Kopi 'Kopling Vespa’ hingga Kopi ‘Pasir’ di Banda Aceh Coffee Festival

Konten Media Partner
19 Oktober 2019 8:45 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Susana di Coffee Festival 2019 Banda Aceh di Lapangan Blang Padang. Foto: Suparta/acehkini
zoom-in-whitePerbesar
Susana di Coffee Festival 2019 Banda Aceh di Lapangan Blang Padang. Foto: Suparta/acehkini
ADVERTISEMENT
Zuhri tampak telaten menyeduh kopi di atas sebuah gerobak. Uniknya, gerobak ini disambungkan di belakang motor vespa. "Sehingga namanya Kopling Vespa," kata pria 26 tahun ini, saat ditemui acehkini, Jumat (18/10) malam.
ADVERTISEMENT
Kopling Vespa salah satu penjual kopi yang buka lapak di Banda Aceh Coffee Fest 2019 di Blang Padang, Kota Banda Aceh. Kegiatan yang berlangsung 18-20 Oktober ini disuguhi 28 stan dari warung kopi yang tersebar seluruh Banda Aceh.
Di atas gerobak, Zuhri meracik kopi arabika secara manual. Biji-biji kopi diambil dari stoples, lalu dipres dengan mesin, hingga terakhir dituangkan ke gelas kecil. Aroma kopi meruap menusuk hidung.
Meski terkesan sederhana, di atas gerobak itu terdapat delapan ragam biji kopi dari pelbagai daerah di Indonesia. Di antaranya biji kopi Gunung Prau Dieng, Temanggung, Garut, Lintong, Solok, Gayo Wine, Gayo Natural, dan Bali.
"Orang-orang lebih suka kopi Gayo Wine dan Natural, serta kopi Bali," kata Zuhri. Per gelas, kopi Kopling Vespa dibanderol Rp 18-20 ribu.
Aneka jenis kopi siam memanjakan pengunjung. Foto: Suparta/acehkini
Zuhri memang pria yang menyukai motor vespa. Menunggangi skuter adalah hobi bagi dirinya. Hingga pada suatu hari, ia berpikir agar hobi itu dapat menghasilkan uang. "Makanya bikin lah gerobak kopi. Kalau mau touring, gerobak ini tinggal dilepas," begitu katanya sembari tersenyum.
ADVERTISEMENT
Di sudut lain, ada sebuah lapak kopi yang unik. Sebabnya karena di muka lapak ini terdapat dapur dari bekas drum minyak. Di dalam drum, api menyembur dari kompor. Di bagian atas, sebuah belanga berdiameter 30 sentimeter terisi pasir laut.
Begitu pasir tampak panas, teko kopi bertangkai panjang--atau disebut ibrik--yang terisi air putih dibenamkan ke dalamnya. Sesekali ibrik digoyang-goyang atau diputar-putar sekeliling belanga. Sekitar semenit, ibrik diangkat.
Berikutnya bubuk kopi dituangkan ke dalam ibrik yang terisi air putih yang agak panas. Lalu ibrik kembali dibenamkan ke pasir di atas belanga. Tak berselang lama, buih-buih kopi menyembul karena terlalu panas.
Itu pertanda kopi sudah siap dituangkan ke dalam gelas. Dan orang-orang pun segera meneguknya. Karena proses pemanasan air menggunakan metode pasir, maka kopi itu disebut Kopi Pasir.
ADVERTISEMENT
Kopi Pasir hanya tersedia di lapak B.R.O Coffee. Ridwan, sang pemiliknya, menyebut Kopi Pasir belum dipasarkan secara luas. Di lapak festival kopi itu, Kopi Pasir diuji coba sekaligus untuk diperkenalkan.
Kopi pasir. Foto: Suparta/acehkini
"Kopi Pasir sebenarnya saya memperoleh ide dari orang Turki. Ketika masa Turki Usmani dulu, orang-orang di sana meracik kopi dengan bara api. Kita di sini mencoba mengganti bara itu dengan pasir laut," kata dia.
Jenis kopi yang diracik pun beragam, dari arabika hingga robusta. Kopi Pasir dibanderol seharga Rp 17 ribu per gelas..
Selain dua jenis kopi tadi, Banda Aceh Coffee Fest 2019 menampilkan ragam lapak dari pedagang kopi di seluruh Banda Aceh. Ini cocok bagi pengunjung yang ingin mencoba rasa kopi dari semua warung kopi di Kutaraja. Bagaimana tertarik? []
ADVERTISEMENT