Kisah Mahout di CRU Trumon, Aceh: Pandemi Bikin Sulit, Gajah Tak Boleh Lapar (2)

Konten Media Partner
6 September 2021 17:21 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Para mahout di Conservation Response Unit (CRU) Trumon, Aceh Selatan, bertahun-tahun hidup dan besar bersama gajah-gajah jinak. Kala pandemi COVID-19, hidup mereka semakin sulit, donatur kurang tapi gajah tak boleh lapar.
Lokasi CRU Trumong di Aceh Selatan. Foto: Siti Aisyah/acehkini
Kehidupan gajah di CRU Trumon cukup menarik perhatian pecinta satwa dilindungi itu selama ini, lokasi itu dulu ramai dikunjungi, bahkan seperti lokasi wisata. Pandemi COVID-19 kemudian membuat lokasi itu sepi, dan tidak ada donatur.
ADVERTISEMENT
Banyak fakta miris dialami para mahout yang merawat gajah jinak di sana. Hampir semua hal di CRU ini diurus sendiri oleh para pawang. Mereka dihadapkan dengan masalah kekurangan asupan makanan gajah karena mereka tidak memiliki dana operasional yang cukup.
"Selama dua tahun ini nggak ada pemasukan, itu bukan untuk makan gajah saja tapi untuk kami juga, semua nggak ada. Kami sukarela selama dua tahun ini," kata Hendra, Mahout CRU Trumon kepada sejumlah jurnali saat berkunjung ke sana, pekan lalu.
Menurut Hendra, selama dua tahun terakhir para mahout kebingungan untuk memenuhi kebutuhan makanan gajah, karena sumber dana yang berasal dari beberapa donatur tidak ada sejak pandemi COVID-19. Ia menyebut untuk makan saja, para mahout harus membawa gajah ke hutan dengan lokasi yang berbeda setiap harinya. Gajah tak boleh lapar.
ADVERTISEMENT
“Kami disini nggak ada yang dukung nggak ada yang support, akhirnya kami di sini kayak anak tiri lah, ngurus sendiri kasih makan sendiri. Jadi selama dua tahun ini untuk memenuhi kebutuhan makan gajah kita yang ngangon sampai ke atas sana (hutan),” ungkap Hendra.
Mahout memandikan gajah di CRU Trumon. Foto: Siti Aisyah/acehkini
CRU Trumon yang telah ada sejak 2012, mempunyai empat ekor Gajah Sumatera, yakni dua jantan dan dua betina, masing-masing bernama Sisca, Nani, Tuah dan Bayu. Pada Juni 2021 lalu, Intan, anak dari Sisca telah mati. Keberadaan tempat tersebut berada di bawah Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh.
Gajah-gajah itu dilatih khusus, punya kemampuan tempur, kerap dilibatkan dalam aksi mengusir gajah liar yang masuk ke pemukiman warga. Tuah dan Bayu dengan gading panjang menjadi andalan dalam menangani konflik gajah liar dan manusia.
ADVERTISEMENT
Trumon berada dalam Koridor Alam Leuser. Kerap disebut sebagai Kawasan Koridor Satwa Liar, yang merupakan salah satu wilayah konservasi penting di Aceh. Hal itu karena kawasan seluas 2.700 hektare itu menjadi penghubung Suaka Marga Satwa dengan area Taman Nasional Gunong Leuser (TNGL).
CRU tersebut dibentuk dalam rangka mempercepat respon pemerintah dalam upaya mitigasi konflik gajah yang masih marak terjadi di Aceh, akibat tekanan terhadap habitatnya. Dengan respon yang baik dari CRU, potensi terbunuhnya gajah oleh masyarakat yang menganggap gajah itu sebagai hama atau musuh, dapat diminimalisasi.
Empat gajah penghuni CRU Trumon, foto diambil April 2016. Dok. Adi Warsidi
Hendra menjelaskan, terkadang mereka harus menggunakan uang pribadi untuk biaya penanganan gajah. Meskipun sejak tiga bulan yang lalu dana penanganan dan logistik mulai mereka terima dari CRU Aceh, namun Hendra mengaku biaya itu tetap tidak mencukupi kebutuhan CRU Trumon.
ADVERTISEMENT
"Selama tiga bulan ini, Alhamdulilah sudah ada CRU Aceh yang membantu makanan seperti pisang, tebu, pelepah, makan sudah teratur sekarang," ujarnya.
Hendra paham, BKSDA tak hanya mengcover satu tempat saja. Banyak lagi CRU dan kegiatan lain yang diselenggarakan di Aceh. Namun, ia hanya meminta sedikit perhatian untuk mereka di sana dalam merawat gajah jinak.
"Karena kalau gak ada dana semuanya terkendala contoh saja biaya untuk patroli, jangankan untuk gajah untuk kita mahout saja susah, harus mengeluarkan uang pribadi,” katanya.
“Kalau kami yang sudah jadi mahout masih mending, walaupun sikit ada gaji bulanan, tapi kalau asisten mahout ini memang tidak ada, jadi kalau tidak ada pendonor memang gak ada gaji mereka," tutup Hendra. []
ADVERTISEMENT