Kisah Ayah Korban Kejahatan Seksual di Aceh: 2 Tahun Cari Keadilan untuk Anaknya

Konten Media Partner
18 Agustus 2020 11:45 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ayah korban memperlihatkan surat DPO pelaku. Foto: Habil/acehkini
zoom-in-whitePerbesar
Ayah korban memperlihatkan surat DPO pelaku. Foto: Habil/acehkini
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Seorang ayah di Kecamatan Baitussalam, Kabupaten Aceh Besar, Aceh, nyaris patah semangat menanti keadilan bagi anak perempuan semata wayangnya yang menjadi korban kejahatan seksual. Sejak dilaporkan 2 tahun lalu, pelaku yang kabur setelah sempat ditahan, hingga kini tak kunjung ditangkap.
ADVERTISEMENT
Meski sang pelaku sudah masuk dalam daftar pencarian orang (DPO), namun polisi belum berhasil membekuknya. Padahal selama menjadi buron, ayah korban mengaku sudah empat kali bertemu dengan pelaku. Pelaku juga disebut aktif bermain media sosial.
"Keberadaan pelaku sering kami informasikan kepada polisi, namun tidak diindahkan. Bahkan polisi beralasan tidak punya biaya untuk mengurus kasus ini," kata ayah korban berinisial MA saat menemui sejumlah jurnalis di Kantor AJI Banda Aceh, Senin (10/8).
MA menjelaskan, pemerkosaan terhadap anak perempuannya yang kini berusia 16 tahun terjadi pada 18 November 2018. Saat itu sekitar pukul 10.00 WIB, korban dijemput oleh AK (20 tahun), warga Lamteuba, Aceh Besar, ketika masih di sekolah. AK dan korban kala itu berpacaran.
Ilustrasi pelecehan seksual. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Kemudian AK membawa korban ke sebuah rumah kos di Jalan Malahayati, Aceh Besar. "Di sana ia dipaksa untuk melakukan hubungan suami istri. Karena menolak, anak kami sempat beberapa kali dipukul oleh AK," ujar MA.
ADVERTISEMENT
Setelah kasus pemerkosaan itu, perilaku anak MA berubah. Ia lebih sering terlihat pendiam dan menyendiri, sehingga menimbulkan kecurigaan. Berulangkali ditanyakan, sang anak tidak ingin bercerita. Sekitar dua pekan begitu, MA meminta bantuan anggota Polsek Baitussalam untuk menginterogasi sang anak.
"Kami takut ia terlibat narkoba sehingga kami minta bantu polisi," ujarnya.
Dari hasil interogasi polisi itu terungkap bahwa anak MA telah menjadi korban pemerkosaan. Kemudian pada 11 Desember 2018, ibu korban membuat laporan ke Polsek Baitussalam. Laporan itu diterima dengan nomor laporan: LP//63/XXI/res.1.25.2/2018/SPKT. "Anak kami juga divisum," tuturnya.
MA menjelaskan, setelah dilaporkan, hari itu juga pelaku AK ditangkap polisi. Saat ditangkap ia masih berumur 18 tahun, sehingga dititipkan di Lembaga Penyelenggara Kesejahteraan Sosial (LPKS) milik Dinas Sosial di Lampineung, Banda Aceh.
ADVERTISEMENT
Pada 21 Desember 2018, AK disebut kabur dari LPKS. MA mengetahui pelaku sudah tak ditahan lagi pada 30 Desember 2018, setelah mendapat kabar dari seseorang yang melihat AK berada di suatu tempat.
Namun, Polsek Baitussalam memasukkan AK dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) empat bulan kemudian atau pada 25 April 2019. Setelahnya AK menjadi buron dengan nomor DPO/02/IV/2019/Unit Reskrim.
"Sejak kaburnya AK, kasus kami tidak berkembang. Walau polisi menyampaikan SP2HP perkembangan perkara, namun hingga hari ini belum ada pelimpahan perkara kepada pihak kejaksaan," kata MA.
MA mengaku beberapa kali meminta polisi agar kembali menangkap AK. Menurutnya, AK sering berada di kamar kosnya yang terletak tidak jauh dari kantor Polsek Baitussalam. Keberadaan AK ini pernah disampaikan MA kepada polisi.
ADVERTISEMENT
Menurut MA, anaknya masih merasa trauma dan takut setelah kejadian pemerkosaan itu. Ia berharap kasus ini segera diusut dan mendapat titik terang.
Sementara itu, Kanit Reskrim Polsek Baitussalam, Bripka Anda Fajri, mengatakan selama hampir setahun bertugas di sana, sudah tiga kali ia memburu AK ke tempat tinggalnya di kawasan Lamteuba. Termasuk, satu kali di antaranya datang bersama orang tua korban.
"Kalau menurut prosedur, kami sudah berupaya semaksimal mungkin. Sudah kami cari beberapa kali tidak dapat. Masyarakat menyembunyikan tersangka," ujar Anda kepada jurnalis.
Menurut Anda, kawasan Lamteuba adalah daerah rawan untuk didatangi kepolisian. Apalagi masyarakat di sana tidak ingin memberitahukan keberadaan AK. "Daerah merah, bisa masuk ke sana nanti tidak bisa keluar," ujarnya.
ADVERTISEMENT