news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Masjid Indra Purwa, Jejak Hindu dan Awal Kebangkitan Islam di Aceh

Konten Media Partner
25 April 2022 14:15 WIB
ยท
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Merawat sejarah Indra Purwa, tentang jejak Hindu di negeri syariat.
Masjid Indra Purwa yang dibangun ulang seperti bangunan zaman dulu. Foto: Habil Razali/acehkini
Luas halaman masjid itu sekitar setengah lapangan sepak bola. Rumput yang tumbuh rapi di sana jadi santapan kawanan lembu. Hewan ternak itu baru bercempera ketika sepeda motor seorang perempuan melaju ke bagian belakang masjid. Selebihnya suasana begitu lengang di Masjid Indra Purwa itu pada Sabtu (23/4) pukul 17.30.
ADVERTISEMENT
Masjid itu terletak di Gampong Lam Guron, Kecamatan Peukan Bada, Aceh Besar, Aceh. Ia dibangun di lahan yang terpaut sekitar 300 meter dari laut. Menurut penduduk setempat, kawasan itu rata dengan tanah ketika Tsunami Aceh 2004. Masjid lalu dibangun ulang setelah tsunami.
Ada sejarah tersimpan di masjid itu. Sebab, bangunan masjid mulanya adalah candi, rumah ibadat umat Hindu. Ia jadi masjid ketika penyebaran Islam pesat di Aceh.
"Masjid Indra Purwa adalah salah satu dari tiga masjid yang oleh Snouck Hurgronje dinyatakan dibangun di atas bekas reruntuhan candi," demikian tertulis dalam buku Masjid Bersejarah di Nanggroe Aceh yang disusun Kementerian Agama Kantor Wilayah Aceh pada 2009.
Snouck Hurgronje sosok penjajah Belanda yang meneliti Aceh untuk kepentingan perang. Dua masjid lain menurut Snouck adalah Masjid Indrapuri dan Indra Patra. Namun buku itu menulis hanya di Indra Patra tidak terbukti pernah dibangun masjid.
ADVERTISEMENT
Foto Masjid Indra Purwa tahun 1994. Sumber: buku Masjid Bersejarah di Nanggroe Aceh
Jejak candi di Masjid Indra Purwa sekarang tidak terlihat lagi. Sebelum hancur oleh tsunami, masjid itu memang bukan lagi berpijak di titik dasar. Buku itu menulis masjid di bekas candi sejatinya berada di Gampong Pante Ara. Abrasi laut menyebabkan masjid dipindahkan ke lokasi saat ini. "Sayangnya tahun pemindahan ini tidak diketahui," tulis buku itu.
Penduduk sekitar meyakini pemindahan dilakukan lebih dari 500 tahun lalu. Fondasi masjid awal sekaligus bekas candi, menurut penduduk setempat, terlihat pada saat air laut surut. Posisinya berjarak sekitar dua kilometer dari bibir pantai. Buku itu menyimpulkan bangunan masjid di bekas candi Indra Purwa dibangun masa Sultan Iskandar Muda (1593-1636 Masehi), periode sama dengan Masjid Indrapuri.
Dugaan ini didukung oleh arsitektur masjid mengikuti gaya tradisional Aceh kala itu. Di mimbar masjid sebelum hancur oleh tsunami terdapat ukiran tulisan 1276 Hijriah atau 1859 Masehi. Angka itu diduga tahun pembuatan mimbar, bukan masjid.
ADVERTISEMENT
Menurut buku itu, tahun tersebut jadi petunjuk pembuatan mimbar yang kemungkinan juga tahun pemindahan masjid. Ini diperkuat dengan gaya mimbar Masjid Indra Purwa berbahan kayu, berbeda dengan masjid tua lain di Aceh yang mimbarnya berkonstruksi beton.
"Sementara ini dapat diduga bahwa masjid ini dipindahkan ke lokasi baru di masa Sultan Ibrahim Mansur Syah (1858-1870 M)," tulis buku itu.
Mimbar masjid kala itu juga ada pola lekukan Persia dan dekorasi Hindu. Menurut buku itu, gaya tersebut kesenian versi lokal Aceh yang dipengaruhi Hindu. Itu disebut menjadi bukti lain akan kuatnya pengaruh Islam terhadap masyarakat Hindu yang bermukim di Aceh. Pengaruh ini pula membuat sejarah Aceh sebelum Islam jadi kabur.
Tsunami Aceh pada 26 Desember 2004 menghancurkan masjid seisinya, termasuk mimbar. Setelahnya masjid baru dibangun di tempat semula, tapi berkonstruksi beton dan memiliki kubah besar di atap. Arsitekturnya juga berbeda. Gaya Masjid Indra Purwa masa lalu telah sirna semuanya, tersisa namanya saja.
Masjid yang dibangun setelah tsunami. Foto: Suparta/acehkini
Tiga tahun lalu, sebuah masjid baru lagi dibangun persis di belakang masjid utama yang dibangun usai tsunami. Masjid itu tanpa kubah utama. Atapnya berbentuk limas tiga tingkat dan ada kubah kecil di puncak. Di dalam ada 16 tiang kayu yang menyangga bangunan masjid.
ADVERTISEMENT
Ada satu sumur di teras masjid itu. Menurut seorang perempuan warga setempat, masjid itu dibangun persis di titik awal masjid yang hancur ketika tsunami. Arsitekturnya juga sama persis dengan masjid lama. Masjid itu baru digunakan bila masjid utama dipenuhi jemaah.
Sekitar pukul 17.50, kompleks masjid kian sepi. Kini lembu-lembu pun telah beranjak dari sana. Di samping masjid, lantunan zikir menggema melalui pengeras suara bersumber dari sebuah dayah. Di barat masjid, pucuk-pucuk bakau tepi laut terombang-ambing dihempas angin.
Berabad-abad telah berlalu sejak awal Indra Purwa menjulang di kawasan ini. Sabtu sore itu, di tengah kesibukan orang-orang memburu takjil berbuka puasa dan diiringi lantunan zikir-zikir, benarkah Hindu pernah berjaya di tepi laut ujung barat Pulau Sumatera ini? []
Kini ada dua bangunan masjid di satu lokasi. Foto: Habil Razali/acehkini