Ketua DPR Aceh Tanggapi Surat Kementerian ESDM Soal Pertambangan Minerba

Konten Media Partner
16 Februari 2023 18:07 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua DPR Aceh, Saiful Bahri alias Pon Yaya. Foto: Abdul Hadi/acehkini
zoom-in-whitePerbesar
Ketua DPR Aceh, Saiful Bahri alias Pon Yaya. Foto: Abdul Hadi/acehkini
ADVERTISEMENT
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyurati Gubernur Aceh melalui surat bernomor T-125/MB.05/SJN.H/2023 tentang pengelolaan pertambangan mineral dan batubara (Minerba) di Aceh, tertanggal 19 Januari 2023.
ADVERTISEMENT
Dalam surat tersebut, Kementerian ESDM berharap agar Pemerintah Aceh dapat melakukan peninjauan atas ketentuan Undang Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA), sehingga dapat memenuhi Norma, Standar, Prosedur, dan Ketentuan (NSPK) sesuai ketentuan UU Pertambangan Mineral dan Batubara serta UU Cipta kerja terkait Perizinan Berusaha. Hal tersebut dalam rangka memberikan kepastian hukum atas pengelolaan pertambangan mineral dan batubara di Aceh.
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh, Saiful Bahri, menyatakan surat Kementerian ESDM tersebut tidak dapat dijadikan dasar hukum untuk menganulir kewenangan Pemerintah Aceh dalam memberikan izin investasi, termasuk dalam Penanaman Modal Asing (PMA).
“Surat tersebut bukan produk hukum yang dapat dijadikan landasan hukum, sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang RI Nomor 15 Tahun 2019 tentang pembentukan peraturan Perundang-undangan,” tegas Saiful Bahri yang akrab disapa Pon Yaya, dalam keterangannya dikutip acehkini dari website DPR Aceh, Kamis (16/2).
Aksi penolakan izin tambang PT EMM di depan Kantor Gubernur Aceh pada April 2019. Foto: Abdul Hadi/acehkini
Pon Yaya lebih lanjut menyampaikan ihwal kewenangan Pemerintah Aceh tentang pemberian izin bagi investasi asing telah diatur dalam Pasal 165 ayat (2) UUPA. Dengan adanya undang-undang khusus untuk Aceh tersebut, secara hukum Pemerintah Aceh memiliki kewenangan dalam pemberian izin bagi investasi asing dan penanaman modal asing.
ADVERTISEMENT
“Dengan demikian Aceh sebagai daerah yang diberikan kewenangan khusus sesuai dengan konstitusi Negara Republik Indonesia berwenang mengatur kewenangannya,” lanjut Pon Yaya.
Selain itu, Pon Yaya turut merujuk Putusan Mahkamah Agung Nomor 91K/TUN/LH/2020, terkait pembatalan izin pertambangan PT EMM (Emas Murni Mineral) di Beutong Ateuh, Nagan Raya. Dalam putusan tersebut, Mahkamah Agung telah menyatakan izin yang dikeluarkan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Nomor: 66/I/IUP/PMA/2017 tentang persetujuan penyesuaian dan peningkatan tahap izin usaha pertambangan eksplorasi menjadi izin usaha pertambangan operasi produksi mineral logam dalam rangka Penanaman Modal Asing untuk komoditas emas kepada PT. EMM tertanggal 19 Desember 2017 telah batal.
Putusan tersebut dikeluarkan Mahkamah Agung setelah adanya pertimbangan tentang kewenangan izin pertambangan dari investasi asing di Aceh merupakan kewenangan Pemerintah Aceh. “Bukan kewenangan Pemerintah Pusat,” jelas Ketua DPR Aceh.
ADVERTISEMENT
Dia mengatakan UUPA merupakan produk hukum yang sah dan berlaku sesuai dengan konstitusi Negara. juga merupakan solusi bagi konflik bersenjata di Aceh. “Undang-Undang ini merupakan turunan dari perjanjian damai yang kita kenal dengan perjanjian MoU Helsinki, pengingkaran terhadapnya merupakan perbuatan yang melawan konstitusi (makar) dan juga merupakan musuh perdamaian,” kata Pon Yaya.
Atas berbagai pertimbangan tersebut, DPR Aceh akan segera melakukan rapat bersama Pemerintah Aceh. “Kita juga akan meminta Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM untuk mencabut surat yang mereduksi kewenangan Aceh sebagaimana disebutkan dalam UUPA secara tegas dan sangat jelas, terutama Pasal 156 dan Pasal 165,” tutupnya. []