENT
Sampai akhir hayatnya, Faisal Ridha tercatat sebagai satu ujung tombak perjuangan SIRA, turut memberikan ide yang gemilang dalam berbagai proses perdamaian Aceh, aktif dalam membantu kombatan GAM dalam berbagai pelatihan dan pendidikan politik, turut serta dalam meletakkan pondasi bagi pendirian partai politik lokal di Aceh, dan terlibat aktif dalam gerakan advokasi untuk melahirkan Undang Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. []