Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten Media Partner
Kendali Kebakaran Hutan, Aceh Bentuk Komunitas Sadar Api
7 Agustus 2019 20:51 WIB
ADVERTISEMENT
Pemerintah Aceh merencanakan membentuk komunitas sadar api di desa atau gampong-gampong yang dekat dengan hutan dan lahan, selama ini rentan kebakaran. Mereka nantinya berkolaborasi dengan Manggala Agni (Brigade Pengendalian Kebakaran Hutan), menjadi menjadi ujung tombak penanganan kebakaran lahan di tingkat bawah.
ADVERTISEMENT
Hal tersebut disampaikan Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Aceh, Nova Iriansyah dalam sambutannya pada Rapat Koordinasi Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan, di Ruang Serbaguna Setda Aceh, Rabu (7/8/2019). Rapat dihadiri oleh Kepala Badan Nasional Pengendalian Bencana (BNPB) Letjen Doni Monardo, serta pihak terkait lainnya.
“Komunitas Masyarakat Sadar Api nantinya akan bekerja sama dengan Manggala Agni. Dua kekuatan ini kita harapkan mampu melakukan upaya-upaya pencegahan Karhutla (kebakaran hutan dan lahan) di tingkat tapak,” kata Nova.
Selain itu, langkah penegakan hukum bagi pelaku Karhutla juga harus dipertegas. Karena berdasarkan data, hampir 99 persen Karhutla di Indonesia merupakan tindakan yang disengaja. Oleh karena itu, aparat keamanan harus menindak tegas aktor pelaku Karhutla agar menjadi pelajaran, hingga kasus serupa tak terulang.
ADVERTISEMENT
“Kita telah berhasil membentuk komunitas-komunitas Sadar Bencana yang berperan mensosialisasikan pengetahuan kebencanaan bagi masyarakat. Tetapi komunitas ini lebih fokus pada bencana yang mengancam pemukiman. Sementara untuk Karhutla masih belum ada,” jelas Nova.
Sesuai dengan Instruksi Presiden Nomor 11 Tahun 2015, tentang Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan, mengamanatkan bahwa penanggulangan Karhutla tidak hanya melibatkan aparat keamanan dan Badan Penanggulangan Bencana, tapi juga melibatkan masyarakat. Dengan kata lain, sumber daya untuk pengendalian Karhutla mutlak diperkuat.
Nova menjelaskan, sebagai daerah dengan areal hutan yang cukup luas di Indonesia, Aceh juga dijuluki sebagai salah satu paru-paru dunia. Tidak mengherankan, jika di forum-forum dunia yang membahas perubahan iklim, hutan Aceh kerap menjadi perhatian.
Dunia sangat berharap, Indonesia memberi perhatian bagi upaya pelestarian hutan di Aceh. Merespon permintaan internasional itu, Pemerintah tentu memiliki program khusus untuk pelestarian hutan di wilayah ini. Bahkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah menetapkan hutan Aceh sebagai kawasan yang perlu mendapat pengawasan.
ADVERTISEMENT
Menjaga hutan, kata Nova, bukan perkara mudah. Hutan Aceh begitu luas dari berbagai gangguan yang merusaknya, salah satu ancaman yang kerap mengintai adalah kebakaran yang sering terjadi setiap musim kemarau, baik yang terjadi karena kesengajaan maupun tidak, terjadi setiap tahun.
“Pertemuan ini diharapkan dapat memberikan masukan terkait penguatan tim, peralatan, sosialisasi, dan langkah-langkah preventif untuk penguatan sumber daya manusia. Menghasilkan rumusan penanganan Karhutla, sehingga fungsi hutan Aceh sebagai salah satu paru-paru dunia dapat kita pertahankan,” ujar Plt Gubernur Aceh.
Membuka Lahan Jangan dengan Membakar
Pada kesempatan yang sama, Kepala BNPB, Letjen Doni Monardo mengatakan kelestarian alam akan berimbas positif bagi kelestarian ekologis. Oleh karena itu masyarakat diimbau untuk bersama menjaga kelestarian alam, salah satunya adaah dengan berhenti melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar. “Saya mengimbau kepada seluruh masyarakat untuk tidak lagi melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar,” ujar Doni.
Menurutnya, kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di tahun 2015 mencapai 2,6 juta hektar, yang mengakibatkan kerugian sebesar Rp221 triliun. Dengan langkah-langkah preventif, pemerintah akhirnya mampu menekan angka Karhutla di tahun 2016, 2017 dan 2018.
ADVERTISEMENT
Tak hanya faktor kemarau, kasus Karhutla tahun 2015 juga dipengaruhi oleh El Nino. Sedangkan 3 tahun berikutnya sedikit terbantu dengan La Nina. Namun tahun 2019 ini El Nino relatif panjang. “Hal ini akan berpengaruh dengan kemarau yang semakin panjang. Oleh karena itu, sekali lagi saya ingatkan kepada semua pihak agar menghentikan tradisi membuka lahan dengan cara membakar,” katanya.
Dalam kesempatan tersebut, Doni juga mengajak semua elemen masyarakat untuk menjadikan menanam pohon bernilai ekonomis sebagai kegemaran baru. Sementara di lahan gambut, dapat ditanami beberapa komoditas bernilai ekonomi tinggi seperti bawang, nenas, cabe, lidah buaya, pinang, dan kopi liberica.
Satu daerah disebutkan sebagai contoh, yaitu Desa Sungai Tohor, Tebing Tinggi Timur, Kabupaten Meranti di Provinsi Riau. Dahulu, desa ini merupakan daerah pengekspor asap. Kini, Desa Sungai Tohor menjadi daerah pengekspor sagu. “Kabupaten ini membuktikan bahwa perubahan dapat dicapai dengan komitmen, dukungan dan kesungguhan semua pihak,” pungkas Doni. []
ADVERTISEMENT
acehkini