Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten Media Partner
Kisah Penderita Thalassemia: 20 Tahun Hidup dengan Darah Pendonor
10 Februari 2022 9:26 WIB
·
waktu baca 4 menit
ADVERTISEMENT
Ada yang menyentuh saat rutinitas zikir para Aparatus Sipil Negara (ASN) Pemerintah Aceh digelar di Unit Pelayanan Thalassemia Rumah Sakit Umum Daerah dr Zainoel Abidin (RSUDZA) Banda Aceh. Kala seorang penderita penyakit langka Thalassemia, Desi Aryanti (25 tahun) memberikan testimoninya hidup puluhan tahun dari dari pendonor.
ADVERTISEMENT
“Setetes darah dari bapak dan ibu semua adalah nyawa bagi kami,” kata Desi menyampaikan terima kasihnya kepada para pendonor yang selama ini menolong hidupnya, Rabu kemarin (9/2/2022).
Thalassemia adalah penyakit kelainan genetik yang memengaruhi produksi sel darah merah. Kelainan genetik ini diturunkan dari orang tua dan membuat penderitanya mengalami anemia atau kurang darah. Efek dari sakit ini adalah cepat lelah, mudah mengantuk, hingga sesak napas. Thalassemia kerap menyebabkan komplikasi berupa gagal jantung, pertumbuhan terhambat, gangguan hati, hingga kematian.
Desi divonis mengidap Thalassemia sejak usia lima tahun. Dia telah 20 tahun menjalani transfusi darah. “Saya mendapatkan dukungan penuh dari dokter. Tentunya terima kasih kepada mereka (dokter) dan terima kasih juga kepada pegawai Pemerintah Aceh yang telah rutin mendonorkan darah mereka. Itu adalah sebuah nilai tak terhingga untuk kami (penderita Thalassemia),” kata Desi.
ADVERTISEMENT
Sri Elfina (49) juga memberikan testimoni tentang anaknya yang menderita thalassemia. Ia menyampaikan salam hormat kepada seluruh dokter yang telah memberikan pelayanan terbaik bagi pasien Thalassemia. “Kami doakan agar dokter dan ASN Pemerintah Aceh diberikan kesehatan agar bisa mendonorkan darah rutin bagi anak kami serta pasien thalassemia lain yang membutuhkan darah itu secara rutin ,” katanya.
Penderita Thalassemia di Aceh
Direktur RSUDZA, dr. Isra Firmansyah, mengatakan Unit Pelayanan Thalassemia di RSUDZA aktif berfungsi sejak tahun 2012. Semula penderita thalassemia hanya mendapatkan rawatan di tempat pelayanan bagi anak. Konkretnya masalah thalassemia membuat RSUDZA menyatukan seluruh layanan. Ia mengatakan bahwa penderita thalassemia di Aceh sangatlah tinggi. Angka dari Kementerian Kesehatan pada tahun 2019 menyebutkan jika pasien thalassemia di Aceh berada di atas rata-rata angka nasional bahkan dunia.
ADVERTISEMENT
Dia menyebutkan ada ratusan pasien thalassemia yang membutuhkan transfusi rutin 1 hingga 4 kantong setiap 2 hingga 4 minggu sekali. “Butuh biaya Rp300 juta per pasien per tahun,” kata dr. Isra.
Menurutnya, semula agak sulit mencukupi kebutuhan darah bagi pasien thalassemia. Dalam dua tahun terakhir, berkat gerakan donor darah dari pemerintah Aceh, kelangkaan darah tidak terjadi lagi. “Pastinya anak-anak kita (penderita thalassemia) dapat tergolong lebih cepat. Berikan darah karena setetes darah kita dapat menyelamatkan mereka,” kata dia.
Sampai saat ini, RSUDZA Banda Aceh melayani sekitar 500 pasien thalassemia dari seluruh Aceh. “Ada kunjungan 25 sampai 30 orang per hari. Pasien paling muda yang berobat ke RSUDZA berumur 7 bulan dan tertua berumur 56 tahun,” kata Dahlia, Kepala ruangan Unit Pelayanan Thalassemia RSUDZA.
ADVERTISEMENT
“Tantangan sekarang masih banyak ditemukan kasus baru. Banyak orang kita tidak paham bahaya thalassemia. Sangat perlu agar diimbau masyarakat untuk mencegah sebelum menurunkan penyakit ini kepada anak,” tambahnya.
Pendiri organisasi Darah Untuk Aceh, Nurjannah Husien, mengatakan perlunya sosialisasi tentang pentingnya mendonorkan darah. Ia mengapresiasi langkah Pemerintah Aceh yang mewajibkan donor darah bagi seluruh pegawai.
“Banyak orang tua membawa anaknya berobat ke Banda Aceh karena ketidaktersediaan stok darah di daerah,” kata dia. Karena itu, langkah donor darah bagi ASN harusnya bisa dilakukan juga oleh pemerintah kabupaten dan kota di seluruh Aceh.
Bagi penderita Thalassemia, kata Nurjannah, sistem orang tua asuh sangat cocok. Di mana, satu orang pasien mendapatkan darah yang sama ketika ia akan melakukan transfusi. Sistem orang asuh cocok dilakukan karena antara darah pasien dengan daerah pendonor akan diberikan setelah dites bahwa darah antara keduanya cocok.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Nunu mengharapkan agar Pemerintah Aceh menetapkan aturan dalam bentuk Qanun, tentang pentingnya skrining pranikah sehingga tidak terjadi pernikahan antar-sesama penderita dan efek turunan dari Thalassemia yaitu melahirkan anak yang juga menderita bisa dihindari.
Sekda Aceh, Taqwallah terus mengajak masyarakat untuk beramal dengan donor darah. Menurutnya pasien thalassemia adalah mereka yang membutuhkan darah rutin, bahkan harus mendapatkan transfusi darah seumur hidup. “Secara ilmu pengetahuan penyakit ini memang bisa dihindari, yaitu dengan tidak menikah antar-sesama penderita. Caranya adalah dengan terlebih dahulu melakukan skrining sebelum menikah,” katanya yang juga dokter.
Bagi mereka yang telah ditakdirkan terpapar Thalassemia, hidupnya tergantung kepada empati masyarakat. “Anggap bahwa kita masih diberikan kesempatan untuk beramal. Apa yang mereka alami (penderita thalasemia), mengingatkan diri kita dan keluarga agar mau dan selalu mendonorkan darah,” katanya. []
ADVERTISEMENT