Makam Tgk Chik Pante Kulu Tak Terurus, Ulama Aceh Penulis Hikayat Prang Sabi

Konten Media Partner
2 Mei 2021 12:21 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Makam Tgk Chik Pante Kulu, ulama dan pejuang Aceh. Foto: Suparta/acehkini
zoom-in-whitePerbesar
Makam Tgk Chik Pante Kulu, ulama dan pejuang Aceh. Foto: Suparta/acehkini
ADVERTISEMENT
Dikelilingi pagar berkelir putih, makam Teungku (Tgk) Chik Pante Kulu teduh berpayung pohon-pohon rimbun. Makam ulama dan pahlawan penulis Hikayat Prang Sabi ini terletak di areal tanah datar di samping persawahan Desa Lam Leuot, Kecamatan Kuta Cot Glie, Kabupaten Aceh Besar, Aceh.
ADVERTISEMENT
Di antara makam lain di sana, pusara Teungku Chik Pante Kulu tampak menonjol karena kain merah yang membentang di atasnya. Beton berlapis keramik putih--yang warnanya telah berganti kecoklatan karena lumut--mengelilingi undakan tanah. Hanya satu yang menandakan bahwa itu adalah makam sang ulama besar: coretan nama beraksara Arab di bagian kepala makam, meski tulisannya sudah kurang jelas karena memudar.
Areal makam tampak lengang ketika acehkini menziarahinya pada Minggu siang, dua hari menjelang Ramadhan, medio April 2021. Kami melepas tali dari dedaunan kering yang mengunci gerbang teralis besi. "Hari-hari tertentu saja kadang ada peziarah," kata seorang pria yang sedang menggembalakan sapi di dekat makam.
Sepelemparan batu dari makam, terdapat Dayah Makam Teungku Chik Pante Kulu. Di sana ada satu balai pengajian kayu dan bangunan beton tempat orang-orang mengambil wudu. Namun, lantai balai pengajian berdebu dan terdapat kotoran kambing. Menandakan aktivitas belajar mengajar di sana sepertinya sudah lama terhenti.
Balai pengajian di dekat makam. Foto: Suparta/acehkini
Kondisi Makam Teungku Chik Pante Kulu sangat berbeda kalau dibandingkan dengan jalan di pusat Kota Banda Aceh yang mengambil nama ulama besar ini. Juga tak seperti hikayat karangannya yang hingga lebih dari satu abad kemudian masih disenandungkan untuk membangkitkan semangat orang-orang Aceh.
ADVERTISEMENT

Siapa Teungku Chik Pante Kulu?

Teungku Chik Pante Kulu dengan nama lengkap Teungku Chik Muhammad Pante Kulu lahir pada 1251 Hijriah atau 1836 Masehi di Gampong Pante Kulu, Kecamatan Titeue, Kabupaten Pidie, Aceh. Teungku Chik Pante Kulu lahir dalam kalangan keluarga ulama yang memiliki hubungan dekat dengan kelompok ulama Tiro.
Ali Hasjmy dalam buku Apa Sebab Rakyat Aceh Sanggup Berperang Puluhan Tahun Melawan Agressi Belanda (1977) menulis Teungku Chik Pante Kulu kecil setelah belajar Al-Qur'an dan ilmu agama berbahasa jawi (Bahasa Melayu beraksara Arab) lantas melanjutkan pelajarannya ke Dayah Tiro yang diasuh Teungku Chik di Tiro Muhammad Amin Dayah Cut.
Pamplet makam tak terawat. Foto: Suparta/acehkini
Beberapa tahun belajar di Dayah Tiro, Teungku Chik Pante Kulu mendapat gelar Teungku di Rangkang atau asisten guru. Ia sudah mahir berbahasa Arab dan menamatkan sejumlah kitab. Atas izin Teungku Chik di Tiro Muhammad Amin Dayah Cut, dia melanjutkan pelajarannya ke Makkah sembari menunaikan ibadah haji.
ADVERTISEMENT
Empat tahun berada di Makkah, Teungku Chik Pante Kulu sudah menjadi ulama besar dan mendapat gelar Syekh atau Teungku Chik. Ia masih di Makkah ketika Belanda menyatakan maklumat perang terhadap Kesultanan Aceh Darussalam pada 1873 Masehi.
Ketika mengetahui bahwa Aceh mulai diserang penjajah Belanda, Teungku Chik Pante Kulu berniat pulang membela tanah airnya. Tekadnya makin bulat tatkala mendengar sahabatnya Teungku Chik di Tiro Muhammad Saman sudah dalam medan perang dan mengemban jabatan Panglima Perang Kesultanan Aceh Darussalam.

Mengarang Hikayat Prang Sabi

Teungku Chik Pante Kulu pulang ke Aceh dengan kapal pada tahun 1881 Masehi. Dalam pelayaran antara Jeddah (sekarang Arab Saudi) dan Penang (sekarang Malaysia), dia mengarang Hikayat Prang Sabi untuk membangkitkan semangat jihad melawan Belanda.
ADVERTISEMENT
Menurut Ali Hasjmy, langkah Teungku Chik Pante Kulu didorong kesadarannya bahwa sangat besar pengaruh syair-syair Hassan bin Tsabit dalam mengobarkan semangat jihad kaum muslimin pada zaman Rasulullah. Hikayat Prang Sabi memuat empat cerita, yaitu Kisah Ainul Mardhiah, Pasukan Gajah, Sa'id Salmy, dan Muhammad Amin (Kisah budak mati hidup kembali).
Pintu masuk kompleks makam Tgk Chik Pante Kulu. Foto: Suparta/acehkini
Dari Penang, Teungku Chik Pante Kulu berlayar ke Aceh. Gurunya di Dayah Tiro, Teungku Chik di Tiro Muhammad Amin Dayah Cut, kemudian mengirimnya ke Teungku Chik di Tiro Muhammad Saman yang berada dalam medan perang di Meureu, Indrapuri, Aceh Besar. Dalam sebuah upacara kehormatan di Kuta Aneuk Galong, Teungku Chik Pante Kulu menyerahkan naskah Hikayat Prang Sabi kepada Teungku Chik di Tiro Muhammad Saman.
ADVERTISEMENT
Ismail Jakub dalam buku Teungku Tjhik di Tiro Hidup dan Perjuangannya (1960) menulis, kedatangan Teungku Chik Pante Kulu membuat pasukan perang Aceh di Meureu senang. Mereka terhibur mendengar bacaan hikayat dengan suara merdu. Pada bait-bait pertamanya, Teungku Chik Pante Kulu memuji sahabatnya, Teungku Chik di Tiro Muhammad Saman.
Amma Ba'du teuma dudo, keu Tjhik di Tiro beunadai Nabi, ulama laen tan tawakai, hana sagai tem prang sabi. (Adapun kemudian daripada itu, maka Teungku Chik di Tiro adalah menjadi ganti Nabi, ulama yang lain tiada bertawakkal kepada Tuhan, tiada sedikit juga mau berperang sabil).
Setelah Hikayat Prang Sabi disenandungkan, menurut Ismail Jakub, rakyat Aceh makin tertarik bergabung dalam pasukan perang. Hikayat tersebut mendapat kedudukan yang baik sekali dalam jiwa rakyat Aceh. Ketika Teungku Chik di Tiro Muhammad Saman mendatangi kampung-kampung menjelaskan soal perang melawan Belanda dengan berpidato, Teungku Chik Pante Kulu kemudian melanjutkannya dengan membacakan Hikayat Prang Sabi. Dalam waktu singkat, pasukan melawan Belanda makin besar.
ADVERTISEMENT
Dalam perang di jalan Allah itu pula, Teungku Chik Pante Kulu syahid di Lam Leuot sehingga dimakamkan di sana. acehkini belum memperoleh literatur yang menyebut tahun wafatnya.
Nama di Makam Tgk Chik Pante Kulu. Foto: Suparta/acehkini
Ketika perang kembali meletus di Aceh antara Gerakan Aceh Merdeka dan Republik Indonesia, Hikayat Prang Sabi--dengan lirik yang digubah ulang--kembali dikumandang sebagai pembangkit semangat bertempur. Hingga pada masa damai saat ini, Prang Sabi masih terdengar di Aceh berbentuk lagu.
Ketika Prang Sabi masih dinyanyikan, kini Teungku Chik Pante Kulu berada di tempat peristirahatan terakhirnya yang sunyi di Lam Leuot.
Nyang meubahgia sijahtra syahid dalam prang, Allah peulang dendayang beudiadari, hoka siwa sirawa syahid dalam prang that seunang, dipeurap rijang peutamong syuruga tinggi. (Yang bahagia dan sejahtera syahid dalam medan perang, Allah akan memberi imbalan budiadari, syahid dalam medan perang sangat senang, segera ditempatkan dalam surga tinggi). []
ADVERTISEMENT