Konten Media Partner

Masjid Madian, Peninggalan Etnis China-Arab di Beijing

2 Juni 2019 19:00 WIB
clock
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:18 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Komplek masjdi Maidan, di Beijing. Foto: Rizki Maulida
zoom-in-whitePerbesar
Komplek masjdi Maidan, di Beijing. Foto: Rizki Maulida
ADVERTISEMENT
30 menit menjelang magrib di Kota Beijing, China, saya memesan taksi daring yang disebut “Didi” melalui aplikasi Alipay. Jalanan ibu kota negeri Tirai Bambu, dipadati hilir mudik kendaraan umum, mobil pribadi, pejalan kaki, dan pengguna sepeda.
ADVERTISEMENT
Rabu sore, 22 Mei 2019, Zineb, masih sibuk di Laboratorium Beijing Institute of Technology. Saya mengabari teman saya tersebut untuk bertemu sebelum bergerak meninggalkan Kota Beijing. Ia sepakat dan mengirimkan alamat sebuah masjid yang terletak di pusat kota. Lokasinya tentu tidak jauh bagi saya dan Zineb untuk bersua.
“Jika saya terlambat, nanti akan ada teman saya dari Turki menemanimu berbuka puasa," kata Zineb melalui aplikasi percakapan.
Taksi yang saya tumpangi terus melaju. Mendekati alamat yang dikirimkan Zineb, sopir taksi menanyakan. “Apa benar ini tempatnya?".
Komplek masjid. Foto: Rizki Maulida
Dari jendela taksi, tempat itu hanya terlihat pagar beton menjulang tinggi. Warnanya abu-abu. Saya sedikit ragu dengan kebenaran tempatnya. Tetapi di gerbang pagar tersebut, tampak sejumlah lelaki paruh baya memakai peci putih berjalan masuk ke dalam.
ADVERTISEMENT
Bangunan itu adalah Masjid Madian. Terletak di ujung selatan Jalan Madian wilayah Haidian, No 7, Kota Beijing, China. Di sana, ada tiga gerbang untuk masuk ke bangunan utama masjid. Sementara gerbang utama bagian pintunya terbuat dari besi stainless steel dengan ukiran. Di bagian pelataran masjid dijadikan area parkir kendaraan pengunjung.
Beberapa langkah masuk ke dalam, terdapat gerbang kedua berwarna hijau tua dengan ukiran khas: bunga dan dedaunan menjalar. Adapun bagian tengah gerbang, punya pintu kayu berwarna merah lengkap dengan atap ukiran dan desain ciri khas Tiongkok pada masa silam. Pintu tua itu tertutup rapat.
Di papan putih di samping pintu gerbang terdapat tulisan karakter hanzi China yang menjelaskan nama masjid dan alamat. Sejumlah pohon pinus dan cemara nan rindang menjulang di sisi pekarangan.
Gerbang depan masjid. Foto: Rizki Maulida
Pamplet nama Masjid Madian. Foto: Rizki Maulida
Di bagian tengah, ada dua pintu kayu berwarna merah dan beratap dengan desain khas China, seolah menyambut pengunjung. Di sisi kanan dan kiri terdapat bangunan seperti bilik kamar. Sementara di sisi kanan gerbang, terdapat kamar mandi lengkap dengan tempat berwudu khusus perempuan.
ADVERTISEMENT
Masjid Madian dibangun pada masa pemerintahan Kaisar Dinasti Qing Kangxi (1661-1772). Pembangunan masjid awalnya karena dipengaruhi jumlah populasi Muslim Hui yang besar di daerah Madian. Selain itu, dulu banyak saudagar dan penjelajah Arab melintasi wilayah Tiongkok. Masjid ini pun menjadi tempat persinggahan dan sangat ramai dikunjungi oleh masyarakat Muslim Hui di Beijing.
Muslim Hui adalah masyarakat China keturunan Arab. Penyebaran Islam dilakukan oleh orang-orang dari Arab pada masa dulu dengan berdagang dan menikahi penduduk setempat. Itu berawal dari para perdagangan ternak dan domba yang dijalankan oleh umat Islam di Beijing. Seiring waktu, jumlah Muslim Hui semakin banyak, maka pemerintah setempat pun memberikan permukiman bagi keturunan Hui di Beijing.
Suasana malam Ramadan di Masjid Madian. Foto: Rizki Maulida
Wilayah Haidian memang banyak keturunan China berdarah Arab. Sehingga menjadikan Masjid Madian menjadi masjid terbesar di wilayah Haidian dan menjadikan pelestarian peninggalan budaya di wilayah itu.
ADVERTISEMENT
Selama Revolusi Kebudayaan Cina (1966-1976), Masjid Madian ditutup untuk pelayanan keagamaan dan diubah menjadi pabrik, dan ruang salat diubah menjadi bengkel. Pada 1982 pabrik itu dipindahkan dan Masjid Madian dikembalikan ke komunitas Muslim setempat. Namun, ruang salat tidak lagi menjadi tempat salat.
Pada 1989, muslim lokal mengumpulkan uang untuk membangun kembali ruang salat dan ruang kuliah. yang meliputi area seluas 3.800 meter persegi.
Berbukua puasa di Masjid Maidan. Foto: Rizki Maulida
Aula ibadah utama dan aula kuliah berada di bagian sisi utara dan selatan masjid. Kemudian pada tahun 1995 dan tahun 2006 masjid kembali direnovasi. Sehinga masjid yang berusia ratusan tahun lalu ini mengalami peremajaan. Setiap kedatangan umat Islam di seluruh dunia akan disambut dengan tampilan baru.
ADVERTISEMENT
Di sekitar masjid, terdapat pabrik, perkantoran, dan gedung-gedung modern. Namun bangunan tua Masjid Madian memberikan identitas dan terlihat tradisional.
Haidian adalah wilayah yang padat di Beijing. Salah satu stasiun pemberhentian subway yang berada di Haidian, menjadikan wilayah itu strategis di pusat kota Beijing.
Banyak muslim yang berkunjung ke Masjid Madian. Karena tidak sulit menemukan alamatnya. Di sana, saya bertemu dengan jemaah asal Malaysia, dua teman dari Turki, Aljazair, dan beberapa mahasiswa asing lainnya saat berbuka puasa bersama.
Suasana ruang salat Masjid Maidan, Beijing. Foto: Rizki Maulida
Bersama mahasiswa dari Malaysia. Dok. Rizki Maulida
Suasana berbuka di halaman masjid. Foto: Rizki Maulida
Reporter: Rizki Maulida (Beijing)