Kisah Permainan Cato Rimueng dalam Siasat Belanda Memburu Teuku Umar

Konten Media Partner
13 November 2022 10:30 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Cato Rimueng atau Catur Harimau kerap dimainkan di waktu senggang di kampung-kampung Aceh dulunya, pernah dipakai Belanda untuk memburu Pahlawan Nasional, Teuku Umar. Bagi generasi X atau mereka yang lahir pada 1965-1980 maupun generasi sebelumnya, pasti tahu permainan ini.
Catu Rimuen atau catur harimau saat dilombakan pada PKA Aceh ke-7, Agustus 2018. Foto: Info PKA
Semasa kecil di kampung, aku kerap memainkan Cato Rimueng bersama kawan-kawan di meunasah pada sore maupun malam hari. Paling sering saat bulan Ramadan, mengisi waktu sambil berbuka puasa.
ADVERTISEMENT
Permainan ini gampang-gampang susah, dengan pola garis lintang, bujur dan miring dibuat di atas papan kecil atau tripleks. Bidaknya hanya batu atau rumah keong yang berwarna hitam dan putih. Pemainnya dua orang, satu memegang bidak harimau dengan warna hitam dan satu lagi menggunakan bidak kambing dengan warna putih.
Harimau hanya dua, kambing banyak. Dalam permainan, harimau berhak melompati kepungan kambing yang berusaha menutupi jalannya. Melompat bisa ke kiri, kanan maupun miring ke segala arah, dengan syarat bidak penutupnya harus ganjil, satu-tiga-lima dan seterusnya.
Jika harimau mampu ‘memakan’ semua kambing dalam lompatannya, maka dia menang. Tetapi jika kambing berhasil menutup jalan harimau, maka kambing yang menang. Permainan normal biasanya berakhir dalam sepuluh menit. Dan untuk adil, maka kedua pemain berganti posisi dari memainkan kambing dan memainkan harimau bergantian.
ADVERTISEMENT
Permainan tradisional sebagai kekayaan budaya ini semakin jarang dilakukan generasi sekarang. Belum juga kutemukan penciptaan aplikasi permainan Catur Harimau di aplikasi berbasis teknologi seperti android.
Cato Rimueng dimainkan oleh dua orang, disaksikan juri. Foto: Info PKA
Terakhir sempat terpantau dilombakan pada ajang Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) ke-7, Agustus 2018 lalu di Banda Aceh. Saat itu, Koordinator Permainan Rakyat di Arena PKA ke-7, Suhirman, menyebutkan pertandingan Cato Rimueng diikuti 16 Kabupaten/Kota seluruh Aceh dari lintas generasi, tua dan muda. “Ini untuk melestarikannya,” katanya.
Banyak pengunjung yang melihat momen itu, sekadar mengenang memori masa silam. Sejumlah permainan tradisional lain juga ditampilkan saat PKA ke-7, seperti gasing, geunteut, lomba layang, dan lomba perahu.

Siasat Belanda Memburu Teuku Umar

Cato Rimueng pernah dipakai Kolonial Belanda di Aceh sebagai taktik perang dalam menangkap Teuku Umar. Konon dulunya, permainan ini sering dimainkan di negara Belanda oleh anak-anak yang dibawa ke Indonesia di masa penjajahan. Bahkan, dikenal oleh masyarakat di pulau Jawa, mungkin dengan nama dan model permainan berbeda.
Teuku Umar (tengah) bersama pasukannya, memakai rencong dan siwah. Dok. KITLV
Pada 26 Maret 1873, Belanda mengumumkan perang dengan Aceh. Teuku Umar dan istrinya, Cut Nyak Dhien berjuang memimpin pasukan melawan Belanda. Dalam perjuangannya, Teuku Umar pernah berpura-pura bekerja sama dengan Belanda pada 1883 sebagai taktik perdagangan, dia memanfaatkan kapal-kapal pengangkutan Belanda dan negara lain untuk menjual hasil panen lada.
ADVERTISEMENT
Perannya berbalik pada 14 Juni 1986. Hal ini berawal saat Teuku Umar menyerang sebuah kapal kecil ‘Hok Canton’ yang sedang memuat lada di Teluk Rigaih. Sejumlah awak kapal terbunuh, sejumlah awak lainnya disandera dengan tembusan. Teuku Umar kemudian menjadi buronan.
Tahun 1891, terjadi banyak kekacauan perang di Aceh, Belanda semakin kesusahan. Teuku Umar menawarkan diri kepada Belanda untuk mengamankan beberapa wilayah, asal Belanda mengampuninya, dan memberikan materi, seperti yang diberikan kepada uleebalang yang setia kepada Belanda di luar lini konsentrasi.
Setelah melakukan beberapa tindakan membantu Belanda, baru mereka yakin terhadap sikap Teuku Umar. Pada 30 September 1893, Teuku Umar resmi ditetapkan sebagai Panglima Berang Perang Kompeni dalam sebuah upacara militer di Kuraraja (Banda Aceh), di digelar Toekoe Djohan Pahlawan. Ikut serta belasan panglima perangnya.
ADVERTISEMENT
Semasa pembelotan kedua, Istrinya Cut Nyak Dhien terus berjuang melawan Belanda. Hingga pada 30 Maret 1896, Teuku Umar bergabung lagi dengan para pejuang, setelah mendapat sejumlah bekal persenjataan dari Belanda. Dia bersama Cut Nyak terus merepotkan penjajah, di kawasan Aceh Besar dan Aceh Barat.
Belanda marah besar dan memburu Teuku Umar, ikut membakar rumah Cut Nyak Dhien di Lampisang, Aceh Besar. Untuk menangkap Teuku Umar, Belanda kemudian memakai taktik permainan Cato Rimueng.
Belanda menyebutnya Toekoe Oemar spel. Menggambar garis-garis di atas peta Aceh yang diperkirakan sebagai wilayah operasi Teuku Umar. Prajurit Belanda menaruh bidak di wilayah-wilayah yang telah digempur untuk menutup langkah Pahlawan Nasional itu.
Kini papan permainan yang dibuat Belanda itu masih terpampang di Museum Speelgoedmuseum Kota Deventeer. Sahabat acehkini, Zakiul Fahmi Jailani, memotretnya saat berkunjung ke sana.
Papan permainan strategi yang mereprentasikan upaya Belanda menangkap Teuku Umar. Foto: Zakiul Fahmi untuk acehkini
ADVERTISEMENT
Teuku Umar akhirnya wafat dalam sebuah pertempuran sengit di Suak Ujong Kalak, Meulaboh, Aceh Barat, pada 11 Februari 1899. Beliau kemudian dimakamkan di Gampong Desa Mugo Rayuek, Kecamatan Panton Reu, Kabupaten Aceh Barat, atau sekitar 32 kilometer dari Kota Meulaboh. []